Home » Kongkow » Sejarah » Perlawanan Rakyat Indonesia Melawan Kolonial Belanda

Perlawanan Rakyat Indonesia Melawan Kolonial Belanda

- Rabu, 09 Februari 2022 | 10:49 WIB
Perlawanan Rakyat Indonesia Melawan Kolonial Belanda

Kedatangan Belanda yang awalnya hanya untuk berdagang, pada perjalanannya berusaha untuk mengusai berbagai wilayah yang ada di Indonesia salah satunya adalah dengan menggunakan strategi devide et impera (adu domba).

Belanda membela salah satu pihak yang bersengketa kemudian mengambil keuntungan dari konflik intern dalam sebuah wilayah. Kemudian Belanda memaksa untuk memonopoli perdagangan yang ada di Indonesia. Karena alasan-alasan tersebut akhirnya muncullah pmberontakan yang terjadi di sejumlah wilayah.

Baca juga: Perlawanan Raden Mas Said dan Pangeran mangkubumi

Ciri-ciri perlawanan bangsa Indonesia melawan Belanda sebelum abad ke-20 adalah:

  1. Bersifat kedaerahan

  2. Perjuangan berupa fisik

  3. Tergantung pada pemimpin

  4. Sering gagal karena berbagai kendala salah satunya persenjataan

  5. Tidak adanya persatuan yang kuat sehingga mudah diadu domba

  6. Bersifat sporadic yang artinya tidak terorganisir dengan baik

  7. Belum ada tujuan yang jelas.

Beberapa perlawanan yang dilakukan masyarakat Indonesia terhadap Belanda, antara lain:

1. Perang Saparua di Ambon

Merupakan perlawanan rakyat Ambon dipimpin Thomas Matulesi (Pattimura). Dalam pemberontakan tersebut, seorang pahlawan wanita bernama Christina Martha Tiahahu melakukan perlawanan dengan berani. Perlawanan Pattimura dapat dikalahkan setelah bantuan pasukan Belanda dari Jakarta datang. Pattimura bersama tiga pengikutnya ditangkap dan dihukum gantung.

2. Perang Paderi di Sumatra Barat

Perlawanan rakyat terhadap Belanda, merupakan perlawanan yang sangat menyita tenaga dan biaya sangat besar bagi rakyat Minang dan Belanda. Bersatunya Kaum Paderi (ulama) dan kaum adat melawan Belanda, menyebabkan Belanda kesulitan memadamkannya. Bantuan dari Aceh juga datang untuk mendukung pejuang Paderi. Belanda benar-benar menghadapi musuh yang tangguh.

Belanda menerapkan sistem pertahanan Benteng Stelsel. Benteng Fort de Kock di Bukit tinggi dan Benteng Fort van der Cappelen merupakan dua benteng pertahanannya. Dengan siasat tersebut akhirnya Belanda menang ditandai jatuhnya benteng pertahanan terakhir Paderi di Bonjol tahun 1837. Tuanku Imam Bonjol ditangkap, kemudian diasingkan ke Priangan, kemudian ke Ambon, dan terakhir di Menado hingga wafat tahun 1864.

Baca juga: Perang Melawan Kolonialisme Dan Imperialisme: Orang-Orang Cina Berontak Melawan VOC

3. Perang Diponegoro 1825-1830

Perang Diponegoro merupakan salah satu perang besar yang dihadapi Belanda. Latar belakang perlawanan Pangeran Diponegoro diawali dari campur tangan Belanda dalam urusan politik Kerajaan Yogyakarta.

Sebab-sebab umum perlawanan Diponegoro.

  1. Kekuasaan Raja Mataram semakin lemah, wilayahnya dipecah- pecah.

  2. Belanda ikut campur tangan dalam urusan pemerintahan dan pengangkatan raja pengganti.

  3. Kaum bangsawan sangat dirugikan karena sebagian besar sumber penghasilannya diambil alih oleh Belanda. Mereka dilarang menyewakan tanah bahkan diambil alih haknya.

