Metamorfosis Tidak Sempurna

Oleh : Rizki Anugrah Ramadhan - 07 October 2020 20:00 WIB

Kehidupan serangga berupa proses perkembangan atau berubahnya bentuk dan ukuran tubuhnya yang tidak akan kembali lagi ke bentuk semula dengan berbagai kegiatannya. Dimana serangga tersebut melakukan berbagai gerakan, tumbuh, berkembangbiak, peka terhadap lingkungan dan mengadakan proses metabolisme.

Keberadaan serangga sebagai salah satu komponen biotik dalam suatu ekosistem mutlak diperlukan. Keberadaanya dalam ekosistem mengakibatkan berlangsungnya interaksi antara serangga dengan komponen biotik maupun abiotik lainnya.

Serangga juga merupakan contoh klasik metamorfosis. Metamorfosis adalah suatu proses perkembangan biologi pada hewan yang melibatkan perubahan penampilan fisik dan atau struktur setelah kelahiran atau penetasan. Setiap serangga mengalami proses perubahan bentuk dari telur hingga ke bentuk dewasa yang siap melakukan reproduksi. Ordo-ordo pada serangga seringkali dicirikan oleh tipe metamorfosisnya.

Pengertian Metamorfosis

Metamorfosis adalah proses perubahan atau perkembangan biologi pada hewan yang melibatkan berubahnya fisik ataupun struktur tubuh hewan tersebut dimulai dari setelah penetasan atau kelahiran hewan tersebut (hatching). Perubahan bentuk atau struktur ini melalui pertumbuhan sel dan differensiasi sel. Dari morfologi, anatomi bahkan sampai ke fisiologisnya bisa saja mengalami perubahan. Perubahan-perubahan ini terjadi secara periodik (dalam masa tertentu) dan merupakan siklus hidup yang melekat pada hewan.

Metamorfosis Tidak Sempurna

 

alt="Metamorfosis Tidak Sempurna" src="https://www.dosenpendidikan.co.id/wp-content/uploads/2019/07/Metamorfosis-Tidak-Sempurna.jpg" style="height:196px; width:350px" />

Beberapa hewan yang mengalami bentuk yang sangat berbeda ketika muda dengan dewasanya. Sedangkan pada beberapa yang lain hanya memiliki bentuk yang sama, hanya saja ukuran dan perkembangan organnya yang berbeda. Jadi, kedua hal itu yang menjadi perbedaan pada metamorfosisnya. Pada hewan yang berubah bentuk dari tubuhnya yang tidak mirip sama sekali dengan masa mudanya maka itu disebut dengan metamorfosis sempurna, sedangkan pada hewan yang tidak berubah bentuknya melainkan hanya beberapa organ saja yang mengalami perkembangan disebut dengan metamorfosis tidak sempurna.

  • Metamorfosis Serangga

Ametabola (tanpa metamorfosis / ametamorfosis)

Perubahan struktur tubuh pada serangga ini hampir tidak kelihatan, sehingga seringkali disebut juga tidak mengalami metamorfosis. Segera setelah menetas lahir serangga muda yang mirip dengan induknya. Kemudian setelah tumbuh membesar dan mengalami pergantian kulit baru menjadi serangga dewasa tanpa terjadi perubahan bentuk, hanya mengalami pertambahan besar ukuran saja. Contohnya serangga ametabola adalah Collembola, Thysanura dan Diplura.

alt="Metamorfosis Serangga" src="https://www.dosenpendidikan.co.id/wp-content/uploads/2019/07/Metamorfosis-Serangga.jpg" style="height:197px; width:350px" />

Gambar Metamorfosis Ametabola pada Ordo Thysanura

Hemimetabola (Metamorfosis tidak sempurna)

Pada hemimetabolisme, perkembangan nimfa berlangsung pada fase pertumbuhan berulang dan ekdisis (pergantian kulit), fase ini disebut instar.  Hemimetabola adalah tahap perkembangan Insecta yang tidak sempurna. Pada metamorfosis tidak sempurna, hewan juga akan mengalami perubahan struktur pada tubuhnya akan tetapi tidak terlalu mencolok, beberapa organ saja yang mengalami perubahan fisiologisnya. Dimana Insecta muda yang menetas mirip dengan induknya, tetapi ada organ yang belum muncul, misalnya sayap. Sayap itu akan muncul hingga pada saat dewasa hewan tersebut. Insecta muda disebut nimfa. Ringkasan skemanya adalah

Telur – Nimfa (larva) – Dewasa (imago).

