Home » Kongkow » Inovasi » Ternyata iPad Bisa Menenangkan Bocah Sebelum Operasi

Ternyata iPad Bisa Menenangkan Bocah Sebelum Operasi

- Senin, 05 September 2016 | 20:39 WIB
Ternyata iPad Bisa Menenangkan Bocah Sebelum Operasi

Anak-anak biasanya cemas dan takut saat menghadapi operasi untuk menyembuhkan penyakit yang dideritanya. Sebuah laporan yang diterbitkan dalam jurnal Pediatrics menyebutkan sekitar 60 persen anak-anak berusia 4-10 tahun merasa cemas dengan rencana operasi yang akan dijalaninya. Ketakutan ini ternyata ikut memengaruhi anestesi dan pengeluaran hormon stres yang bisa menghambat proses penyembuhan.

Namun ternyata iPad bisa digunakan oleh dokter untuk menenangkan anak kecil sebelum menjalani operasi. Sebuah studi yang dipresentasikan dalam World Federation Of Societies of Anaesthesiologists (WFSA) di Hongkong mengklaim bahwa memberikan iPad kepada seorang anak yang akan menjalani operasi akan membuatnya tenang, sama seperti efek obat sedatif.

Sedatif adalah obat-obatan yang menciptakan ketenangan dan pengurangan rasa sakit dan/atau kecemasan; digunakan bersama dengan anestesi lokal untuk prosedur minor, seperti endoskopi atau perawatan gigi, atau sebelum anestesi umum.

"Studi yang kami lakukan menunjukkan bahwa kecemasan yang dirasakan oleh anak-anak sebelum pembiusan dinetralkan menggunakan obat midazolam atau iPad," ujar Dr. Dominique Chassard yang melakukan penelitian terhadap anak-anak yang dirawat di Hopital Mere Enfant, Hospices Civils de Lyon, di Prancis. Midazolam adalah salah satu obat penenang atau sedatif yang umumnya digunakan pada sebelum dan selama prosedur operasi ringan.

Untuk melakukan studi ini, seperti dipaparkan oleh Science Daily, para peneliti membagi anak-anak yang akan melakukan operasi dalam dua kelompok. Kelompok pertama adalah 54 anak-anak yang diberi obat midazolam sebanyak 0,3 mg/kg secara oral atau lewat dubur. Sementara itu kelompok kedua adalah 58 anak-anak yang diberi iPad 20 menit sebelum pembiusan.

Kemudian tingkat kecemasan anak diukur oleh dua orang psikolog independen pada empat rentang waktu yang berbeda, yaitu: saat tiba di rumah sakit, saat dipisahkan dari orang tua, selama proses pembiusan, dan saat perawatan pascapembiusan.

Sementara itu kecemasan yang dirasakan oleh orang tua diukur pada saat yang sama dengan anak-anak kecuali saat pembiuasan karena orang tua tidak hadir saat anaknya dibius. Kepuasan para perawat diperingkat dari 0 (tidak puas) sampai ke 10 (sangat puas) untuk mengukur kualitas pembiusan.

Kemudian, 30 menit setelah sang anak menerima pembiusan atau 45 menit setelah tiba di ruang perawatan, anak-anak dipindahkan ke bangsal bedah rawat jalan.

Para peneliti mengungkapkan bahwa tingkat kecemasan orang tua dan anak-anak sama pada dua kelompok itu. Baik orang tua maupun perawat mengatakan bahwa mereka lebih puas dengan pembiusan yang dilakukan terhadap anak-anak yang diberi iPad sebelum operasi dilakukan.

Studi mengenai manfaat iPad ini muncul nyaris setahun setelah American Academy of Pediatrics menyebutkan bahwa gawai mobile tidak mempunyai dampak negatif terhadap anak-anak.

Sabak iPad dalam dunia medis juga pernah digunakan sebagai alat terapi pascastroke, sebagai alat untuk membantu proses operasi menggunakan teknologi realitas bertambah (augmented reality), dan juga sebagai alat untuk mengatasi sakit menahun.

Studi klinis terhadap kecanduan teknologi mengungkapkan bahwa komputer, telepon pintar dan sabak bisa meningkatkan depresi, kecemasan, dan agresi anak-anak.

Nicholas Kardaras, penulis buku "Glow Kids: How Screen Addiction is Hijacking Our Kids" kepada Newsweek.com menyebutkan bahwa layar gawai merupakan "digital pharmakeia" karena dampak yang ditimbulkannya terhadap otak.

Kardaras menyebut iPad, telepon pintar dan Xbox sebagai obat dalam bentuk digital.

"Riset tentang pencitraan otak mengungkapkan bahwa gawai-gawai itu memengaruhi bagian otak yang disebut frontal cortex -- yang mengendalikan fungsi memberi perintah panca indra -- sama seperti yang dilakukan oleh kokaina," ujar Kardaras.

Lebih daripada itu Kardaras menyebutkan bahwa teknologi telah mampu meningkatkan kadar dopamine, neurotransmitter yang mengaktifkan pusat kepuasan pada otak.

Cari Artikel Lainnya