Home » Kongkow » Sejarah » Bagaimana Jalannya Perlawanan Maluku Angkat Senjata?

Bagaimana Jalannya Perlawanan Maluku Angkat Senjata?

- Jumat, 21 Januari 2022 | 12:34 WIB
Bagaimana Jalannya Perlawanan Maluku Angkat Senjata?

Perlawanan Maluku angkat senjata dimulai saat masuknya Portugis di Maluku pada tahun 1521 tepatnya di wilayah Ternate. Tentu di awal Portugis sangat disambut baik oleh penguasa di sana. Portugis diizinkan untuk membangun aktivitas di Ternate.

Kemudian pada tanggal 8 November 1521 armada Spanyol yang dipimpin oleh Goncalo Gomes dan Carvalhinho tiba di Maluku juga. Beda dengan Portugis, Spanyol memasuki pelabuhan Tidore.

Hubungan antara negara Eropa dan pribumi Maluku mulai menghasilkan cerita baru. Pada tahun 1522, Antonio de Brito membuat benteng di Ternate yang bernama Saint John.

Baca juga: Perlawanan Aceh Versus Portugis dan VOC

Pertikaian Portugis dengan Tidore muncul ketika Antonio de Brito mendengar kapal dari Banda yang ingin membeli cengkeh. Merasa ini persaingan dagang, Portugis menghancurkan kapal tersebut.

Karena tenggelam di dekat Tidore, Orang Tidore membunuh tujuh belas Portugis. Namun, pertikaian ini tidak berlangsung lama. Aliansi Portugis dan Ternate berhasil menahan serangan aliansi Tidore dan Spanyol.

Konflik pun mereda sesaat. Hingga akhirnya muncul konflik lagi ketika aliansi Portugis dan Ternate mengalahkan aliansi Tidore dan Spanyol. Hingga akhirnya ditandatangani perjanjian damai yaitu Perjanjian Zaragoza. Cerita Maluku Angkat Senjata diawali setelah Perjanjian Zaragoza dan keluarnya Spanyol dari Maluku.

Dengan keluarnya Spanyol dari Maluku, maka Portugis secara leluasa memonopoli perdagangan di Maluku. Keserakahan dan ketamakan Portugis membuat rakyat Maluku angkat senjata.

Baca juga: Kekuasaan Kongsi Dagang VOC Masa Kolonialisme dan Imperialisme

Seperti apa Maluku angkat senjata melawan bangsa barat seperti Portugis dan VOC?

Kedatangan Bangsa Belanda ke Maluku disambut dengan tangan terbuka. Hal ini dikarenakan bahwa bangsa Portugis adalah bangsa yang dimusuhi oleh bangsa Maluku dan bangsa Belanda.

Hingga kemudian bangsa Maluku saling bekerja sama dengan bangsa Belanda untuk mengusir bangsa Portugis. Setelah Portugis meninggalkan Maluku pada tahun 1613, VOC merebut benteng Portugis yang disebut dengan Benteng Victoria. Hingga kemudian mendirikan benteng baru yang dinamakan Benteng Oranje.

Perlawanan Maluku

Menurut Miskuindu dalam Sejarah Nasional Indonesia (2019), awal dari Maluku mengangkat senjata dimulai saat peperangan dipimpin oleh Kakikali pada tahun 1646 namun perlawanan ini cepat dipadamkan oleh VOC.

Maluku angkat senjata melawan VOC yang paling fenomenal adalah di Tidore pada tahun 1779. Perlawanan ini dipimpin oleh Sultan Nuku setelah tertangkapnya Sultan Jamalludin.

Sultan Nuku melakukan strategi Politik Devide et Impera, sama dengan taktik yang dilakukan bangsa barat untuk melawan Belanda. Cara yang dilakukan adalah dengan cara menghasut orang Inggris untuk mengusir VOC.

Setelah berhasil, Sultan Nuku menyerang bangsa Inggris untuk keluar dari Maluku. Upaya ini berhasil mempertahankan Maluku dari bangsa barat hingga akhir hayatnya. 

Baca juga: Penjajahan Pemerintah Belanda | Masa kolonialisme dan Imperialisme

Perang Pattimura

Setelah kepergian Inggris karena perjanjian Traktar London, Belanda kembali menguasai Indonesia pada awal abad ke 19. Adanya Belanda di Maluku justru menambah kesengsaraan bagi rakyat Maluku. 

Rakyat Maluku tidak mau terus menderita dibawah keserahahan bangsa belanda, oleh karena itu, perlu mengadakan perlawanan untuk menentang kebijakan belanda di bawah pimpinan  komando Thomas Matulessy atau biasa disebut Kapitan Pattimura.

Kapitan Pattimura mengawali peperangan dengan menyerang pos-pos dan benteng Belanda di Saparua pada 16 Mei 1817. Penyerangan tersebut membuahkan hasil, Kapitan Pattimura berhasil kmerebut Benteng Duurstede. 

Belanda dengan kekuatan lebih 200 prajurit di bawah pimpinan Mayor Beetjes menyerang Pattimura dan pasukannya di Saparua. Upaya perebutan kembali benteng Duurstede dan Saparua dapat digagalkan oleh Pattimura dan pasukannya. 

Kemenangan dalam pertempuran lain juga didapatkan oleh Pattimura di sekitar pulau Seram, Hatawano, Hitu, Haruku, Waisisil dan Larike.

Dalam buku Kapitan Pattimura (1985) karya I.O Nanulaitta, Pengkhianatan Raja Booi dari Saparua mengakibatkan Pattimura tertangkap dan dihukum gantung. Raja Booi membocorkan informasi tentang strategi perang Pattimura dan rakyat Maluku, sehingga Belanda mampu merebut kembali Saparua.

Sumber : kompas.com
Cari Artikel Lainnya