Home » Kongkow » Kesehatan » Dampak Buruk Penyakit Stunting, Kenali Penyebab dan Ciri-cirinya

Dampak Buruk Penyakit Stunting, Kenali Penyebab dan Ciri-cirinya

- Selasa, 10 Mei 2022 | 07:00 WIB
Dampak Buruk Penyakit Stunting, Kenali Penyebab dan Ciri-cirinya

Mengutip dari Buletin Stunting yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan RI, stunting adalah kondisi yang ditandai ketika panjang atau tinggi badan anak kurang jika dibandingkan dengan umurnya. Mudahnya, stunting adalah kondisi di mana anak mengalami gangguan pertumbuhan sehingga menyebabkan tubuhnya lebih pendek ketimbang teman-teman seusianya.

Banyak yang tidak tahu kalau anak pendek adalah tanda dari adanya masalah gizi kronis pada pertumbuhan tubuh si kecil.

Terlebih lagi, jika kondisi ini dialami oleh anak yang masih di bawah usia 2 tahun dan harus segera ditangani dengan segera dan tepat.

Anak masuk ke dalam kategori stunting ketika panjang atau tinggi badannya menunjukkan angka di bawah -2 standar deviasi (SD). Penilaian status gizi yang satu ini biasanya menggunakan grafik pertumbuhan anak (GPA) dari WHO.

Tubuh pendek pada anak yang berada di bawah standar normal merupakan akibat dari kondisi kurang gizi yang telah berlangsung dalam waktu lama. Hal tersebut yang kemudian membuat pertumbuhan tinggi badan anak terhambat sehingga mengakibatkan dirinya tergolong stunting.

Jadi singkatnya, anak dengan tubuh pendek belum tentu serta merta mengalami stunting. Kondisi ini hanya terjadi ketika asupan nutrisi harian anak kurang sehingga memengaruhi perkembangan tinggi badannya.

Penyebab Anak Mengalami Stunting

Status gizi buruk pada ibu hamil dan bayi merupakan faktor utama yang menyebabkan anak balita mengalami stunting. Ada banyak sekali hal-hal yang dapat memicu terjadinya gizi buruk iniBerikut adalah penyebab gizi buruk pada ibu hamil dan bayi yang masih sering ditemui:

1. Pengetahuan ibu yang kurang memadai

Sejak di dalam kandungan, bayi sudah membutuhkan berbagai nutrisi untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Untuk mencapai ini, ibu harus berada dalam keadaan sehat dan bergizi baik. Jika ibu tidak memiliki pengetahuan akan asupan nutrisi yang baik untuknya dan janin, hal ini akan sulit didapatkan.

Begitu pula setelah lahir, 1000 hari pertama kehiduan (0-2 tahun) adalah waktu yang sangat krusial untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Pada masa ini, bayi membutuhkan ASI eksklusif selama 6 bulan dan tambahan makanan pendamping ASI (MPASI) yang berkualitas setelahnya. Oleh karena itu, ibu harus memiliki pengetahuan yang cukup mengenai gizi anak.

Faktor lainnya yang juga dapat memicu stunting adalah jika anak terlahir dengan kondisi sindrom alkohol janin (fetus alcohol syndrome). Kondisi ini disebabkan oleh konsumsi alkohol berlebihan saat hamil yang kemungkinan diawali ketidaktahuan ibu akan larangan terhadap hal ini.

2. Infeksi berulang atau kronis

Tubuh mendapatkan energi dari asupan makanan. Penyakit infeksi berulang yang dialami sejak bayi menyebabkan tubuh anak selalu membutuhkan energi lebih untuk melawan penyakit. Jika kebutuhan ini tidak diimbangi dengan asupan yang cukup, anak akan mengalami kekurangan gizi dan akhirnya berujung dengan stunting.

Terjadinya infeksi sangat erat kaitannya dengan pengetahuan ibu dalam cara menyiapkan makan untuk anak dan sanitasi di tempat tinggal.

3. Sanitasi yang buruk

Sulitnya air bersih dan sanitasi yang buruk dapat menyebabkan stunting pada anak. Penggunaan air sumur yang tidak bersih untuk masak atau minum disertai kurangnya ketersediaan kakus merupakan penyebab terbanyak terjadinya infeksi. Kedua hal ini bisa meninggikan risiko anak berulang-ulang menderita diare dan infeksi cacing usus (cacingan).

4. Terbatasnya layanan kesehatan

Kenyataannya, masih ada daerah tertinggal di Indonesia yang kekurangan layanan kesehatan. Padahal, selain untuk memberikan perawatan pada anak atau ibu hamil yang sakit, tenaga kesehatan juga dibutuhkan untuk memberi pengetahuan mengenai gizi untuk ibu hamil dan anak di masa awal kehidupannya.

 

Ciri-ciri stunting pada anak

Perlu dipahami bahwa tidak semua anak balita yang berperawakan pendek mengalami stunting. Masalah kesehatan ini merupakan keadaan tubuh yang sangat pendek dilihat dari standar baku pengukuran tinggi badan menurut usia berdasarkan standar WHO.

