Home » Kongkow » Sejarah » Akulturasi dan Perkembangan Budaya Islam

Akulturasi dan Perkembangan Budaya Islam

- Jumat, 07 Januari 2022 | 11:06 WIB
Akulturasi dan Perkembangan Budaya Islam

Perkembangan Budaya Islam di Indonesia telah menambah khasanah budaya nasional dan ikut memberikan juga menentukan corak kebudayaan bangsa Indonesia. Meskipun begitu berkembangnya kebudayaan Islam tidak menggantikan atau memusnahkan kebudayaan yang sudah ada karena kebudayaan yang berkembang di Indonesia sudah begitu kuat di lingkungan masyarakat.

Dengan demikian terjadi akulturasi antara kebudayaan Islam dengan kebudayaan yang sudah ada.

1. Seni Bangunan 

Akulturasi Dan Perkembangan Budaya Islam Di Indonesia terlihat pada Seni dan arsitektur bangunan Islam di Indonesia sangat unik, menarik dan akulturatif. Seni bangunan yang menonjol di zaman perkembangan Islam ini terutama masjid, menara serta makam. 

a. Masjid dan Menara 

Seni bangunan Islam yang menonjol adalah masjid. Fungsi utama dari masjid adalah tempat beribadah bagi orang Islam. Masjid atau mesjid dalam bahasa Arab mungkin berasal dari bahasa Aramik atau bentuk bebas dari perkataan sajada yang artinya merebahkan diri untuk bersujud.

Dalam bahasa Ethiopia terdapat perkataan mesgad yang dapat diartikan dengan kuil atau gereja. Di antara dua pengertian tersebut yang mungkin primer ialah tempat orang merebahkan diri untuk bersujud ketika salat atau sembahyang.

b. Makam

Makam-makam yang terletak di tempat-tempat tinggi menunjukkan kesinambungan tradisi yang merupakan pengejawantahan pendirian punden-punden berundak pada masa Megalitik. Setelah kebudayaan Indonesia Hindu-Buddha mengalami keruntuhan unsur seni bangunan keagamaan masih diteruskan.

Makam-makam yang lokasinya di atas bukit, makam yang paling atas adalah yang dianggap paling dihormati misalnya Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah di Gunung Sembung, di bagian teratas kompleks pemakaman Imogiri ialah makam Sultan Agung Hanyokrokusumo. Kompleks makam yang mengambil tempat datar misalnya di Kota Gede, orang yang paling dihormati ditempatkan di bagian tengah. 

Baca juga: Jaringan Keilmuan di Nusantara (Islamisasi dan Silang Budaya) Kelas 10

2. Seni Ukir 

Akulturasi Dan Perkembangan Budaya Islam Di Indonesia juga terlihat pada seni ukir, patung, dan melukis makhluk hidup, apalagi manusia secara nyata, tidak diperbolehkan. Di Indonesia ajaran tersebut ditaati. Hal ini menyebabkan seni patung di Indonesia pada zaman madya, kurang berkembang.

Padahal pada masa sebelumnya seni patung sangat berkembang, baik patung-patung bentuk manusia maupun binatang. Sesudah zaman madya, seni patung berkembang seperti yang dapat kita saksikan sekarang ini.

Namun, seni pahat atau seni ukir terus berkembang dalam bentuk seni hias dan seni ukir dengan motif daun-daunan dan bunga-bungaan seperti yang telah dikembangkan sebelumnya. Kemudian juga ditambah seni hias dengan huruf Arab (kaligrafi).

3. Aksara dan Seni Sastra 

Tersebarnya Islam di Indonesia membawa pengaruh dalam bidang aksara atau tulisan. Abjad atau huruf-huruf Arab sebagai abjad yang digunakan untuk menulis bahasa Arab mulai digunakan di Indonesia. Bahkan huruf Arab digunakan di bidang seni ukir. Berkaitan dengan itu berkembang seni kaligrafi.

Di samping pengaruh sastra Islam dan Persia, perkembangan sastra di zaman madya tidak terlepas dari pengaruh unsur sastra sebelumnya. Dengan demikian terjadilah akulturasi antara sastra Islam dengan sastra yang berkembang di zaman pra-Islam. Seni sastra di zaman Islam terutama berkembang di Melayu dan Jawa.

Baca juga: Islam Masuk Istana Raja Kelas 10

4. Kesenian 

Islam menghasilkan kesenian bernafas Islam yang bertujuan untuk menyebarkan ajaran Islam. Kesenian tersebut, misalnya sebagai berikut. 

1) Debus adalah tarian yang pada puncak acara para penari menusukkan benda tajam ke tubuhnya tanpa meninggalkan luka. Tarian ini diawali dengan pembacaan ayat-ayat dalam Al Quran dan salawat nabi. Tarian ini terdapat di Banten dan Minangkabau. 

2) Seudati adalah sebuah tarian dari Aceh. Seudati berasal dan kata syaidati yang artinya permainan orang-orang besar. Seudati sering disebut saman artinya delapan. Tarian ini aslinya dimainkan oleh delapan orang penari. Para pemain menyanyikan lagu yang isinya antara lain salawat nabi 

3) Pertunjukan wayang kulit sudah berkembang sejak zaman Hindu, akan tetapi, pada zaman Islam terus dikembangkan. Kemudian berdasarkan cerita Amir Hamzah dikembangkan pertunjukan wayang golek.

5. Kalender 

Sistem kalender juga berpengaruh di Nusantara. Sebelum budaya Islam masuk ke Indonesia, masyarakat Indonesia sudah mengenal Kalender Saka (kalender Hindu) yang dimulai tahun 78M. Dalam kalender Saka ini ditemukan nama-nama pasaran hari seperti legi, pahing, pon, wage dan kliwon.

Setelah berkembangnya Islam Sultan Agung dari Mataram menciptakan kalender Jawa, dengan menggunakan perhitungan peredaran bulan (komariah) seperti tahun Hijriah (Islam).

Pada kalender Jawa, Sultan Agung melakukan perubahan pada nama-nama bulan seperti Muharram diganti dengan Syuro, Ramadhan diganti dengan Pasa. Kalender tersebut dimulai tanggal 1 Muharam tahun 1043 H. Kalender Sultan Agung dimulai tepat dengan tanggal 1 Sura tahun 1555 Jawa (8 Agustus 1633). 

Cari Artikel Lainnya