Home » Kongkow » kongkow » Kontroversi Pungutan Zakat, Menag Klarifikasi: Bukan Mewajibkan, Tapi Fasilitasi PNS yang Muslim

Kontroversi Pungutan Zakat, Menag Klarifikasi: Bukan Mewajibkan, Tapi Fasilitasi PNS yang Muslim

- Jumat, 09 Februari 2018 | 14:00 WIB
Kontroversi Pungutan Zakat, Menag Klarifikasi: Bukan Mewajibkan, Tapi Fasilitasi PNS yang Muslim

Rencana penerbitan regulasi tentang optimalisasi penghimpunan zakat Aparatur Sipil Negara (ASN) muslim yang ramai diperbincangkan publik saat ini ditegaskan Menteri Agama Republik Indonesia, Lukman Hakim Saifuddin bukan merupakan kewajiban. Sebab, regulasi tersebut menurutnya hanya bentuk fasilitasi pemerintah agar ASN dapat menunaikan zakat lebih baik.

"Yang perlu digarisbawahi, tidak ada kata kewajiban. Yang ada, pemerintah memfasilitasi, khususnya ASN muslim untuk menunaikan kewajibannya berzakat. Zakat adalah kewajiban agama," jelasnya dalam siaran tertulis pada Rabu (07/2/2018).

Dipaparkan, meski umat Islam adalah mayoritas penduduk, bangsa Indonesia bukanlah negara Islam. Akan tetapi, Indonesia sejak dulu dikenal sebagai negara agamis, sehingga pemerintah turut campur memfasilitasi pengamalan ajaran agama. Seperti halnya ibadah haji ataupun Hari Raya umat Islam mulai dari Ramadhan hingga Idul Fitri, dijelaskannya negara turut memfasilitasi. Sehingga umat muslim Nusantara dapat menjalankan ibadahnya dengan baik.

"Demikian halnya dengan zakat. Yang mewajibkan adalah agama. Pemerintah memfasilitasi umat muslim untuk berzakat. Dalam konteks ini, negara ingin memfasilitasi ASN Muslim untuk menunaikan kewajibannya," ujarnya.

Lebih lanjut diungkapkannya, terdapat dua prinsip dasar dari rancangan regulasi, antara lain fasilitasi negara sehingga tidak ada kewajiban, apalagi paksaan.

"Bagi ASN muslim yang keberatan gajinya disisipkan sebagai zakat, bisa menyatakan keberatannya. Sebagaimana ASN yang akan disisipkan penghasilannya sebagai zakat, juga harus menyatakan kesediaannya,” jelasnya.

"Jadi ada akad. Tidak serta merta pemerintah memotong atau menghimpun zakatnya," tambahnya.

Sementara dalam prinsip kedua, kebijakan katanya hanya berlaku bagi ASN muslim. Sebab, Pemerintah perlu memfasilitasi ASN muslim untuk menunaikan kewajibannya. Kewajiban itu tentunya bagi ASN Muslim yang pendapatannya sudah mencapai nishab-batas minimal penghasilan yang wajib dibayarkan zakatnya.

"Mereka yang penghasilannya tidak sampai nishab, tidak wajib berzakat. Jadi ada batas minimal penghasilan yang menjadi tolak ukur. Artinya ini juga tidak berlaku bagi seluruh ASN muslim," katanya.

Cari Artikel Lainnya