Home » Kongkow » kongkow » 5 Alasan Kenapa Banyak Warga Tolak Rapid Test Corona, sampai Tim Medis Diusir-usir Segala

5 Alasan Kenapa Banyak Warga Tolak Rapid Test Corona, sampai Tim Medis Diusir-usir Segala

- Senin, 22 Juni 2020 | 15:36 WIB
5 Alasan Kenapa Banyak Warga Tolak Rapid Test Corona, sampai Tim Medis Diusir-usir Segala

Gemes banget rasanya tiap liat berita atau nonton video warga yang menolak mentah-mentah tim medis yang datang buat melakukan rapid test. Nggak perlu berprofesi jadi tenaga kesehatan buat memahami gimana sakit hatinya diusir-usir sama warga, saat datang membawa niat baik. Sampai artikel ini ditulis, entah sudah ada berapa penolakan yang terjadi di berbagai daerah, mulai dari Bogor, Makassar, NTT. Padahal rapid test sangat penting dilakukan demi melacak persebaran virus corona. Bukannya mau menormalisasi, tapi sebenarnya ada sisi wajarnya juga kenapa warga ramai-ramai menolak rapid test. Mereka memang salah, tapi nggak sepenuhnya salah juga. Ada sejumlah alasan yang mungkin jadi faktor penyebab kenapa penolakan rapid test ini gencar dilakukan. Bahkan saat sudah jelas-jelas ada tetangga atau orang sekitar mereka yang terbukti positif corona, bukannya khawatir ikut ketularan, eh, malah menolak dites. Hmm…

1. Warga yang menolak rapid test itu sebenarnya kurang mendapatkan informasi yang valid dari tim medis. Karena masih serba abu-abu, jadinya ya pada males dites

Nggak bisa dimungkiri, kurangnya sosialisasi jadi salah satu faktor kenapa banyak warga menolak dites sama tim medis. Masih banyak yang nggak paham apa itu rapid test dan kenapa tes tersebut perlu dilakukan. Mungkin komunikasi antara tim medis dengan perangkat desa juga kurang terbangun dengan baik, jadinya pesan yang ingin disampaikan dan niat baik yang ingin dilakukan jadi nggak tersalur gitu. Bahkan bisa jadi masih banyak juga warga yang belum sepenuhnya paham sebahaya apa virus corona itu. Ya, tahu sendiri gimana penyampaian informasi soal wabah ini sejak awal benar-benar bikin puyeng~

2. Di tengah sosialisasi yang kurang, masyarakat malah terpapar banyak informasi simpang siur dari internet dan grup-grup perbincangan daring. Over informasi ini bikin mereka merasa paling paham

Sebenarnya, masyarakat sendiri punya akses yang luas dalam mencari informasi soal virus corona. Mereka biasanya memperoleh informasi tersebut dari grup WA, situs-situs berita, atau media sosial. Tapi, banyak dari mereka yang belum bisa memilah dan memilih mana info yang valid dan mana yang cuma hoaks. Namun, bukannya berusaha mencari info yang benar, nggak sedikit yang justru merasa paling paham sedunia, padahal yang dia percaya itu bisa aja cuma hoaks. Ditambah minimnya sosialisasi yang dilakukan pemerintah atau tim medis, membuat makin banyak orang sok tahu soal virus corona. Akibatnya, saat ada nakes yang mau rapid test, malah ditolak. Bilangnya nggak butuh, bla bla bla.

3. Penolakan rapid test juga bisa terjadi karena rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan tenaga medis. Lagi-lagi, mungkin aja ini terjadi karena mereka udah termakan info-info di internet

Inilah pentingnya kenapa sedari awal harusnya pemerintah punya sikap yang tegas dan alur komunikasi yang ringkas terkait penanganan pandemi ini. Soalnya, ketika pemerintah masih “goyah” dan “meraba-raba”, masyarakat sudah asyik sendiri menelan informasi-informasi di internet soal virus ini, padahal belum tentu yang dikonsumsi itu info yang valid. Alhasil, saat tim medis mau melakukan rapid test, yang ada mereka nggak percaya, entah dibilang lahan bisnis lah, konspirasi lah, macem-macem deh. Sedih looo!

4. Belum lagi ada risiko pengucilan bagi mereka yang terbukti positif virus corona. Banyak banget buktinya, orang pada takut tertular hingga melakukan diskriminasi kepada korban Covid-19

Banyak yang menganggap orang yang positif Covid-19 itu harus dikucilkan. Mereka dianggap menjijikkan dan jadi aib lingkungan sekitar. Saya sendiri pernah dengar cerita dari teman saya yang berprofesi sebagai perawat. Teman sesama perawatnya sampai diusir dari kampung dan terpaksa harus ngekos karena sehari-hari ia bekerja merawat pasien Covid-19. Bahkan belum terbukti positif corona aja udah dikucilkan. Fakta inilah yang juga menambah daftar alasan kenapa banyak warga menolak dites. Mereka sebenarnya takut aja kalau ternyata dirinya positif lalu dikucilkan lingkungan sekitar. Lagi-lagi karena minim informasi~

5. Ditambah adanya bayang-bayang isolasi yang mengerikan. Suasana isolasi pasien Covid-19 seringkali digambarkan sebagai tempat yang sepi dan membosankan

Pasien yang positif Covid-19 memang harus dirawat di ruangan terpisah dari pasien lain. Mereka juga nggak boleh ditemani keluarga dan dijenguk oleh siapapun. Cuma tenaga medis aja yang boleh keluar masuk ruangan, itupun harus dengan APD lengkap. Bayang-bayang mengerikan dari ruang isolasi inilah yang mungkin bikin banyak orang takut dites. Soalnya ketika ternyata mereka positif, mereka juga harus siap dipisahkan sementara dari keluarganya. Ternyata memberi pengertian warga soal betapa pentingnya rapid test itu nggak semudah yang dibayangkan ya. Di sini jelas pemerintah punya peran yang sangat penting. Kalau nggak benar-benar ditindaklanjuti, ya harus siap dengan kemungkinan semakin tingginya angka kasus virus corona di Indonesia.

Cari Artikel Lainnya