Home » Kongkow » Tahukah Kamu » Mitos Gerhana Bulan dari Berbagai Belahan Dunia

Mitos Gerhana Bulan dari Berbagai Belahan Dunia

- Kamis, 27 Mei 2021 | 09:57 WIB
Mitos Gerhana Bulan dari Berbagai Belahan Dunia

Fenomena kosmik Gerhana Bulan Total (GBT) terjadi pada Rabu, 26 Mei 2021 petang. Peristiwa alam ini sering dikaitkan dengan mitos.  Lembaga Antariksa dan dan Penerbangan Nasional (LAPAN) menyebut GBT kali ini sangat spesial karena beriringan dengan terjadinya Perige (titik terdekat dengan Bumi), yakni ketika Bulan berada di jarak terdekatnya dengan Bumi.

Puncak gerhana terjadi pada pukul 18.18.43 WIB/ 19.18.43 WITA/ 20.18.43 WIT dengan jarak 357.464 kilometer dari Bumi. Sementara itu puncak perige terjadi pada pukul 08.57.46 WIB/ 09.57.46 WITA/ 10.57.46 WIT dengan jarak 357.316 kilometer dari Bumi.

Dalam ajaran Islam, umat muslim disunahkan untuk melaksanakan shalat gerhana bulan. Namun, di sebagian masyarakat Jawa, ada sejumlah mitos yang dipercaya mengiringi peristiwa gerhana bulan tidak hanya masayarakat jawa di Indonesia saja lho, ternyata di beberapa negara juga memiliki mitos seputar gerhana bulan, seperti dirangkum dari beberapa sumber.

1. Bulan Ditelan Batara Kala

Ada sebuah prasasti tua abad IX atau bertanggal 11 Maret 843 Masehi.

Prasasti itu menggambarkan peristiwa candragrahana atau Gerhana Bulan pertama. Saat itu dianggap sebagai peristiwa yang dianggap sangat penting bagi masyarakat Jawa.

Mitos terkait gerhana bulan juga diceritakan pada salah satu relief di Candi Belahan atau Sumber Tetek.

Pada relief itu digambarkan bahwa candra sinahut kalarahu atau raksasa yang tengah menelan bulan.

Raksasa tersebut bernama Batara Kala. Raksasa itu berwatak jahat.

Mitos inilah yang hingga kini menjadi cerita turun-temurun yang masih dipercaya sebagian masyarakat Jawa.

Bagi masyarakat Jawa, Batara Kala dianggap bisa menjelma menjadi lesung padi.

Karena itu, untuk mengusir Batara Kala itu masyarakat memukul-mukul lesung padi.

2. Wanita Hamil Dilarang Keluar Rumah

Sebagian masyarakat Jawa dulu meyakini bahwa wanita yang hamil dilarang keluar rumah saat terjadi gerhana.

Sebab, dikhawatirkan bayi yang dilahirkan akan memiliki bibir sumbing.

Atau, bayi yang dilahir memiliki kulit penuh bercak seperti permukaam bulan.

Wanita hamil juga diminta membuat bubur merah putih. Tujuannya menolak bala bagi bayi yang dikandungnya.

Pertanyaannya, apakah mitos-mitos ini masih dipercaya masyarakat Jawa yangs udah melek internet dan berpendidikan?

3. Makanan Terpapar Racun saat Gerhana Bulan

Mitos ini dipercaya oleh sebagian besar masyarakat India. Mereka menolak untuk makan ketika gerhana bulan merah terjadi. Masyarakat India juga menghindari memasak saat gerhana bulan merah terjadi, karena menganggap makanan yang ada saat gerhana sudah terpapar racun mematikan.

Namun, tidak hanya India saja yang mempercayai mitos ini, sebab Jepang juga jadi negara selain India yang meyakininya. 

4Bulan Berdarah dan Sakit

Mitos gerhana yang diceritakan oleh suku Hupa, yakni suku asli Amerika dari California Utara memiliki cerita yang lebih indah. 

E. C. Krupp, direktur Observatorium Griffith di Los Angeles, California menjelaskan, Hupa percaya bahwa bulan memiliki 20 istri dan banyak hewan peliharaan.

Sebagian besar hewan peliharaan mereka adalah singa gunung dan ular. Saat bulan tak membawa cukup makanan untuk dimakan, mereka menyerang dan membuatnya berdarah.

Gerhana akan berakhir saat istri bulan datang untuk melindunginya, mengumpulkan darahnya, dan memulihkan kesehatannya.

Sementara itu, suku Luiseño di California selatan, menyebutkan bahwa sebuah gerhanan memberi isyarat bahwa bulan sedang sakit. Anggota suku bertugas untuk menyanyikan nyanyian atau doa untuk mengembalikan kesehatannya.

5. Bulan dan Matahari Bertempur

Di sisi lain mitos juga berkembang di era modern. Namun tak semua budaya melihat gerhana sebagai hal yang buruk, kata Jarita Holbrook, astronom budaya di Universitas Western Cape di Bellville, Afrika Selatan.

“Mitor favorit saya berasal dari orang Batammaliba di Togo dan Benin di Afrika,” katanya. 

Dalam mitos itu, matahari dan bulan bertempur selama gerhana, dan orang-orang mendorong mereka untuk berhenti.

"Mereka melihatnya sebagai saat berkumpul dan menyelesaikan perseteruan dan kemarahan yang cukup lama," kata Holbrook.

Sumber :
Cari Artikel Lainnya