Home » Kongkow » Inspiratif » Bosan Jadi Pegawai, Meraup Manisnya Kue Pukis

Bosan Jadi Pegawai, Meraup Manisnya Kue Pukis

- Jumat, 14 April 2017 | 10:00 WIB
Bosan Jadi Pegawai, Meraup Manisnya Kue Pukis

Empat tahun yang lalu Aku adalah seorang pegawai pabrik sepatu, aku seorang operator mesin yang setiap hari mengatur alur mesin jangan sampai keluar dari “schedule”. Aku bekerja dengan sistem shift, terbagi dalam tiga shift. Ada shift pagi, malam dan hingga dini hari alias begadang pulang pagi. Gaji yang diterima setiap bulannya hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari setelah dikurangi ongkos kontrakan, malahan terkadang banyak kurangnya.

Aku sudah berumah tangga dengan satu anak dari perkawinan dengan seorang gadis seberang kampung tempat tinggalku. Anakku baru berumur empat tahun dan sudah senang jajan yang tentu saja bikin repot karena harus selalu tersedia uang jajan untuknya. Belum untuk kebutuhan susunya. Setiap hari selalu saja pikiran dibuat bingung untuk mencukupi semua kebutuhan keluarga.

Memang rezeki sudah ada yang mengatur dan apa yang sudah tampak wajib disyukuri. Bukan aku tidak mensyukuri semua nikmat yang sudah Allah berikan, tetapi selaku manusia sepertinya sangat wajar jika memiliki keinginan untuk dapat hidup lebih baik dari sekarang. Bukankah Allah sangat mendukung hamba-Nya yang memiliki keinginan untuk mengubah nasibnya?

Teringat aku pada satu ceramah yang disampaikan seorang ustad di sebuah televisi di mana katanya “Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum apabila kaum itu tidak mengubah apa yang ada pada dirinya”. Pikiran aku selalu saja terbayangkan dengan ucapan tersebut. Apa yang harus diubah? Apakah diri ini harus diubah? Pekerjaan aku haruskah aku ubah dengan mencari yang baru?

Lama aku berpikir dan merenung hingga aku menemukan jawabannya. Yang harus diubah adalah perilaku kita, cara berpikir kita dan utamanya akhlak ini. Dalam sehari berapa banyak aku telah menyia-nyiakan waktu kebersamaan dengan Allah? Begitu banyak waktu aku buang percuma, aku malu sama Allah banyak meminta dan menuntut tetapi aku tidak bisa memberikan waktu untuk-Nya serta menjadikan-Nya sebagai pemimpin dalam hidup ini.

Secara tidak sengaja aku searching di gadget yang aku miliki, mataku tertahan pada satu cara membuat sebuah kue dan resepnya, yang ternyata kue itu adalah kue pukis kesukaanku dan keluarga. Aku datangi sebuah warnet dekat kontrakan dan aku surfing lebih jauh sambil aku copy file yang dibutuhkan.

Aku ceritakan kisah dan keinginanku kepada istri. Semula ia tidak merelakan jika aku berhenti bekerja. Yang dikuatirkan adalah bagaimana dengan makan hari esok dan bagaimana melaluinya tanpa pekerjaan. Jelas sebuah kekuatiran yang wajar dari pemikiran seorang manusia yang serba terbatas. Aku hanya memintanya untuk bersama-sama bermunajat kepada Allah, memohon petunjuk-Nya agar apa yang akan kita kerjakan mendapatkan ridho-Nya.

Dengan kebulatan tekad dan semangat juang empat lima, aku pastikan pada “dunia” jikalau aku bosan jadi pegawai dan beralih profesi sebagai pengusaha kue pukis. Aku persiapkan segala yang dibutuhkan untuk berjualan kue pukis, dari cetakan kue sampai gerobak telah aku sediakan.