Contoh hewan yang bermetamorfosis sepertii ni adalah: belalang, kecoa, capung, jangkrik, walang, tonggeret. Siklus metamorfosisnya lebih singkat dari metamorphosis sempurna, yaitu:

Telur

Telur diletakkan secara beragam pada tempat yang sesuai dan pastinya aman untuk perkembangan si embrio. Embrio-embrio ini dilindungi dengan struktur telur yang memiliki cangkang yang terbuat dari zat kitin. Beberapa serangga menyatukan telurnya secara pasif, misalnya pada Plasmida (walkingstick), yang lain menempelkan telur pada substratnya satu-satu atau dalam kelompok.

Jenis-jenis Vrysopidae (Neuroptera) meletakkan telur dengan tungkai yang kaku yang panjang; telur terdapat di ujung tangkai.  Berbagai jenis serangga (belalang lapangan, belalang sembah, lipas) meletakkan telur dalam paket, disebut ooteka atau paket telur; dalam satu paket terdapat banyak telur. Bahan untuk melekatkan telur atau untuk pembuatan paket berasal dari kelenjar penyerta (accessory glands). Sampai pada waktunya akan menetas menjadi nimfa.

Nimfa

Nimfa ialah serangga muda yang mempunyai sifat dan bentuk sama dengan dewasanya. Dalam fase ini serangga muda mengalami pergantian kulit (ekdisis) untuk mengganti kerangka luar tubuhnya akibat pertumbuhan yang membuatuk urantubuhnya makin membesar. Tiap tahapan diantara pergantian kulit disebut instar. Tergantung dari spesiesnya, bisa terdapat 8-17 instar. Nimfa bisa memerlukan waktu dari mulai 4 minggu sampai dengan beberapa tahun untuk terus berkembang sampai cukup besar untuk berubah menjadi dewasa.

Imago (dewasa)

Imago (dewasa), ialah fase yang ditandai telah berkembangnya semua organ tubuh dengan baik, termasuk alat perkembangbiakan serta sayapnya. Imago disini telah memiliki kematangan untuk bereproduksi dan siap untuk melakukan perkawinan.

alt="Metamorfosis Hemimetabola pada Kecoa" src="https://www.dosenpendidikan.co.id/wp-content/uploads/2019/07/Metamorfosis-Hemimetabola-pada-Kecoa.jpg" style="height:286px; width:350px" />

Gambar Metamorfosis Hemimetabola pada Kecoa

alt="Metamorfosis Hemimetabola pada Capung" src="https://www.dosenpendidikan.co.id/wp-content/uploads/2019/07/Gambar-Metamorfosis-Hemimetabola-pada-Capung.jpg" style="height:232px; width:350px" />

Gambar Metamorfosis Hemimetabola pada Capung

Salah satu hormone yang berperan pada proses metamorphosis serangga adalah juvenile hormon (JH). JH disintesis dan dilepaskan dari sepasang kelenjar endocrine yang terletak disamping otak yang disebut corpora allata. (Kou dan Chen, 2000). Selama perkembangan serangga, ecdysteroid dan JH akan mempengaruhi perubahan larva dari satu tahap ke tahap berikutnya.

 

JH mengatur banyak aspek dari fisiologi serangga, seperti pertumbuhan dan perkembangan serangga. Pada serangga, JH merupakan hormon yang mengatur pertumbuhan larva. JH mempunyai peranan yang besar di dalam pertumbuhan dan perkembangan serangga (Martinez, dkk. 2007). JH menghambat perkembangan karakteristik dewasa selama fase pradewasa dan mendorong kematangan seksual selama fase dewasa (Klowden, 2007).