  4. Adat istiadat keraton menjadi rusak dan kehidupan beragama menjadi merosot.

  5. Penderitaan rakyat yang berkepanjangan sebagai akibat dari berbagai macam pajak, seperti pajak hasil bumi, pajak jembatan, pajak jalan, pajak pasar, pajak ternak, pajak dagangan, pajak kepala, dan pajak tanah.

 

Belanda membangun jalan baru pada bulan Mei 1825. Mereka memasang patok-patok pada tanah leluhur Diponegoro. Terjadi perselisihan saat pengikut Diponegoro Patih Danureja IV mencabuti patok-patok tersebut.

Belanda segera mengutus serdadu untuk menangkap Pangeran Diponegoro. Perang tidak dapat dihindarkan, pada tanggal 20 Juli Tegalrejo sebagai basis pengikut Diponegoro direbut dan dibakar Belanda.

Pada bulan Maret 1830 Diponegoro bersedia mengadakan perundingan dengan Belanda di Magelang, Jawa Tengah. Perundingan tersebut hanya sebagai jalan tipu muslihat karena ternyata Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke Manado, kemudian ke Makasar hingga wafat tahun 1855.

Setelah berakhirnya Perang Jawa (Diponegoro), tidak lagi muncul perlawanan yang lebih berat di Jawa.

4. Perang Aceh

Semangat jihad (perang membela agama Islam) merupakan spirit perlawanan rakyat Aceh. Jendral Kohler terbunuh saat pertempuran di depan masjid Baiturrahman Banda Aceh. Kohler meninggal dekat dengan pohon yang sekarang diberi nama Pohon Kohler.

Siasat konsentrasi stelsel dengan sistem bertahan dalam benteng besar oleh Belanda tidak berhasil. Belanda semakin terdesak, korban semakin besar, dan keuangan terus terkuras.

Belanda sama sekali tidak mampu menghadapi secara fisik perlawanan rakyat Aceh. Menyadari hal tersebut, Belanda mengutus Dr. Snouck Hurgroje yang memakai nama samaran Abdul Gafar seorang ahli bahasa, sejarah ,dan sosial Islam untuk mencari kelemahan rakyat Aceh.

Setelah lama belajar di Arab, Snouck Hugronje memberikan saran-saran kepada Belanda mengenai cara mengalahkan orang Aceh. Menurut Hurgronje, Aceh tidak mungkin dilawan dengan kekerasan, sebab karakter orang Aceh tidak akan pernah menyerah, jiwa jihad orang Aceh sangat tinggi.

Baca juga: Perang Melawan Kolonialisme Dan Imperialisme: Rakyat Riau Angkat Senjata

Taktik yang paling mujarab adalah dengan mengadu domba antara golongan Uleebalang (bangsawan) dengan ulama. Belanda menjanjikan kedudukan pada Uleebalang yang bersedia damai.

Taktik ini berhasil, banyak Uleebalang yang tertarik pada tawaran Belanda. Belanda memberikan tawaran kedudukan kepada para Uleebalang apabila kaum ulama dapat dikalahkan. Sejak tahun 1898 kedudukan Aceh semakin terdesak.

Belanda mengumumkan perang Aceh selesai tahun 1904. Namun demikian perlawanan sporadis rakyat Aceh masih berlangsung hingga tahun 1930-an.

5. Perlawanan Sisingamangaraja di Sumatra Utara

Perlawanan rakyat terhadap Belanda di Sumatra Utara dilakukan Sisingamangaraja XII, perlawanan di Sumatra Utara berlangsung selama 24 tahun. Pertempuran diawali dari Bahal Batu sebagai pusat pertahanan Belanda tahun 1877.

Untuk menghadapi Perang Batak (sebutan perang di Sumatra Utara), Belanda menarik pasukan dari Aceh. Pasukan Sisingamangaraja dapat dikalahkan setelah Kapten Christoffel berhasil mengepung benteng terakhir Sisingamangaraja di Pakpak.

Kedua putra beliau Patuan Nagari dan Patuan Anggi ikut gugur, sehingga seluruh Tapanuli dapat dikuasai Belanda.

