Home » Kongkow » Sejarah » Asal Usul Persebaran Nenek Moyang di Indonesia

Asal Usul Persebaran Nenek Moyang di Indonesia

- Rabu, 17 November 2021 | 15:54 WIB
Asal Usul Persebaran Nenek Moyang di Indonesia

Indonesia memiliki sejarah panjang mengenai peradabannya. Di Indonesia, banyak ditemukan jenis-jenis manusia purba dengan ciri-ciri tubuh yang berbeda dengan manusia sekarang. Teori tentang asal usul persebaran nenek moyang bangsa Indonesia ini adalah hal yang penting untuk dipelajari. 

Menurut pendapat Sarasin bersaudara, penduduk asli asli kepulauan Indonesia adalah ras berkulit gelap dan bertubuh kecil. Pada mulanya mereka tinggal di Asia bagian Tenggara. Ketika zaman es mencair dan air laut naik hingga berbentuk laut Cina selatan dan laut Jawa sehingga memisahkan pegunungan vulkanik kepulauan Indonesia dari daratan utama.

Beberapa penduduk asli kepulauan Indonesia tersisa dan menetap di daerah-daerah pedalaman, sedangkan daerah pantai dihuni oleh penduduk pendatang. Penduduk asli itu disebut sebagai suku bangsa Vedda oleh Sarasin. Ras yang masuk dalam kelompok ini adalah suku bangsa Hieng di Kamboja, Miaotse, Yao-Jen di Cina, dan Senoi di Semenanjung Malaya.

Baca juga: Mengenal Manusia Purba dan Jenis-jenisnya

Beberapa suku bangsa seperti Kubu, Lubu, Talang Mamak yang mendiami Sumatra dan Toala di Sulawesi merupakan penduduk tertua di kepulauan Indonesia. Mereka mempunyai hubungan erat dengan nenek moyang Melanesia masa kini dan orang Vedda yang saat ini masih ada di Afrika, Asia Selatan, dan Oceania. Vedda itulah manusia pertama yang datang ke pulau-pulau yang sudah berpenghuni. Mereka membawa budaya perkakas batu. Ras Melanesia dan Vedda hidup dalam budaya mesolitik.

Pendatang berikutnya membawa budaya baru yaitu budaya neolitik. Para pendatang baru itu jumlahnya lebih banyak dari penduduk asli. Mereka datang dalam dua tahap. Mereka disebut oleh Sarasin sebagai Proto Melayu dan Deutero Melayu. Kedatangan Proto Melayu dan Deutero Melayu terpisah diperkirakan lebih dari 2000 tahun yang lalu.

1. Proto Melayu

Proto Melayu diyakini sebagai nenek moyang orang Melayu Polinesia yang tersebar dari Madagaskar sampai pulau paling timur di Pasifik. Mereka diperkirakan datang dari Cina bagian selatan. Ras Melayu ini memiliki ciri-ciri: rambut lurus, kulit kuning kecoklatan dan mata sipit.

Dari Cina bagian selatan (Yunan) mereka bermigrasi ke Indocina dan Siam kemudian ke kepulauan Indonesia. Mereka pada awalnya menempati pantai-pantai Sumatra Utara, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Barat.

Ketika datang para imigran baru (Deutro Melayu atau Ras Melayu Muda), mereka ras Proto Melayu berpindah masuk ke pedalaman dan mencari tempat baru ke hutan untuk dijadikan hunian. Kehidupan di dalam hutan menjadikan mereka terisolasi dari dunia luar sehingga memudarkan peradaban mereka. Penduduk asli dan ras Proto Melayu pun kemudian melebur dan kemudian menjadi suku Batak, Dayak, Toraja, Alas, dan Gayo.

Baca juga: Proses Terbentuknya Kepulauan Indonesia

Persebaran suku Dayak hingga ke Filipina selatan, Serawak dan Malaka menunjukkan rute perpindahan mereka dari kepulauan Indonesia. Sementara suku Batak yang mengambil rute ke Barat menyusuri pantai Burma dan Malaka Barat. Beberapa kesamaan bahasa yang digunakan oleh suku Karen di Burma banyak mengandung kemiripan dengan bahasa Batak.

2. Deutero Melayu

Ras Deutero Melayu adalah ras yang datang dari Indocina bagian utara. Ras ini membawa budaya baru berupa perkakas dan senjata besi di kepulauan Indonesia atau kebudayaan Dongson. Ada yang menyebut mereka dengan sebutan orang Dongson.

Peradaban mereka lebih tinggi dari ras Proto Melayu. Mereka dapat membuat perkakas dari perunggu. Peradaban mereka ditandai dengan keahlian mengerjakan logam. Perpindahan mereka ke kepulauan Indonesia dapat dilihat dari rute persebaran alat-alat yang mereka tinggalkan di beberapa kepulauan di Indonesia seperti kapak persegi panjang. Peradaban ini dapat dijumpai di Sumatra, Kalimantan, Malaka, Sulawesi, Jawa, dan Nusa Tenggara Timur.

Ras Deutero Melayu memiliki peradaban pelayaran lebih maju dari pendahulunya karena petualangan mereka sebagai pelaut dibantu dengan penguasaan mereka terhadap ilmu perbintangan. Perpindahan ras Deutero Melayu juga menggunakan jalur pelayaran laut. Sebagian dari ras Deutero Melayu ada yang mencapai kepulauan Jepang bahkan hingga sampai Madagaskar.