Metamorfosis serangga dikendalikan oleh JH. Regulasi JH mempunyai peranan yang penting dalam mengendalikan metamorfosis. Proses dimana JH berperan dalam mengatur pertumbuhan dan perkembangan serangga, dimulai dari sel neurosecretory yang ada pada otak akan menghasilkan allatotropin yang digunakan untuk menstimulasi corpora allata untuk memproduksi JH (Li, dkk. 2005). Proses selanjutnya JH akan dikeluarkan oleh corpora allata ke dalam hemolymph. JH yang berada pada hemolymph akan diikat oleh juvenile hormon binding protein (JHBP) yang berfungsi untuk memudahkan larut dalam hemolymph dan didistribusikan pada sel epidermis. JHBP kemudian akan terdistribusi pada sel epidermis yang kemudian akan terjadi moulting.

Konsentrasi JH dalam hemolymph menentukan apakah larva akan moulting pada fase berikutnya atau akan berubah bentuk menjadi pupa demikian juga menentukan apakah pupa akan berubah bentuk menjadi dewasa. Jika dalam hemolymph larva konsentrasi JH tinggi maka larva akan melakukan moulting tetapi jika konsentrasi JH rendah maka akan memberi signal larva untuk berubah menjadi pupa (Gilbert, dkk. 1996).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam molting, JH berperan sebagai pengontrol perkembangan serangga dari pradewasa (immature) menuju dewasa (adult) melalui pengaturan konsentrasinya yang sesuai.

Metamorfosis Bertahap (Paurometabola)

Pada tipe ini, bentuk umum serangga pradewasa menyerupai serangga dewasa, tetapi terjadi perubahan bentuk secara bertahap seperti terbentuknya bakal sayap dan embelan alat kelamin pada instar yang lebih tua serta pertambahan ukuran. Nimfa adalah serangga pradewasa yang mempunyai bakal sayap diluar tubuhnya. Nimfa dan imago dari tipe ini memiliki tempat hidup dan makanan yang sama dan mereka sama-sama aktif makan tanaman. Nimfa dan imago sama-sama menjadi hama.

Nimfa berbeda dengan imago terutama dalam hal ukuran, perkembangan sayap, dan alat kelaminnya. Golongan serangga yang memiliki metamorphosis ini pada ordo Orthoptera (belalang), Isoptera (rayap), Thysanoptera (thrips), Hemiptera (kutu busuk), Anoplura (kutu penghisap), neuroptera (undur-undur), dan Dermaptera (cocopet).

alt="Metamorfosis Kutu Kasur" src="https://www.dosenpendidikan.co.id/wp-content/uploads/2019/07/Metamorfosis-Kutu-Kasur.jpg" style="height:310px; width:350px" />

Gambar. Metamorfosis Kutu Kasur

Metamorfosis holometabola

Kelompok insecta yang termasuk dalam tipe ini disebut dengan Holometabola. Insecta pada tipe ini menyempurnakan masa perkembangan setelah embrio dengan banyak merubah struktur morfologi tubuhnya. Dalam rangka berkembang menuju dewasa, insecta ini akan melalui empat tahap berbeda, yaitu telur, larva, pupa, dan insecta dewasa.

Banyaknya perbedaan bentuk inilah yang menyebabkan disebut metamorfosis kompleks. Salah satu tahap insecta muda adalah setelah menetas dari telur atau disebut larva. Larva berbeda dari induknya berdasarkan struktur, makanan, kebiasaan memperoleh makanan, cara hidup, serta habitat. Larva memiliki tipe mulut penggigit, selagi pada insecta dewasa memiliki mulut dengan tipe berbeda seperti mulut dengan tipe sifon. Larva terlihat seperti tidak memiliki mata namun memiliki ocelli. Kakinya juga mengandung komponen modifikasi. Beberapa larva hanya memiliki tiga pasang kaki kepala / thoracic legs (beetles & weevils) selagi banyaknya satu atau lebih pasangan kaki perut sebagai penambahan kaki bagian kepala (kupu-kupu).

 

Berbeda dengan perkembangan paurometabola dan hemimetabola, pada perkembangan holometabola sayap berkembang secara internal dari sekelompok sel dorman yang disebut tunas sayap Pada larva tidak terbentuk tunas sayap, namun pada beberapa Endopterygota tunas sayap tetap muncul pada bagian torax dekat dengan tubuh. Kemudian, dalam transformasi menuju dewasa, larva  akan berubah nenjadi pupa. Serangga pradewasa biasanya menempati habitat yang berbeda dengan serangga dewasa. Makanan serangga pradewasa juga umumnya berbeda dengan serangga dewasa. Pupa (kepompong), terlindung dalam rumah pupa (kokon) yang terbuat dari sutra atau bahan lainnya.

