Home » Kongkow » Cerpen » HUJAN 14.20

HUJAN 14.20

- Rabu, 15 November 2017 | 15:00 WIB
HUJAN 14.20

Seorang anak perempuan sedang duduk sendiri di ruang kelasnya. Tiba-tiba, tiga anak perempuan berjalan mendekatinya. Mereka adalah Tari, Rara, dan Desi. Nada tampak ketakutan, ia mengira mereka akan mengejeknya seperti anak-anak yang lain. Tapi ternyata, mereka bertiga tidak berniat mengejek Nada, tetapi ingin berteman dengan Nada. Nada sangat terkejut. Baru kali ini ada yang ingin berteman dengannya. Mengingat bicaranya gagap. “A…a…a…apa kalian bercanda?” Rara dan desi menggeleng, lalu berkata, “Apa salahnya jika kau gagap dan berteman dengan kami?” Nada pun tersenyum dengan jawaban itu.

Minggu ini adalah minggu yang padat bagi Nada. Tugas dan kegiatan sekolah harus diselesaikannya dengan baik. Ditambah sejak memiliki teman, hari-harinya lebih penuh rasa. Segala kepenatan tugas yang harus diselesaikannya tak bermakna berat. Jam istirahat dihabiskannya bersama sahabat barunya. Ketika berkumpul ada saja hal-hal yang membuat mereka tertawa. Bahkan Tari tak segan meledek Nada dengan tertawa gaya gagap, padahal Nada hanya gagap ketika berbicara, “hhh..ha..hha…hahha..,” Nada tidak merasa sakit hati sedikitpun. Ternyata kekurangannya membuat kebersamaan itu makin menyenangkan.

Kebersamaan mereka membuat seseorang merasa tidak suka, dia adalah Rani. Sejak dulu Rani memang tidak menyukai Tari, Rara, dan Desi. Yang membuatnya semakin tidak suka adalah keberadaan Nada diantara mereka. Dia berfikir tidak mungkin si gagap Nada berteman dengan orang yang cara bicaranya normal. Karena kesal, Rani mencari sela di waktu istirahat untuk berbicara dengan Nada. Rani menyampaikan bahwa Tari, Rara, dan Desi mau berteman dengannya karena rasa kasihan. Nada sangat kecewa mendengarnya. “Me….mmme…reka tidak mungkin bbegi..begitu.”ucap Nada. “ Coba pikirkan,kau itu gagap. Jika bukan karena kasihan, lantas karena apa?” Rani pun meninggalkan Nada sendiri. Perkataan Rani membuat nada lebih memilih diam dalam beberapa hari dan membuat sahabatnya kebingungan.

Saat Nada baru sampai di sekolah, dia terkejut mendengar Tari menyampaikan bahwa dia mendapat nilai UTS terbaik. “ Be…be…benarkah?” “Iya Nada, untuk apa aku berbohong? Selamat Nada.” Jawab Rara. “Te…te…terima kasih.” Nada meletakkan tasnya dikursi, lalu Rani mendekatinya, “Lihatlah Nada, senyuman itu hanya tipuan!” sambil tersenyum sinis. “Su…sudahlah Rani! Me…mmme..reka adalah tte…temanku, mereka ti…tidak akan begitu.” “ Jadi kau tidak percaya! Ya sudahlah, terserah kau saja!”ucap Rani dengan ketus. Nada hanya menggelengkan kepala melihat sikap Rani.

Di akhir pelajaran hari ini, Bu Ella memerintahkan tiap siswa untuk membuat puisi dan membacakannya di depan kelas. Ketika giliran Rani membaca puisi, wajahnya terlihat pucat. Bu Ella membawanya ke rumah sakit . Semetara itu, di sekolah semua temannya mengkhawatirkan kondisinya. Bu Ella menyampaikan bahwa Rani memiliki kelainan jantung. Tidak ada yang menyangka tentang hal itu.