6. Perang Banjar

Perang Banjar berawal ketika Belanda campur tangan dalam urusan pergantian raja di Kerajaan Banjarmasin. Belanda memberi dukungan kepada Pangeran Tamjid Ullah yang tidak disukai rakyat.

Sedangkan Sultan Adam cenderung untuk memilih Pangeran Hidayatullah. Alasannya memiliki  perangai yang baik, taat beragama, luas pengetahuan, dan disukai rakyat. Sebaliknya Pangeran Tamjid kelakuannya kurang terpuji, kurang taat beragama dan bergaya hidup kebarat-baratan meniru orang Belanda.

Belanda menekan Sultan Adam dan mengancam supaya mengangkat Pangeran Tamjid. Kebencian rakyat lama-lama berubah menjadi bentuk perlawanan yang terjadi di mana-mana.

Pemberontakan dilakukan oleh Prabu Anom dan Pangeran Hidayat. Perlawanan tersebut dipimpin oleh seorang figur yang didambakan rakyat, yaitu Pangeran Antasari.

Akibat musuh terlalu kuat, beberapa orang pemimpin perlawanan ditangkap. Pangeran Hidayatullah  ditawan oleh Belanda pada tanggal 3 Maret 1862, dan diasingkan ke Cianjur, Jawa Barat. Pada tanggal 11 Oktober 1862, Pangeran Antasari wafat.

Tahun 1862 Pangeran Hidayat menyerah dan berakhirlah perlawanan Banjar di pulau Kalilmantan. Perlawanan benar-benar dapat dipadamkan pada tahun 1866. Sepeninggal Pangeran Antasari, para pemimpin rakyat mufakat sebagai penggantinya adalah Gusti Mohammad Seman, putra Pangeran Antasari.

7. Perang Jagaraga di Bali

Perang Jagaraga berawal ketika Belanda dan kerajaan di Bali bersengketa tentang hak tawan karang. Hak tawan karang berisi bahwa setiap kapal yang kandas di perairan Bali merupakan hak penguasa di daerah tersebut.

Pemerintah Belanda memprotes Raja Buleleng yang menyita dua kapal milik Belanda. Raja Buleleng tidak menerima tuntutan Belanda untuk mengembalikan kedua kapalnya, persengketaan ini menyebabkan Belanda melakukan serangan terhadap kerajaan Buleleng tahun 1846.

Belanda berhasil menguasai kerajaan Buleleng, sementara Raja Buleleng menyingkir ke Jagaraga dibantu oleh Kerajaan Karangasem.

Setelah berhasil merebut Benteng Jagaraga, Belanda melanjutkan ekspedisi militer tahun 1849. Dua kerajaan Bali, Gianyar dan Klungkung menjadi sasaran Belanda. Tahun 1906, seluruh kerajaan di Bali jatuh ke pihak Belanda setelah rakyat melakukan perang habis-habisan sampai mati, yang dikenal dengan Perang Puputan.

Kamu telah melakukan kajian beberapa perlawanan rakyat Indonesia di berbagai daerah. Para pahlawan telah menunjukkan kegigihan melawan Belanda. Namun, sampai akhir abad XIX, Belanda belum berhasil diusir dari Indonesia.

Kondisi Indonesia yang berpulau-pulau menyulitkan transportasi dan komunikasi masyarakat pada masa lalu. Akibatnya rakyat Indonesia melakukan perlawanan di daerahnya sendiri. Hal ini dimanfaatkan Belanda untuk melakukan strategi memecah belah bangsa Indonesia.

Belanda juga menggunakan strategi mengasingkan para pemimpin perlawanan. Sebagai contoh Pangeran Diponegoro diasingkan di Sulawesi, Cut Nya Dien diasingkan di Jawa Barat, Tuanku Iman Bonjol juga diasingkan ke Ambon.

Strategi tersebut merupakan upaya Belanda memutus komunikasi pemimpin dengan rakyat. Terbatasnya komunikasi dan transportasi pada masa lalu, menyebabkan terputusnya hubungan pemimpin dengan pengikut. 

Cari Artikel Lainnya