Kokon dibuat oleh larva instar terakhir, beberapa saat sebelum membentuk pupa. Pada beberapa jenis serangga dari ordo Diptera, pupa terlindung dalam eksudium larva instar terakhir yang mengeras, dan rumah pupa semacam ini disebut pupariumProses memperoleh makanan dan pergerakan serta aktivitas metabolik berkurang selama tahap pupa tetapi terdapat perubahan struktur morfologi yang jelas pada perkembangan sayap dan organ reproduksi yang muncul pada tahap pupa. Insecta dewasa kemudian keluar dari pupa dan ditemukan adanya perkembangan dari mata majemuk, antennae, thoracic legs, organ reproduksi sayap, dan perubahan pada bagian mulut. Semenjak tahap pupa sangat diperlukan untuk transformasi dari larva menuju insecta dewasa, tipe metamorfosis ini disebut metamorfosis tidak langsung atau metamorfosis sempurna.

Serangga yang mengalami metamorphosis sempurna yaitu seperti pada serangga dari ordo Coloeptera (bangsa kumbang), Diptera (bangsa lalat), Lepidoptera (bangsa kupu-kupu dan ngengat), Hymenoptera (bangsa semut dan tabuhan), nyamuk, lebah madu, dan lain-lain.Habitat serangga dewasa dan pradewasa ada yang sama dan ada yang berbeda. Pada ordo Lepidoptera, larva aktif makan dan biasanya menjadi hama, sedanngkan serangga dewasa hanya menghisap nectar atau madu bunga. Pada ordo Coloeptera, umumnya larva dan imago aktif makan dengan habitat yang sama, sehingga kedua-duanya menjadi hama.

alt="Siklus Hidup Nyamuk Culex" src="https://www.dosenpendidikan.co.id/wp-content/uploads/2019/07/Siklus-Hidup-Nyamuk-Culex.jpg" style="height:324px; width:329px" />

Gambar. Siklus Hidup Nyamuk Culex

Pengendalian hormon pada serangga

Hormon ecdyson (moulting hormone)dapat mempengaruhi sel epidermis di bawah zat khitin menghasilkan enzim yang melisiskan lapisan khitin (apolisis). Oleh karena itu, terjadi pemisahan antara chitin dan sel epidermis, kemudian sel epidermis mensintesis chitin baru yang masih lunaksebagai pengganti chitin yang sudah rapuh.

Tekanan hidrostatik cairan tubuh menyebabkan chitin lama pecah di bagian dorsal kepala. Pecah makin memanjang di bagian dorsal, badan yang baru muncul sedikit demi sedikit akhirnya muncul sampai duri-duri baru pada kaki. Sehingga dapat disimpulkan bahwa moulting hormones akan diproduksi ketika lapisan kutikula lama mengelupas dan terbentuk yang baru.

alt="Pengendalian hormon ecdyson dan juvenille" src="https://www.dosenpendidikan.co.id/wp-content/uploads/2019/07/Pengendalian-hormon-ecdyson-dan-juvenille.jpg" style="height:326px; width:350px" />

Gambar. Pengendalian hormon ecdyson dan juvenille

Metamorfosis Pada Katak

Perubahan Organisasi Selama Proses Metamorfosis

Pada amphibi, metamorphosis selalu dikaitkan antara larva dengan perubahan lingkungan hidupnya yaitu dari lingkungan perairan menjadi individu yang dapat bertahan hidup di darat. Sejalan dengan perubahan lingkungan inin sejalan dengan perubahan material makanan. Perubahan pola organisasi hewan selam metamorphosis ada yang berjalan progresif dan ada yang berjalan regresif, oleh karena itu digolongkan menjadi tiga kelompok :

  1. Struktur-struktur atau organ-organ yang diperlukan selama masa larva tetap terdapat organ lain yang memilki struktur atau fungsi sama pada hewan dewasa mungkin hilang semua.
  2. Beberapa orga tumbuh dan berkembang selama dan setelah proses metamorphosis.
  3. Organ-organ yang ada dan berfungsi selama masa sebelum dan setelah metamorphosis mengalami perubahan sesuai model dan kebutuhan hidup dari individidu dewasa.