Bu Ella memberi kabar gembira untuk Nada, bahwa Nada terpilih mewakili sekolah untuk mengikuti lomba cipta puisi dengan tema Kebersamaan. Tidak perlu waktu lama bagi Nada untuk menyelesaikannya. Ia segera menyerahkan puisinya kepada Bu Ella. “Memang tidak salah ibu memilihmu untuk mengikuti lomba ini.”puji bu Ella.
“Dimana semua guru saat ini Tari?”tanya Rani. “Semua guru ada di aula sekarang.”jawab Tari. Rani pun berjalan menuju kantor guru. Tari mengikuti Rani diam-diam karena merasa curiga. Betapa terkejutnya Tari dengan apa yang dilihatnya. Ia pun segera kembali ke kelas dan memutuskan untuk tidak menceritakan kepada siapapun apa yang telah dilihatnya.
Tiba-tiba Nada muncul dengan wajah murung, semua temannya bertanya mengapa dia tak bersemangat. Nada hanya terdiam seribu bahasa, ia tampak kecewa atas suatu hal yang tak seorang pun yang tahu. Beberapa saat kemudian Bu Ella muncul dan Rara bertanya tentang lomba puisi. Dengan berat hati Bu Ella mengatakan bahwa sekolah mereka didiskualifikasi, karena mengirim puisi yang tidak sesuai tema. “Sepertinya ada yang menukar puisi milik Nada. Ibu sempat membaca puisi karya Nada. Dan ibu sendiri yang meletakkannya di map. Ini kesalahan ibu, tidak meletakkan puisinya pada tempat yang benar.” Mendengar perkataan Bu Ella kelas menjadi hening.

Di tengah keheningan kelas dengan mengumpulkan segala keberanian, Tari mencoba menjelaskan kepada Bu Ella. Bahwa puisi itu bukan karena salah meletakkan, tetapi memang ada yang menukar puisi Nada dengan puisi yang lain. “Siapa yang berani melakukan itu?” Tanya Bu Ella. “Maaf sebelumnya, kuharap nama yang aku sebutkan bisa menjadi lebih baik dari apa yang terjadi ini. Rani bu pelakunya. Kemarin saya melihatnya pergi ke kantor guru dan menukar puisi Nada.” Kata Tari panjang lebar. “Itu memang benar! Aku yang menukar puisi Nada dengan puisi milikku! Aku tidak ingin anak gagap seperti Nada memenangkan lomba itu!” Kata Rani penuh amarah, Nada hanya tertunduk sedih tidak percaya atas apa yang didengarnya. Tiba-tiba penyakit jantung Rani kambuh dan seketika ia pun jatuh pingsan.

Langit tampak mendung, Nada merapatkan jaketnya karena dingin mulai terasa. Ia menikmati udara yang seakan memberitahu bahwa hujan akan turun. Benar saja, ketika Nada membuka payung hujan turun menemani langkahnya. Ia berhenti di depan kamar yang bertuliskan VIP 205. Orang tua Rani menerima kedatangan Nada dengan senang hati dan meminta tolong kepadanya untuk menemani Rani sebentar karena harus membeli sesuatu.

Sunyi senyap menghampiri keduanya, Rani bingung apa yang harus dikatakan kepada Nada. Ia merasa tak harus meminta maaf, karena baginya dia tidak melakukan kesalahan. Nada pun demikian, tidak tau apa yang harus disampaikan. Nada mencoba mengawali untuk memecah kesunyian dan rasa canggung diantara mereka.
“Aa…aku akan mengatakan se…suatu. De…dengarkan ssa..ja. Aa…ku tak pernah me…minta untuk gagap. Ta…pi ada yang mengajarkanku ba…bahwa apa yang kualami ma…masih lebih baik dibandingkan di…dirinya. Be..berjalan saja i..ia tertatih, meraba apa yang a…ada disekelilingnya. Ke…ketika ia mu..mulai berbicara, di..dia bertanya se..seperti apa hujan dan langit itu? A..aku berusaha menjelaskannya dengan ba..bahasa gagapku. Semua yang ki..kita lihat secara n…nyata, ia tangkap ber….berdasar imajinasinya. Ia tetap ce..ceria dengan se…segala kekurangannya, ia adalah a…adikku, Ran.” Suasana makin hening setelah Nada bercerita tentang adiknya.

Nada menarik nafas,” A..aku berharap kau da..dapat menyisipkan cinta di ba…balik ha…hatimu untuk se…segala yang ada di….di sekitarmu. Banyak hal yang perlu kita syukuri da…dari kekurangan ki…kita. Aku dengan ga…gagapku dan kau harus ber…bertahan dengan penyakitmu. Pilihlah ber…berbahagia Ran untuk kesehatanmu.” Kulihat Rani menatap hujan di jendela kamar, lalu bola matanya berpindah pada jam dinding yang menunjukkan pukul 14.20.

Tiba-tiba Rani memegang tanganku, “Maafkan aku….” Ucap. Hujan 14.20. Kata maafnya bukan kata maaf yang kudengar selama ini dari siapapun, karena kata maafnya adalah kata cinta Rani untukku, aku juga membalas genggaman tangannya. “Segeralah sembuh, Ran.” Doaku dalam hati.

Cari Artikel Lainnya