Home » Kongkow » Pendidikan Agama Islam » Empat Jenis Hukum Menikah Menurut Islam

Empat Jenis Hukum Menikah Menurut Islam

- Sabtu, 07 Mei 2022 | 11:00 WIB
Empat Jenis Hukum Menikah Menurut Islam

Menikah adalah anjuran dalam agama Islam, namun dalam sejumlah kondisi konsekuensi hukumnya bisa berubah. Sehingga dalam kondisi tertentu menikah hukumnya bisa menjadi wajib, sunah, makruh dan haram.

Empat jenis hukum menikah menurut Islam.

1. Wajib
Seseorang bisa diwajibkan menikah tatkala hasratnya untuk menikah sudah muncul dan sudah sulit baginya menghindari zina. Bagi mereka yang secara finansial sudah berkemampuan untuk menikah hukumnya wajib menikah.

2. Sunah dan Mubah
Menikah bisa menjadi sekedar sunah saja hukumnya. Hal ini berlaku jika seseorang sudah mampu namun belum merasa takut jatuh kepada zina. Dimubahkan juga bagi seseorang untuk menikah tatkala tidak ada hal apapun yang menuntutnya untuk menikah dari segi finansial, biologis, dan usia, dan terhindar dari kemungkinan terjadinya kezaliman.

3. Makruh
Bagi orang yang tidak punya penghasilan sama sekali dan tidak sempurna kemampuan untuk berhubungan seksual. Maka hukumnya makruh bila menikah.

4. Haram
Hukum haram dalam pernikahan bisa muncul dikarenakan banyak hal, diantaranya adalah jika seseorang tidak mampu secara finansial dan sangat besar kemungkinannya tidak bisa menafkahi keluarganya kelak. Pernikahan bisa juga haram hukumnya jika tidak ada kemampuan berhubungan seksual.

Pernikahan juga bisa menjadi haram jika syarat sah dan kewajiban tidak terpenuhi bahkan dilanggar. Ada banyak klasifikasi nikah yang diharamkan dalam Islam seperti nikah mut'ah (sejenis kawin kontrak) dan nikah syighar (seperti barter). Indikasi terjadinya kezaliman dalam rumah tangga juga bisa menyebabkan pernikahan menjadi haram untuk dilakukan.

Menikah adalah sunnah Nabi Muhammad SAW yang sering pula disebut-sebut sebagai penyempurna ibadah seseorang. Menikah ini memang disunnahkan bagi yang mampu baik mental dan finansial. Namun bagi mereka yang belum mampu maka Allah SWT memerintahkan mereka untuk MENJAGA KESUCIAN diri seperti disebutkan pada Surah An-Nuur ayat 33.

وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِينَ لَا يَجِدُونَ نِكَاحًا حَتَّى يُغْنِيَهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ

“Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya.”

Surah An-Nuur ini kemudian dipertegas lagi dengan hadis sahih dari Nabi Muhammad SAW yang menyatakan sebagai berikut:

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ

'Wahai para pemuda, barangsiapa yang memiliki baa-ah , maka menikahlah. Karena itu lebih akan menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu adalah pengekang syahwatnya yang menggelora'

Contoh:

Seorang pemuda berusia 25 tahun berkeinginan untuk menikah tetapi secara ekonomis kondisinya belum memadai dan secara psikologis juga belum siap cara tepat agar pemuda tersebut terhindar dari perbuatan dosa adalah MENJAGA KEMALUAN, apabila ia tidak mampu maka ia hendaknya BERPUASA.

Berdasarkan hadis di atas, cara terbaik menjaga kesucian diri adalah dengan BERPUASA sebab menurut Nabi Muhammad, puasa ini adalah pengekang syahwat yang ada pada diri sehingga tidak menghinakan martabat manusia. Selain berpuasa, ulama lainnya juga menganjurkan agar memperbanyak ibadah lain agar energi dan pikirannya teralih. Allah SWT pasti akan memberi kemudahan bagi mereka yang berniat untuk menjaga kesucian diri.

Sumber :
Cari Artikel Lainnya