Proses regresif selama metamorphosis berudu katak adalah ekor yang panjang dan semua strukturnya mengalami resorpsi, penutup insang akan menutup dan rongga peribrankia juga menghilang. Gigi tanduk yang ada di sekitar mulut akan mengalami penataan kembali menjadi gigi-gigi yang terletak pada permukaan rahang, sementara bentuk mulutnya mengalami perubahan. Bumbung kloaka mengalami reduksi dan pemendekan. Beberapa pembuluh darah juga mengalami reduksi termasuk bagian-bagian dari arkus aortikus. Proses pemebntukan organ baru selama metamorphosis adalah perkembangan kaki yang sangat progesif terutama penambahan ukuran dan perubahan bentuk.

Kaki depan yang tumbuh dalam selaput operculum, memcah dan tumbuh ke luar. Telinga tengah berkembang dan berhubungan dengan celah faring pertama. Membrane timpani tumbuh dengan baik di sokong  oleh rawan timpani. Mata terdesak kea rah dorsal kepala dan kelopak mata tumbuh. Lidahnya tumbuh baiak di dasar mulut. Organ-organ yang tetap  berfungsi sebelum dan sesudah masa larva adalah kulit dan saluran pencernaan. Kulit berudu ditutup oleh dua lapisan epidermis. Selam metamorphosis, jumlah lapisan epidermis meningkat sehingga terjadi penebalan dan pada permukaannya akan mengalami penandukan.

Kelenjar-kelenjar serosa dan mukosa akan tumbuh pada epidermis dan kemudian tenggelam sapai ke jaringa ikat pada lapisan dermis. Organ hilang selama proses metamorphosis. Warna pigmen kulit juga mengalami perubahan, baik pola maupun warnanya. Saluran pencernaan yang sebelumnya sangat panjang dan melingkar pad masa larva, mengalami pemendekan kea rah depan dan menjadi relative lurus pada hewan dewasa (Surjono,2001).

Selain perubahan morfologis, amphibi juga  mengalami perubahan fisiologis. Fungsi endokrin pancreas katak mulai terjadi selama metamorphosis katak berkaitan dengan perubahan fungsi hati dalam mengubah glukosa menjadi glikogen. Perubahan lain yaitu perubahan sistem ekskresi pada berudu produk ekskresi berupa amoniak dapat dengan mudah dibuang ke lingkungan perairan melui proses difusi dari tubuh. Tetapi pada hewan dewasa hal ini tidak dapat dilakukan.

Sementara itu, deposit amoniak yang berlebihan dalam tubuh dapat menyebabkan keracunan. Seekor katak mengekskresikan urea dan sedikit sekali dalam bentuk amoniak. Perubahan ini terjadi pada masa akhir metamorphosis yaitu ketika hati mengalami perubahan fungsi dan membantu sintesis urea dan amoniak yang dihasilkan. Proses reduksi insang dan ekor berudu dipengaruhi oleh autolysis dari komponen jaringan organ tersebut, dibantu oleh sel-sel makrofag yang memakan sisa-sisa sel yang mengalami kematian.

alt="Metamorfosis Katak" src="https://www.dosenpendidikan.co.id/wp-content/uploads/2019/07/Metamorfosis-Katak.jpg" style="height:184px; width:350px" />

Gambar. Metamorfosis Katak

Penyebab Terjadinya Metamorfosis Amphibia

Pemacu (trigger) metamorfosis Amfibia adalah hormon tiroksin. Besar kecilnya kadar troksin diekspresikan dalam tahapan metamorfosis. Pengaturan sekresi tiroksin dilakukan oleh poros hipothalamus-hipofisis-kelenjar tiroid. Thyrotropin Releasing Hormon  (TRH) dari hipothalamus mempengaruhi sekresi I(TSH) dari hipofise. TSH mempengaruhi pertumbuhan dan sekresi kelenjar tiroid untuk menghasilkan hormon tiroksin. Kadar tiroksin paling kecil menstimulasi pembentukan kaki belakang.

