Home » Kongkow » Klasik » Dongeng Burung Raksasa

Dongeng Burung Raksasa

- Selasa, 25 April 2017 | 18:00 WIB
Dongeng Burung Raksasa

Syahdan burung juga punya hak hidup loh. Menembak burung. Siapa melanggar haknya. Siapa bilang burung tak punya hak hidup. Burung makhluk Tuhan juga kan, meski tak bisa baca tulis.

Di gunung-gunung, di udara, di atas lautan lepas. Burung-burung memiliki suara indahnya, milik kodratnya. Mengapa dia ditembak? Oh! Ada kebutuhan konsumtif dari makhluk manusia penembak burung. Mungkin dan barangkali. Baiklah kalau begitu.

Siapa lagi makhluk manusia sejenis itu, merasa lebih berkuasa dari burung? Perbuatannya membunuh burung sama kejamnya dengan pembunuh Orangutan.

Baiklah kalau begitu. Kisah berlanjut. Semisal mendadak muncul burung-burung raksasa pembela kaum burung. Menghujam dengan paruh dan cakarnya. Memangsa kaum penembak dan turunannya. Pasti mereka lari tunggang-langgang. Melihat sosok burung raksasa sebelum mereka di mangsa. Ketakutan. Sedih. Gemetaran. Terbirit-birit.

Oh! Kaum penembak burung merasa daya tembak, kehebatannya tak terkalahkan oleh makhluk apapun. Barangkali mereka sebagai kelompok makhluk manusia penembak burung, menganggap dirinya paling berkuasa. Kaum penembak itu lupa bahwa mereka juga bisa mati, disebabkan hanya oleh seekor virus saja. Jreng!

Jangan takaburlah. Tak elok hal seperti itu ada di negeri tercinta ini. Tak ada manusia tak bisa mati ataupun kebal peluru. Tuhan Pencipta Alam Raya dan segala isinya, hanya Tuhan pemilik kebijaksanaan mematikan ataupun menghidupkan. Jagalah ekologi ekosistem negeri ini. Jangan jadi pencuri di negeri sendiri.

Sekuasa apapun makhluk manusia tetap akan kalah dan mati oleh waktu. Hal itu hukumnya pasti. Baiklah mari kita bayangkan. Sangat mungkin alam semesta akan kembali berevolusi.

Syahdan muncul mendadak kodok raksasa, burung-burung raksasa, kecoa raksasa. Memangsa manusia kaum penembak burung atau pelaku kejahatan kelompok korupsi atau pengedar narkoba atau pembuat kejahatan lainnya. Horor kan.

Berani melawan burung raksasa? Atau kodok raksasa. Bener neh berani? Koruptor misalnya xixixi… Dicari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada ngumpet di kolong meja.

Perbuatan melawan hukum dalam bentuk apapun. Pasti berurusan dengan penegak hukum. Semisal bentuk kejahatan mafia nerkoba, kelompok penembak burung, koruptor dan bentuk kejahatan lainnya, umumnya golongan kejahatan macam itu disebut juga kriminal.

Syahdan lagi, muncul burung raksasa setinggi monumen Monas. Tak terbayangkan? Makhluk berkuasa si hobi penembak burung dan pembunuh Orangutan akan sembunyi di manakah? Tak ada kata lain selain minta maaf pada burung dan Orangutan, lari ngumpet atau menghadapinya.

Risiko, jika seluruh turunan makhluk berkuasa pembunuh alias penembak burung dan pembunuh Orangutan akan mati. Dimangsa burung raksasas sebesar monumen Monas. Gimana? Itu disebut karma negatif, konon demikian menurut dongeng kitab langit.

Pada hukum siklus semesta, di dongeng tentang langit dan undang-undang para dewa, bahwa siapapun melakukan perbuatan jahat atau berbuat negatif, ibalannya buah karma negatif juga xoxoxo…

Syahdan Indonesia memiliki banyak habitat keindahan burung. Burung Cenderawasih memiliki keindahan warna, itu sebabnya dilindungi, membutuhkan lingkungan hutan lestari nan indah, okologi ekosistem nan segar, demi utuhnya perkembangan budaya di tradisi-tradisi bagi anak cucu Indonesia kelak..

Burung Kakak Tua, memiliki jambul kuning indah berbulu putih bak mutiara, suaranya lucu menjadi pelengkap kecantikan burung lainnya. Burung Betet, indah paruhnya, berbulu seakan jingga kekuningan bagai mantel bulu warna-warni. Burung Beo, cerdas menirukan suara makhluk lain di sekitarnya.

Nah. Jikalau makhluk manusia butuh hiburan. Jalan-jalanlah bersama keluarga, ke pegunungan, laut dan tempat-tempat indahlainnya. Burung juga butuh hiburan, mengepakan sayapnya, menghirup oksigen, melihat lanskap negerinya Indonesia dari atas ketinggiannya. Itu sebabnya jangan jadi manusia pembunuh burung dan Orangutan.

Bird eye view, menjadi keindahan panorama dari salah satu seni fotografi. Sains dan teknologi membuat alat lensa camera, meniru jarak pandang mata burung untuk mengabadikan ciptaan Tuhan menjadi imaji positif, hanya dengan selepas pandangan mata. Jepret! Sati frame foto beribu makna Indah di pandang cantiknya negerimu Indonesia di mata dunia.

Bukan mata-mata loh. Mata Burung. Mengilhami keilmuan makhluk manusia di salah satu perjalananan sejarahnya. Kemudian manusia mengenal tekno memata-matai, kini menjadi tekno drone, beberapa drone konon pernah jatuh di wilayah Indonesia. Menurut kabar burung, drone bodong itu entah milik negara mana.

Mengapa menembak burung. Mengapa burung di tangkap dan di selundupkan. Pertanyaan menjadi jawaban, pada sisi alasan kebutuhan hidup. Namun jangan lupa bahwa burung juga memiliki kebutuhan sosialnnya untuk berkumpul dan berinteraksi dengan keluarga dan sesamanya di habitat aslinya. Itu sebabnya ekologi ekosistem Indonesia wajib di jaga,

“Akh! Burung! Tembak saja. Bunuh. Sate dan panggang.” Suara nurani siapakah itu?

Bagaimana jika burung raksasa juga berfikir sama seperti suara itu. “Akh! Makhluk manusia, pembunuh burung, pembunuh Orangutan, mafia pengedar narkoba. Kaak! Sini aku patuk. Berani? Demikian juga dengan kaum koruptor. Jangan sok kuasa. Kaak! Dipatuk KPK. Terkeok-keok. Belum aku cakar. Jika aku cakar atau aku terkam. Berani?”

Alam menjadi mendadak sunyi. Bunga-bunga bermekaran. “Kaak! Kaak! Alangkah indahnya negeriku. Ayo! Terus bersatu!” Suara Burung Garuda Penjaga Langit Indonesia terus mengudara.

Saudaraku sebangsa dan setanah air. Marilah bersama. Lestarikan ekologi ekosistem Indonesia. Menjadi: Save KPK. Save Ekologi Ekosistem. SAVE Indonesia. Salam Indonesia Unit.

Sumber :
Cari Artikel Lainnya