Home » Kongkow » Cerpen » Bel Sepeda

Bel Sepeda

- Sabtu, 04 November 2017 | 12:44 WIB
Bel Sepeda
Hari ini menjadi hari yang bahagia bagi Rudi karena dia merayakan ulang tahunnya yang ke sepuluh. Meski sang ibu sudah tiada lima tahun yang lalu, dia masih punya seorang ayah yang sangat menyayanginya. Dalam ulang tahunnya kali ini dia berdo’a agar saat besar nanti bisa membahagiakan ayah dan almarhumah ibunya.
“Rudi... sekarang kamu potong kuenya ya...” Ucap ayahnya sambil memberika pisau. “Baik ayah.” Jawabnya sambil menerima pisau. Setelah memotong kue pertama, kemudian Rudi berkata, “Ini potongan roti pertama spesial untuk ayahku tercinta.” “Terima kasih ya sayang.” Ucap ayahnya sambil menerima potongan kue itu.
Ayah Rudi kemudian memeluk dan mencium kening putranya itu, serta berdo’a agar cita-cita putranya bisa tercapai. Lalu ayahnya memberikan sebuah kado dan berkata, “Rudi, maafkan ayah. Apa yang ada di dalam kotak kado ini mungkin terkesan sederhana. Tapi ayah berharap ada manfaatnya untukmu.”
Rudi lantas segera membuka isi kado itu yang ternyata adalah sebuah bel sepeda. Lalu dia berkata, “Wah... bel sepeda... Ini istimewa yah, sederhana bagaimana maksud ayah ?” Lalu ayahnya menjawab, “Syukurlah kalau kamu suka. Ayah juga ikut senang.”
Sehari kemudian Rudi berangkat dan pulang sekolah dengan sepeda yang sudah terpasang bel itu. Dia semakin bersemangat menimba ilmu. Saat jalanan dalam keadaan sepi, dia terkadang membunyikan bel itu untuk menghibur dirinya.
Suatu ketika turun hujan cukup deras hingga membuat Rudi berteduh dulu di sekolah sebelum dia pulang. Setelah itu akhirnya hujan sudah reda satu jam kemudian. Tanpa buang-buang waktu, Rudi segera pulang ke rumah. Di tengah perjalanan nampak jalanan becek akibat hujan yang turun tadi. Rudi tidak turun dari sepeda dan menuntunnya, malah dia menerobos jalan becek itu. Karena tidak hati-hati, dia terjatuh. Bel sepedanyapun terbentur batu yang cukup besar hingga bel tersebut retak sebagian dan tidak bisa dibunyikan.
Setibanya di rumah, sang ayah terkejut melihat seragam Rudi yang kotor. Lalu berkatalah ayahnya, “Astaga Rudi... mengapa bajumu kotor begini ?” Rudi pun langsung menjawab, “Maaf ayah... tadi aku menerobos jalanan yang becek, lalu aku terjatuh dan bajku jadi kotor.” Sambil geleng-geleng kepala ayahnya lalu berkata, “Lain kali hati-hati, jangan ceroboh. Harusnya kamu tuntun saja sepedanya.” Kemudian ayahnya juga mengamati sepeda Rudi dan kemudian kembali berbicara, “Bel sepedamu kok tidak ada ?” Rudi lalu menjawab, “Ayah tenang saja, belnya ada di tasku. Tadi sengaja aku lepas.”
Setelah itu Rudi masuk ke rumah dan segera ganti baju. Dalam hati dia berkata, “Ayah tidak boleh tahu kalau bel sepeda yang sudah dia belikan rusak gara-gara kecerobohanku.” Lalu Rudi menyembunyikan bel sepeda itu di lemarinya.
Beberapa hari berikutnya ayah Rudi akhir-akhir ini merasakan ada yang janggal pada putranya itu. Rudi seperti menyembunyikan sesuatu darinya. Ayah Rudi juga semakin dibuat curiga lantaran dia sudah tidak melihat lagi bel sepeda Rudi. Lantas ayahnya berusaha mencari tahu.
Suatu malam setelah makan Rudi bergegas ke kamarnya. Dan sang ayah diam-diam mengintainya dengan mengintip dari pintu yang tidak dikunci Rudi. Lalu Rudi membuka lemari dan mengambil bel sepedanya yang sudah rusak. Rudi memandangi bel sepeda itu serta memikirkan apa yang harus dia lakukan dengan bel yang rusak itu.
Tiba-tiba ayahnya masuk dan berkata, “Rudi, apa yang sedang kamu lakukan ?” Rudi tampak kaget dan menyembunyikan bel sepeda itu di belakangnya. Karena penasaran ayahnya kemudian kembali berkata, “Ada apa dengan bel sepeda itu, coba tunjukkan pada ayah!” Rudi tetap menyembunyikannya dan dia tidak bisa berkata-kata. “Rudi... kamu tidak dengar ya, ayo tunjukkan bel sepeda itu. Jangan buat ayah marah !” Ucap sang ayah dengan nada bicara yang lebih lantang.
Karena tidak ada pilihan lain, akhirnya Rudi memperlihatkan bel itu pada ayahnya dengan wajah yang takut. “Kenapa bel sepeda ini, kok bisa sampai retak seperti ini ? Tidak bisa dibunyikan pula.” Karena terdesak Rudi akhirnya berkata yang sejujurnya. “Maafkan aku yah, bel itu terbentur batu yang cukup besar saat aku terjatuh mengayuh sepeda di jalanan yang becek beberapa hari yang lalu. Aku sangat menyesal sudah merusak bel sepeda yang sudah ayah belikan itu. Sekali lagi aku minta maaf yah. Ayah boleh menghukumku kalau ayah mau.”
Kemudian ayah Rudi memegang lengan Rudi dan berkata, “Dengar ya nak, lain kali jangan pernah menyembunyikan sesuatu dari ayah. Ayah sangat tidak suka itu. Dan asal kamu tahu, meski bel sepeda ini retak dan sudah tidak bisa dibunyikan, ayah masih punya sesuatu yang sampai kapanpun tidak akan retak dan setiap kali berbunyi.”
Rudi bingung sekaligus penasaran dengan ucapan ayahnya itu. “Memangnya apa yah sesuatu yang ayah maksud itu ?” Sambil tersenyum ayahnya berkata, “Hati ayah. Hati ayah sampai kapanpun tidak akan retak dan setiap kali berbunyi di depan Rudi. Bunyinya seperti ini “Ayah sangat mencintai Rudi.” Begitu bunyinya.”
Mendengar ucapan sang ayah, Rudi langsung memeluk ayahnya sambil menangis dan juga berkata, “Aku juga sangat sayang ayah. Sekali lagi maafkan aku yah.” Kemudian ayahnya berkata, “Sudah-sudah, ayah sudah memaafkanmu. Kapan-kapan kita beli lagi bel sepedanya. Sekarang kamu tidur ya, besok kamu harus kembali ke sekolah.”
Kemudian Rudi tidur, tapi dia ingin ditemani ayahnya. Sang ayah lalu juga mengatakan kalau Rudi jangan terlalu memikirkan bel sepeda itu. Dia lebih baik belajar yang rajin agar cita-citanya tercapai.

***
Cari Artikel Lainnya