Kilas Balik Perjalanan Timnas U-23 Selama 2017 dan Prediksi Selanjutnya

Oleh : Amirah Adzkiyyah - 11 December 2017 09:14 WIB

Baru dibentuk bulan Februari 2017, bisa dibilang tim ini adalah timnya Luis Milla yang menjadi arsitek baru di Tim Garuda. Dikatakan sebagai tim asli Milla karena memang sedari awal seleksi sampai pemain terbentuknya tim yang dilakukan di Karawaci Tangerang sudah berada dibawah kontrol pelatih asal Spanyol tersebut. Mayoritas skuad ini diisi oleh mantan pemain U-19 era Indra Sjafrie yang juara tahun 2013. Tim ini ditargetkan untuk lolos ke Piala Asia 2018 di Tiongkok, meraih medali emas di SEA Games Kuala Lumpur, dan dipersiapkan untuk Asian Games 2018 di Jakarta-Palembang. Di kualifikasi Piala Asia U-23 di Bangkok bulan Juli 2017 menghasilkan 1 kemenangan 7-0 dari Mongolia, 1 seri saat jumpa Thailand, dan secara konyol kalah 3-0 dari Malaysia. Di kualifikasi ini membuat banyak kritik berdatangan menghampiri Luis Milla yang dianggap terlalu banyak bereksperimen dengan memainkan Gian Zola yang masih minim pengalaman dan mencadangkan Evan Dimas saat melawan Harimau Malaya.

Akibatnya Indonesia sudah tertinggal 3 gol di babak pertama dan tidak bisa membalasnya di babak kedua. Beruntung di pertandingan kedua Septian David dkk bisa menang telak 7-0 atas Mongolia. Namun kemenangan besar itu tidak ada artinya karena di pertandingan ke-3 melawan Thailand Garuda Muda bermain imbang 0-0 di lapangan yang drainasenya sangat buruk dan gagal lolos ke Cina tahun depan. Seharusnya Indonesia bisa lolos ke Piala Asia U-23 tahun depan jika saja kita bisa memanfaatkan potensi keunggulan skill pemain kita saat melawan Malaysia dengan baik dan Thailand yang selalu jadi pengganggu Indonesia ternyata kualitas pemainya tidak sebaik biasanya seharusnya bisa kita kalahkan, jadi tidak layak kita gagal di fase kualifikasi ini. Kegagalan di kualifikasi Piala Asia U-23 ini memang murni kesalahan Luis Milla.

Di SEA Games Kuala Lumpur Milla mulai belajar dari kesalahan dan lebih memahami peta kekuatan tim-tim Asia Tenggara. Di Pesta olahraga negara ASEAN cabang sepakbola, Indonesia bisa lolos ke babak semifinal dengan imbang dengan Thailand 1-1, menang atas Filipina 3-0, Timor Leste 1-0, Kamboja 2-0, dan harus susah payah menahan Vietnam 0-0. Namun sayang di Semifinal Ezra Walian cs tumbang dari tuan rumah Malaysia 1-0 dan hanya meraih medali perunggu setelah mengandaskan Myanmar 3-1.

Sampai akhir tahun 2017 Timnas U-23 masih belum meraih gelar karena harus puas berada di peringkat kedua klasmen di bawah Kirgistan yang berhasil mengalahkan Indonesia 1-0 dan di pertandingan sebelumnya berhasil meraih dua kemenangan 4-0 atas Brunei Darusallam dan 3-2 dari Mongolia sepanjang pagelaran turnamen Aceh World Solidarity Cup ini. Jadi secara keseluruhan dan ditambah dengan partai uji coba melawan Myanmar, Kamboja, Suriah, dan Guyana total timnas U-23 meraih 9 kemenangan, 5 kekalahan, dan 3 kali imbang selama 2017. Tapi ada beberapa kekurangan di tim ini yang harus diperbaiki.

  • Pertama, pemain dalam bertahan masih sering kurang konsentrasi. Bobolnya gawang Andtitany saat lawan Kirgistan karena  problem satu ini. Putu Gede sebagai bek kanan sering out of position dan tidak memperhatikan posisi pemain Kirgistan yang dalam keadaan bebas sehingga bisa mencetak gol ke gawang Indonesia. Begitu juga dua gelandang jangkar di tengah yang kadang longgar menjaga lawan, masalah ini bahkan membuat para penyerang Guyana bisa dengan leluasanya berpikir 2-3 detik untuk mengarahkan tendangan ke gawang Indonesia karena tidak tidak ditekan oleh dua gelandang di depan bek tengah.
  • Kedua, emosi yang kurang terkontrol. Semua orang tahu masalah ini, lihat saja berapa keributan yang dibuat tim ini saat SEA Games lalu. Di turnamen Tsunami Cup Di Aceh pun begitu, Muhammad Hargianto masih sering gampang terpancing emosinya apalagi ketika tim dalam keadaan tertinggal. Jika tidak ada kecerdasan dalam mengelola emosi pemain, hal itu tentu akan dieksploitasi lawan untuk merugikan Indonesia di turnamen apapun yang diikuti tim ini.
  • Ketiga, Osvaldo Haay cs masih kesulitan untuk memenangkan pertandingan walau dominan dalam penguasaan bola. Hal tersebut terlihat dengan masih sulitnya timnas U-23 membongkar pertahanan lawan yang menggunakan taktik zona marking seperti Kirgistan atau Malaysia.

Kebolehan skill pemain Nusantara dalam kecepatan, dribel, dan penguasaan bola gampang dibaca dan dipatahkan dengan pertahanan zona marking yang sesekali melancarkan serangan balik cepat yang sering membuat pertahanan Garuda Muda kelimpungan. Luis Milla harus segera memikirkan bagaimana supaya Evan Dimas dan Septian David semakin kreatif membongkar pertahanan zona marking dan memanfakan peluang sekecil apapun yang didapat para striker karena selama setahun tim ini terbentuk, penyakit membuang peluang seperti jadi penyakit menahun yang belum mendapat solusinya. 

Pada intinya tim inilah masa depan Timnas Indonesia karena dibangun oleh Milla dari awal kepelatihanya di Indonesia untuk menggantikan pemain senior yang sepertinya sudah bosan dan kehilangan ambisi ketika bermain untuk timnas. Tak usah kaget nantinya jika Piala AFF  level senior yang digelar pada akhir tahun 2018 diprediksi akan diisi 70 sampai 80 persen oleh pemain U-23 saat ini.

Tag

Artikel Terkait

Kuis Terkait

Video Terkait

Cari materi lainnya :