Home » Kongkow » Olahraga » 4 Pahlawan Sepak Bola Indonesia yang Memberi Kebanggaan Buat Bangsa

4 Pahlawan Sepak Bola Indonesia yang Memberi Kebanggaan Buat Bangsa

- Selasa, 10 November 2020 | 21:45 WIB
4 Pahlawan Sepak Bola Indonesia yang Memberi Kebanggaan Buat Bangsa

PADA Hari Pahlawan ini pantas kiranya bila kita berbicara soal siapa saja pemain sepak bola Indonesia yang pernah berjasa buat Indonesia.

Berikut 4 diantaranya...

RIBUT WAIDI

MALAM beranjak larut ketika final sepak bola SEA Games 1987 di Stadion Senayan antara Indonesia melawan Malaysia masih sama kuat 0-0. Stadion terus bergemuruh karena lebih dari 100 ribu pasang mata tumpah ruah di tempat yang sekarang bernama Stadion Utama Gelora Bung Karno itu. Final harus dilanjutkan perpanjangan waktu. Dalam waktu normal 90 menit tidak ada yang mampu mencetak gol.

Indonesia yang merupakan tuan rumah SEA Games 1987 sudah memastikan menjadi juara umum. Tapi tidak lengkap rasanya tanpa raihan medali emas dari cabang olahraga sepak bola.

Perjuangan belum selesai, masih ada 2x15 menit yang harus dilalui untuk mencari pemenang final sepak bola Indonesia vs Malaysia. Di awal perpanjangan waktu situasinya tetap sama ketat. Indonesia dan Malaysia bermain begitu alot. Sampai akhirnya masuk menit-menit akhir perpanjangan waktu babak pertama, satu pergerakan penyerang Indonesia mampu mendekati pertahanan Malaysia. Ia menggocek dan menggiring bola dari sayap kanan, lalu masuk ke kotak penalti. Lepas dari kawalan lawan, pemain itu seketika menembakkan bola dan gol! Stadion Senayan serasa mau runtuh dengan histeria ratusan ribu penonton. Pemirsa televisi di rumah pun sama. Semua larut menyambut gol dari pemain bernama Ribut Waidi.

Gol Ribut Waidi tercipta pada menit ke-102. Kedudukan berubah menjadi 1-0 untuk keunggulan Indonesia. Angka itu berhasil dipertahankan sampai perpanjangan waktu selesai. “Merah-Putih” akhirnya berhasil meraih medali emas SEA Games pertama kalinya di cabang olahraga sepak bola. Sebuah penantian nan lama. Semua bersuka cita, semua merasakan kebanggaan sebagai bangsa Indonesia.

Dilansir dari artikel kompas.com berjudul "Ribut Waidi Legenda Pengharum Nama Bangsa", setelah pertandingan selesai Ribut Waidi diarak keliling lapangan. Ia dianggap sebagai pahlawan lewat gol penentu kemenangan Indonesia atas Malaysia. Penghormatan buat pemain yang lahir di Pati pada 5 Desember 1962 itu.

"Pertandingan sangat menegangkan. Lebih menegangkan lagi karena gol tercipta di perpanjangan waktu. Saya sebagai anak desa sungguh bangga bisa memberi yang terbaik buat bangsa," kata Ribut Waidi ketika itu.

Sukses Ribut Waidi sampai diabadikan lewat pendirian patung di Semarang. Kota tempat ia dibesarkan di sepak bola bersama PSIS pada 1984 hingga 1992. Ribut Waidi telah meninggal dunia pada Juni 2012. Ia menyerah setelah berjuang melawan penyakit jantung. Sekarang generasi penerus sepak bola Indonesia hanya bisa meneladani semangat dan kerja kerasnya di sepak bola Indonesia.

WIDODO C. PUTRO
PERAWAKANNYA tidak begitu besar. Rata-rata orang Indonesia. Tapi jangan ditanya bagaimana pergerakannya di lini depan setiap tim yang dibelanya. Ya, kita sedang berbicara tentang Widodo Cahyono Putro. Seorang pemain yang namanya harum di persepakbolaan nasional. Di pentas internasional nama Widodo C. Putro atau biasa dipanggil WCP juga eksis. Ia akan selalu dikenang sebagai pencetak gol terindah di Piala Asia.

Gol itu tercipta buat Indonesia ke gawang Kuwait dalam pertandingan pembuka Grup A Piala Asia 1996. Pertandingan berlangsung di Abu Dhabi pada 4 Desember 1996. Sekadar diketahui gol itu sekaligus gol pertama Indonesia di Piala Asia, karena penyelenggaraan tahun itu merupakan debut "Merah-Putih" di Piala Asia.

Menerima umpan tarik Ronny Wabia dari sektor pertahanan kiri Kuwait, WCP langsung melompat setengah salto dan boom! Bola berhasil dihantam memakai kaki kanan sambil membelakangi gawang dan merobek jala Kuwait. Sampai detik ini gol itu masih dianggap paling indah sepanjang sejarah Piala Asia. Berkat gol itu pula nama Indonesia jadi perhitungan di Asia.