Bila kadar tiroksin meningkat sedikit mempengaruhi resorbsi intestinum. Kadar meningkat lagi mempengaruhi pembentukankaki depan. Kadar paling tinggi menyebabkan pembentukan resorbsi ekor. Sebaliknya bila larva dipelihara dalam lingkungan tiroksin, maka metamorphosis lebih cepat, tetapi tidak sempurna karena pertumbuhan kaki tertinggal. Selain tiroksin, hormon yang terkait dalam metamorfosis yaitu prolaktin dari adenohipofisis. Prolaktin sebagai imbangan tiroksin. Bila pengaruh tiroksi terlalu kuat maka ditahan oleh prolaktin (sebagai antimetamorfosis). Tiroksin tinggi menyebabkan banyak kehilangan air, sedangkan prolaktin menghambat kehilangan air. Interaksi tiroksin-prolaktin menyebabkan metamorfosis sekunder pada salamandra (Haryianto,2009).

Reaksi Jaringan Tubuh Amfibia Terhadap Proses Metamorfosis

Penyebab utama terjadinya proses metamorfosis itu adalah hadirnya hormon-hormon kelenjar tiroid. Misalnya bagaimana hanya sel-sel tertentu (insang dan ekor saja) yang mengalami degenerasi sedangkan bakal kaki depan dan belakang malah tumbuh, suatu sistem yang bekerja secara antagonis. Apakah tidak mungkin hasil penghancuran sel-sel yang mengalami kematian pada reduksi ekor, insang dan saluran pencernaan juga digunakan untuk membangun organ-organ yang baru muncul.untuk mengetahui hal tersebut, telah dilakukan penelitian yang telah dilakukan.

Apabila sebagian dari ekor berudu dicangkokkan pada tubuh berudu yang lain dan berudu itu mengalami metamorfosis maka ekor yang ditransplaritasikan itu akan ikut mengalami resopsi. Sebaliknya apabila satu mata berudu yang lain dan berudu itu mengalami metamorfosis maka ekor yang transplaritasikan itu akan ikut mengalami resorpsi. Sebaliknya, apabila satu mata berudu dicangkok pada ekor berudu yang siap bermetamorfosis maka mata pada ekor itu tidak akan ikut diresorpsi setelah masa metamorfosis terjadi. Ketika ekor mengalami pemendekan, maka mata pada ekor itu akan terbawa mendekat dan tetap hidup pada bagian sakral katak tersebut.

Karakter reaksi jaringan terhadap stimulus dari kelenjar tiroid tergantung pada tempat tetapi pada keadaan alami dari organ itu sendiri. Percobaan serupa dilakukan untuk membuktikan bahwa stimulus dari kelenjar tirois dibawa oleh pembuluh darah, karena hanya dengan cara itulah stimulus dapat mencapai tiap-tiap target. Dengan demikian sekret dari kelenjar tiroid adalah hormon yang memiliki kemampuan khusus. Apa yang terjadi apabila suatu jaringan yang dipengaruhi oleh hormon kelenjar tiroid di determinasi oleh sifat-sifat reaktif dari jaringan itu sendiri atau dikenal sebagai sifat kompetensi. Sifat kompetensi dari suatu jaringan tidak secara langsung berhubungan dengan struktur histologinya. Pada berudu miotom dari ekor mengalami resorpsi selama proses etamorfosis, sementara miotom dari kaki tidak banyak mengalaminya.

Lebih jauh telah diketahui bahwa bagian tubuh yang berbeda bereaksi tidak sama terhadap dosis hormon kelenjar tiroid.bila hormon tiroid diberikan pada berudu dengan dosis yang sangat rendah, maka dapat menyebabkan terjadinya pertumbuhan kaki belakan dan pemendekan saluran pencernaan. Pemberian dosisi yang lebih tinggi akan memicu munculnya kaki depan. Dosis yang lebih besar diperlukan untuk terjadi resorpsi ekor.

Disini terdapat bukti bahwa diperlukan dosis yang berlipat agar reaksi dapat terjadi. Pada bagian ekor yang berbeda diperlukan kelipatan dosis yang berbeda pula. Bagian ujung ekor tampak lebih reaktif dibandingkan pangkal ekor. Secara umum tampak bahwa sensitivitas terhadap hormon-hormon kelenjar tiroid direfleksikan oleh bagian-bagian tubuh yang dipengaruhinya selama perkembangan normal. Bagian yang memiliki sensitivitas tinggi (kadar hormon rendah, misalnya pertumbuhan kaki) merespon lebih dahulu dibandingkan dengan bagian-bagian tubuh yang memiliki sensitivitas rendah (memerlukan konsentrasi hormon tinggi, misalnya reduksiekor).