Menurut Kemenkes RI, balita bisa diketahui stunting bila sudah diukur panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standar, dan hasil pengukurannya ini berada pada kisaran di bawah normal. Seorang anak termasuk dalam stunting atau tidak, tergantung dari hasil pengukuran tersebut. Jadi tidak bisa hanya dikira-kira atau ditebak saja tanpa pengukuran.

Selain tubuh yang berperawakan pendek dari anak seusianya, ada juga ciri-ciri lainnya yakni:

  • Pertumbuhan melambat

  • Wajah tampak lebih muda dari anak seusianya

  • Pertumbuhan gigi terlambat

  • Performa buruk pada kemampuan fokus dan memori belajarnya

  • Usia 8-10 tahun anak menjadi lebih pendiam, tidak banyak melakukan kontak mata terhadap orang di sekitarnya

  • Berat badan balita tidak naik bahkan cenderung menurun.

  • Perkembangan tubuh anak terhambat, seperti telat menarche (menstruasi pertama anak perempuan).

  • Anak mudah terserang berbagai penyakit infeksi.

Sementara untuk tahu apakah tinggi anak normal atau tidak, Anda harus secara rutin memeriksakannya ke pelayanan kesehatan terdekat. Anda bisa membawa si kecil ke dokter, bidan, posyandu, atau pun puskesmas setiap bulan.

 

Dampak Stunting terhadap Kesehatan Anak

Stunting pada anak dapat mempengaruhinya dari ia kecil hingga dewasa. Dalam jangka pendek, stunting pada anak menyebabkan terganggunya perkembangan otak, metabolisme tubuh, dan pertumbuhan fisik. Sekilas, proporsi tubuh anak stunting mungkin terlihat normal. Namun, kenyataannya ia lebih pendek dari anak-anak seusianya.

Seiring dengan bertambahnya usia anak, stunting dapat menyebabkan berbagai macam masalah, di antaranya:

  • Kecerdasan anak di bawah rata-rata sehingga prestasi belajarnya tidak bisa maksimal.

  • Sistem imun tubuh anak tidak baik sehingga anak mudah sakit.

  • Anak akan lebih tinggi berisiko menderita penyakit diabetes, penyakit jantung, stroke, dan kanker.

Dampak buruk stunting yang menghantui hingga usia tua membuat kondisi ini sangat penting untuk dicegah. Gizi yang baik dan tubuh yang sehat merupakan kunci dari pencegahan stunting.

 

Cara Pencegahan Stunting

Cara mencegah stunting menurut Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga, yakni:

Cara mencegah stunting untuk ibu hamil dan bersalin

Beberapa cara mencegah stunting untuk ibu hamil dan bersalin yaitu:

  • Pemantauan kesehatan secara optimal beserta penanganannya, pada 1.000 hari pertama kehidupan bayi.

  • Pemeriksaan kehamilan atau ante natal care (ANC) secara rutin dan berkala.

  • Melakukan proses persalinan di fasilitas kesehatan terdekat, seperti dokter, bidan, maupun puskesmas.

  • Memberikan makanan tinggi kalori, protein, serta mikronutrien untuk bayi (TKPM).

  • Melakukan deteksi penyakit menular dan tidak menular sejak dini.

  • Memberantas kemungkinan anak terserang cacingan.

  • Melakukan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan penuh.

Anda bisa berdiskusi dengan dokter kandungan untuk melakukan pencegahan stunting yang sudah disarankan di atas.

Cara mencegah stunting untuk anak balita

Sementara itu cara mencegah stunting pada balita, yaitu:

  • Rutin memantau pertumbuhan perkembangan balita.

  • Memberikan makanan tambahan (PMT) untuk balita.

  • Melakukan stimulasi dini perkembangan anak.

  • Memberikan pelayanan dan perawatan kesehatan yang optimal untuk anak.

Anda bisa berdiskusi dengan dokter anak untuk menyesuaikan dengan kebiasaan si kecil, agar pencegahan stunting bisa dilakukan.

Cara mencegah stunting untuk anak usia sekolah

Anak sekolah juga perlu diberi pembekalan sebagai upaya pencegahan stunting, seperti:

  • Memberikan asupan gizi sesuai kebutuhan harian anak.

  • Mengajarkan anak pengetahuan terkait gizi dan kesehatan.

Lakukan secara perlahan dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh anak-anak.

Untuk remaja

Meski stunting pada remaja tidak bisa diobati, tapi masih bisa dilakukan perawatan, di antaranya:

  • Membiasakan anak untuk melakukan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), pola gizi seimbang, tidak merokok, dan tidak memakai narkoba

  • Mengajarkan anak mengenai kesehatan reproduksi

Anda bisa melakukannya pada anak yang sudah masuk usia remaja, yaitu 14-17 tahun.

Untuk dewasa muda

Berikut cara mencegah stunting pada usia dewasa muda:

  • Memahami seputar keluarga berencana (KB)

  • Melakukan deteksi dini terkait penyakit menular dan tidak menular

  • Senantiasa menerapkan perilaku hidup bersih sehat (PHBS), pola gizi seimbang, tidak merokok, dan tidak memakai narkoba.

Intinya, jika ingin mencegah stunting, asupan serta status gizi seorang calon ibu harus baik.

Hal ini kemudian diiringi dengan memberikan asupan makanan yang berkualitas ketika anak telah lahir.

Cari Artikel Lainnya