Kedatangan ras Deutero Melayu di Indonesia semakin lama semakin meningkat. Mereka kemudian berpindah mencari tempat baru ke hutan sebagai tempat hunian mereka. Pada akhirnya Proto dan Deutero Melayu melebur dan menjadi penduduk di kepulauan Indonesia.

Pada masa berikutnya mereka menjadi sulit dibedakan. Proto Melayu meliputi penduduk di Gayo dan Alas di Sumatra bagian utara serta Toraja di Sulawesi. Sementara itu, semua penduduk di kepulauan Indonesia kecuali penduduk Papua yang tinggal di sekitar pulau-pulau Papua adalah ras Deutero Melayu.

3. Melanesoid

Ras Melanesoid ini tersebar di lautan Pasifik di pulau-pulau yang letaknya sebelah timur yaitu Irian dan benua Australia. Di kepulauan Indonesia mereka tinggal di Papua, bersama dengan Papua Nugini, Bismarck, Solomon, New Caledonia dan Fiji, mereka merupakan rumpun Melanesoid. Seperti dikatakan Daldjoeni, suku Melanesoid sekitar 70% menetap di Papua sedangkan 30% mendiami beberapa kepulauan di sekitar Papua dan Papua Nugini.

Awalnya, kedatangan Melanesoid di Papua berawal saat zaman es terakhir atau pada tahun 70.000 SM. Pada saat itu kepulauan Indonesia belum berpenghuni. Ketika suhu turun hingga kedinginan maksimal dan air laut menjadi beku. Permukaan laut menjadi lebih rendah 100 m dibandingkan permukaan saat ini. Pada saat itulah muncul pulau-pulau baru. Adanya pulau-pulau itu memudahkan makhluk hidup berpindah dari Asia menuju kawasan Oseania.

Suku Melanesoid melakukan perpindahan ke timur hingga ke Papua kemudian ke Benua Australia yang sebelumnya merupakan satu kepulauan yang berhubungan dengan Papua. Suku Melanesoid saat itu hingga mencapai 100 ribu jiwa meliputi wilayah Papua dan Australia. Peradaban bangsa Melanesoid dikenal dengan paleotikum.

Pada saat masa es berakhir dan air laut mulai naik lagi pada tahun 5000 SM, kepulauan Papua dan Benua Australia terpisah seperti yang dapat dilihat saat ini. Pada saat itu jumlah penduduk mencapai 0,25 juta dan pada tahun 500 SM mencapai 0,5 jiwa.

Asal mula bangsa Melanesia yaitu Proto Melanesia yang merupakan penduduk pribumi di Jawa. Mereka ialah manusia wajak yang tersebar pada bagian timur dan menduduki Papua sebelum zaman es berakhir dan sebelum kenaikan permukaan laut yang terjadi pada saat itu. Di Papua manusia wajak hidup berkelompok-kelompok kecil di sepanjang muara-muara sungai.

Baca juga: Teori Asal-usul Nenek Moyang Bangsa Indonesia

Bangsa Proto Melanesoid terus terdesak oleh bangsa Melayu. Mereka yang belum sempat mencapai kepulauan Papua akhirnya melakukan percampuran dengan ras baru tersebut. Percampuran bangsa Melayu dengan Melanesoid menghasilkan keturunan Melanesoid Melayu. Saat ini mereka merupakan penduduk Nusa Tenggara Timur dan Maluku.

4. Negrito dan Weddid

Sebelum kedatangan kelompok Melayu tua dan muda, orang-orang Negrito dan Weddid sudah masuk terlebih dahulu ke Indonesia. Negrito merupakan sebutan yang diberikan oleh orang-orang Spanyol karena yang mereka jumpai itu berkulit hitam mirip dengan jenis-jenis Negro. Sejauh mana kelompok Negrito ini bertalian darah dengan jenis-jenis Negro yang terdapat di Afrika serta kepulauan Melanesia, demikian pula bagaimana sejarah perpindahan mereka juga belum banyak diketahui dengan pasti.

Kelompok Weddid ini terdiri oleh orang-orang dengan kepala mesocephal dan letak mata yang dalam sehingga nampak seperti berang. Kulit mereka coklat tua dan tinggi untuk laki-lakinya rata-rata 155 cm. Weddid berarti jenis Wedda (bangsa yang terdapat di pulau Ceylon- Srilanka). Persebaran orang-orang Weddid di Indonesia cukup luas misalnya di Palembang dan Jambi (Kubu), Siak, dan Sulawesi tenggara (Toala, Tokea dan Tomuna).

Periode imigrasi berlangsung berabad-abad. Terdapat kemungkinan mereka berasal dalam satu kelompok ras yang sama dan dengan budaya yang sama pula. Mereka itulah nenek moyang orang Indonesia saat ini.

Sekitar 170 bahasa yang digunakan di Kepulauan Indonesia adalah bahasa Austronesia yaitu Melayu-Polinesia. Bahasa tersebut selanjutnya dikelompokkan menjadi dua oleh Sarasin yaitu bahasa Aceh dan bahasa-bahasa di pedalaman Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi.

Kelompok kedua adalah bahasa Batak, Melayu standar, Jawa dan Bali. Kelompok ini memiliki hubungan dengan bahasa Malagi di Madagaskar dan Tagalog di Luzon. Persebaran geografis kedua bahasa itu menunjukkan bahwa penggunanya adalah pelaut-pelaut pada masa dahulu yang sudah mempunyai peradaban lebih maju.

Di samping bahasa-bahasa itu, ada juga bahasa Halmahera Utara dan Papua yang digunakan di pedalaman Papua dan pulau Halmahera bagian utara.

Credits Photo: wix.com

Cari Artikel Lainnya