Percobaan lain yang membuktikan adanya pengaruh dosis hormon ini adalah dengan cara menginjeksikan hormon dengan dosis tinggi diberikan kepada berudu yang masih muda. Apabila hormon dengan dosis tinggi diberikan pada berudu yang masih muda, maka metamorfosis dapat terjadi secara serentak, dan urut-urutan kejadian pada proses itu menjadi kacau, proses penghancuran organ terjadi lebih cepat dibandingkan dengan proses pembentukan organ. Kaki depan akan muncul lebih cepat sebelum jadi, ekor akan mengalami reduksi lebih cepat sebelum kakinya terbentuk sempurna dan berfungsi dalam mengatur gerakan. Hasilnya sudah barang tentu hewan akan mengalami kesulitan dan kematian.

Proses-Proses Induksi Selama Metamrfosis Amfibia

Kulit yang menutup ekor berudu seharusnya ikut mengalami nekrosis selama proses metamorfosis, tetapi kenyataannya tidak mengalami nekrosis apabila kulit ekor itu dicangkokkin pada tubuh tanpa sel-sel otot ekor yang ada dibawhnya. Apabila pada kulit ekor itu masih terdapat sel-sel otot yang ikut dicangkkan ke bagian tubuh manapun, maka kulit itu akan tetap mengalami nekrosis. Ini adalah bukti nyata bahwa hormon kelenjar tiroid itu hanya mempunya efek langsung kepada jaringan otot dan apabila kulit yang melinkupinya ikut mengalami resorpsi itu adalah akibat sekunder.

Sebuah kejadian yang lebih kompleks pada proses ini adalah terbentuknya membran timpani pada katak. Telinga yang berupa rongga berhubugan dengan rongga mulut melalui saluran eustakhius merupakan salah satu struktur yang tumbuh secara progresif selama proses metamorfosis. Diferensiasi membran timpani terjadi menjelang berakhirnya masa metamorfosis. Dimulai dengan terbentuknya rawan yang berbentukcincin (disebut rawan timpani) yang berkembang sebagai penonjolan dari rawan kuadrat.

Kulit yang kemudian tumbuh menjadi membran timpani semula tampak tidak berbeda dengan kulit yang ada disekitarnya. Selama masa metamorfosis,jaringan ikut kulit di daerah yang akan menjadi membran timpani mengalai reorganisasi. Lapisan serabut (stratum compacium) terpecah karena aktifasi sel-sel fagositis dan sebuah lapisan jaringan ikat bau yang lebih tipis kemudian dibangun di tempat ini. Pada membran timpani yang sudah sempurna, ketebalan kulitnya akan menjadi kurang dari setengah ketebalan kulit normal, tetapi lebih kompak dan berbeda pigmentasinya.

Oleh karena itu diketahui bahwa diferensiasi membran timpani bukanlah sebagai akibat langsung dari hormon kelenjar tiroid tetapi diinduksi oleh rawan timpani. Apabila rawan timpani dihilangkan sebelum masa metamorfosis, maka membran timpani tidak akan berkembang. Apabila daerah ditutup dengan kulit yang berasal dari bagian tubuh yang lain,maka membran timpani tetap akan berkembang.sebaliknya apabila rawan timpani dicangkokkan dibawah kulit diatas rawan kulit timpani itu akan mengalami diferensiasi menjadi membran timpani.

Ranta peristwa yang saling berinterksi sebelum membran timpani mengalami diferensiasi yaitu pada tahap pertama adalah terbentuknya hipofisis rudimenter berikutnya. Berikutnya terjadi pertumbuhan karena terjadinya invaginasi stomodem yang diinduksi oleh lapisan endoderm mulut. Hipofisis kemudian mensekresikan hormon tirotropik yang mengaktivasi kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid kemudian melepaskan hormon-hormon kelejar tiroid yang menyebabkan bagian posterior rawan kuadrat mengalami diferensiasi menjadi rawan timpani. Rawan timpani kemudian menstimulus kulit di atasnya sehingga mengalami diferensiasi menjadi membran timpani.

Tag

Artikel Terkait

Kuis Terkait

Video Terkait

Cari materi lainnya :