Gerobak aku peroleh dengan jalan membeli gerobak bekas yang dijual oleh salah seorang rekan tetangga kontrakanku. Dana untuk modal aku peroleh dari hasil menjual gadget, kalung dan gelang istri. Sedangkan sedikit tabungan yang ada tidak aku pergunakan sebagai modal tapi aku cadangkan sebagai anggaran biaya tak terduga selama aku jadi “pengusaha” yang belum pasti penghasilannya. Walau di atas kertas begitu manis tertera angka yang akan aku peroleh.

Dengan diimbangi doa yang pol-polan di mana setiap hari kami berdua selalu rutin melaksanakan sholat Tahajud dan Dhuha bersama-sama. Tentunya harapan kami bakal beroleh keberhasilan yang diluar ekspetasi manusia.

Tetapi ternyata apa yang terjadi adalah kebalikannya, dagangan yang aku jajakan tidak pernah habis selama satu minggu aku jualan hasilnya jeblok, semuanya rugi yang aku peroleh. Bersama dengan istri, kami mengevaluasi apa yang telah terjadi selama satu minggu ini kenapa kue pukisnya tidak laris.

Kami berdua melakukan uji coba dengan memakan kue pukis satu persatu dari hasil adonan yang dibuat. Yang kami rasakan adalah kue terasa enak bagi lidah kami. Dari hasil berunding dan melihat cadangan dana yang masih dapat kami gunakan dalam bertahan hidup, kami sepakat untuk ujicoba kue tersebut dengan membagikan kepada rekan, tetangga dan saudara sekaligus meminta saran kepada mereka tentang apa yang mereka rasakan dari kue tersebut dengan jawaban yang sangat jujur.

Selama tiga hari kami lakukan serangkaian test dengan membagikan kue pukis, agar diketahui citarasa sesungguhnya dari produk yang kami buat. Tidak lupa kami catat dan timbang setiap adonan yang dibuat untuk menemukan tiitik yang pas dari adonan yang kami buat. Kami lakukan itu agar dapat mematenkan ukuran setiap bahan yang digunakan tidak lagi dilakukan perkiraan. Alhasil ditemukan satu titik di mana resep itu sudah pas dan produk siap diluncurkan.

Dengan rasa kepercayaan diri yang tinggi dan dorongan doa serta semangat yang dialirkan dari sang istri membuat aku semakin memiliki mental yang kuat untuk terus berjuang pantang menyerah. Sedikit demi sedikit, sering waktu kue pukis yang aku jajakan mulai diminati oleh pelanggan. Aku tidak segan selalu meminta pelanggan saran dari rasa kue yang aku buat agar ke depannya aku dapat membuat kue yang lebih enak lagi dan sesuai harapan pelanggan. Bagiku pelanggan adalah segalanya, mereka adalah raja dan karena mereka aku dapat bertahan hidup serta dari mereka aku dapat memberikan sesuatu kepada keluargaku.

Kini sudah dua tahun aku menggeluti usaha berjualan kue pukis dan alhamdulillah sudah memiliki empat cabang di beberapa titik di kota kecil ini. Aku sengaja menyewa tempat di pelataran halaman sebuah minimarket. Selain harga sewa yang murah dan terjangkau, outlet minimarket senantiasa berdekatan dengan perumahan dan perkampungan. Hal itulah yang menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam memilih minimarket sebagai mitra tempat usaha.

Dengan omset yang lebih dari cukup tentunya memberikan kebahagian tersendiri bagi aku dan keluarga. Di mana kini kami dapat berbagi rezeki dengan enam orang pegawai yang alhamdulillah mereka betah dan kerasan bekerja dengan kami. Keuntungan yang kami peroleh setiap bulannya lebih dari cukup dan sangat jauh bila dibandingkan dengan masa bekerja dahulu di mana uang begitu pas-pasan dan ada pun lebih harus diperoleh dengan jalan lembur yang juga dibatasi jam lemburnya.

Keputusan yang aku ambil tempo dulu ternyata tidak salah. Walaupun di awal meniti usaha banyak rintangan yang dihadapi yang hampir membuat hati ini putus asa. Kini usaha kue pukis yang aku jalani menghasilkan “rasa manis” semanis kue pukis.

Cari Artikel Lainnya