"Malam hari sebelum pertandingan saya biasa melakukan visualisasi, membayang-bayangkan mau bagaimana di lapangan. Berpikir bagaimana kalau ada bola begini, saya harus bagaimana. Kalau datang bola begitu, mau diapakan," kata WCP seperti dilihat dalam obrolan OmahBalbalan di channel YouTube.

"Momen itu hanya sepersekian detik. Harus cepat mengambil keputusan. Malah keputusan harus lebih cepat dari pikiran. Hasilnya begitu dapat bola seperti itu, saya langsung mengambil posisi salto. Jadi mungkin gol itu bisa dikatakan spontan, tetapi juga tidak. Mungkin itu yang disebut naluri mencetak gol," ujar WCP.

KURNIAWAN DWI YULIANTO
BUKAN perkara mudah buat pemain Asia menembus persaingan di kompetisi Benua Eropa. Termasuk para pemain dari Indonesia. Jangankan Eropa, untuk bermain di kawasan Asia Tenggara saja masih kesulitan. Hal ini berkaitan dengan kompetensi pemain Indonesia yang masih dipandang sebelah mata. Itu adalah fakta dan realita yang tidak bisa ditutupi. Bahwa Indonesia belum menjadi negara pengekspor pemain sepak bola. Bahkan untuk kawasan regional sekalipun.

Namun bukan berarti belum pernah ada pemain yang berdarah 100 persen Indonesia yang mampu menembus ketatnya persaingan di kompetisi luar negeri, bahkan Eropa. Bicara soal pemain Indonesia bermain di luar negeri, kita tidak bisa lepas dari nama Kurniawan Dwi Yulianto. Ia adalah pemain Indonesia pertama yang berhasil mendapatkan kontrak di klub Eropa dan bermain di Benua Biru.

Ceritanya pada pertengahan 1990-an Kurniawan Dwi Yulianto masuk program Timnas U-19 Indonesia untuk bermain di kompetisi Primavera Italia. Program kerja sama PSSI dengan Sampdoria itu membuahkan hasil Kurniawan diberi kesempatan magang. Sayangnya ia tidak mampu menembus skuat utama Il Samp yang bermain di Serie A. Kurniawan kemudian diarahkan ke FC Luzern, klub yang bermain di Liga Swiss. Itu merupakan sejarah karena Kurniawan menjadi pemain pertama Indonesia yang beredar di kompetisi Eropa. Namun di Swiss karier Kurniawan yang sekarang menjadi pelatih Sabah FA ini tidak mulus. Hanya bertahan pada beberapa pertandingan pada awal musim. Ia akhirnya pulang ke Tanah Air memperkuat Pelita Jaya.

Namun catatan itu tidak mengurangi cerita kepahlawanannya buat sepak bola Indonesia. Sampai kapanpun ia akan disebut sebagai orang Indonesia pertama yang berhasil menembus kompetisi Eropa. Setelah Kurniawan Dwi Yulianto ada dua rekan seangkatannya, yaitu Kurnia Sandy di tim reserve Sampdoria dan Bima Sakti di Helsingborg Swedia. Meski akhir ceritanya sama, sama-sama tidak lama beredar di Eropa. Pada masa sekarang ada dua pemain Indonesia yang beredar di Eropa adalah Egy Maulana Vikri bersama Lechia Gdansk dan Witan Sulaeman di FK Radnik Surdulica. Akankah mereka mampu bertahan lama di Eropa?

FIRMAN UTINA
SEBAGAI negara terbesar di Asia Tenggara dan jumlah penduduk terbanyak keempat di dunia, kadang pencinta sepak bola nusantara menjadi ciut kalau berbicara soal prestasi. Bagaimana tidak, prestasi terbaik Indonesia sampai detik ini hanya dua medali emas sepak bola di SEA Games 1987 dan 1991. Selebihnya adalah cerita nyaris-nyaris. Nyaris lolos ke Piala Dunia setelah tidak lagi bernama Hindia Belanda, hingga nyaris juara Piala AFF.

Di tengah keringnya prestasi sepak bola Timnas Indonesia, ternyata menyempil satu tinta emas. Tepatnya di Piala AFF, turnamen regional paling ingar-bingar di Asia Tenggara. Kita bisa melirik ke cerita indah Firman Utina yang dinobatkan sebagai pemain terbaik Piala AFF 2008. Perannya di lapangan tengah Timnas Indonesia saat itu dianggap memberi warna tersendiri. Mampu mempengaruhi secara keseluruhan permainan skuat nasional. Bermain di posisi gelandang serang, Firman Utina adalah jaminan mutu lapangan tengah Indonesia.

Hingga sekarang belum ada pemain Indonesia lagi yang terpilih sebagai pemain terbaik Piala AFF. Ada yang pernah menjadi topscorer Piala AFF seperti Ilham Jaya Kesuma dan Bambang Pamungkas. Tapi rasanya label pahlawan sepak bola Indonesia di lapangan hijau untuk Piala AFF lebih tepat diberikan kepada Firman Utina. Walaupun sekali lagi prestasi individu Firman Utina ketika itu, tidak dibarengi dengan gelar juara karena Indonesia lagi-lagi hanya menjadi runner-up.*

Sumber : .
Cari Artikel Lainnya