Home » Kongkow » kongkow » Sepenggal Kisah Perjuangan Para Petugas Medis di Seluruh Dunia, Mereka Berjuang dari Garis Terdepan

Sepenggal Kisah Perjuangan Para Petugas Medis di Seluruh Dunia, Mereka Berjuang dari Garis Terdepan

- Sabtu, 04 April 2020 | 20:49 WIB
Sepenggal Kisah Perjuangan Para Petugas Medis di Seluruh Dunia, Mereka Berjuang dari Garis Terdepan

Di tengah perang melawan pandemi global Covid-19 ini, mereka yang berdiri di garis terdepan pertarungan ini adalah para tenaga medis. Dokter, perawat, dan petugas rumah sakit lainnya, harus siap siaga menangani pasien terinfeksi yang jumlahnya makin hari semakin banyak. Belum lagi, masih banyak yang belum diketahui tentang virus corona baru ini. Mereka tidak hanya mengalami keletihan fisik karena banyaknya pasien, tapi juga risiko yang besar dari penularan virus.

Sejak merebaknya kasus Covid-19 pada akhir Desember 2019 lalu di Wuhan, China, para dokter dan perawat yang merawat pasien-pasien awal inilah yang terlebih dulu harus menelan pil pahit. Ribuan tenaga medis di Wuhan ikut terinfeksi selama bulan Januari dan paling tidak 46 diantaranya meninggal dunia, sebagaimana dilansir dari laman Bloomberg. Sayangnya, tragedi di China itu terus berulang di negara-negara lain seiring berpindahnya titik pusat penularan virus corona. Bahkan sistem pelayanan kesehatan yang tergolong mumpuni di Italia atau Eropa pun kewalahan menghadapi pandemi ini. Haruskan mereka yang menolong kita semua, justru jadi korban?

Kematian dokter Li Wenliang dari Wuhan adalah kisah yang pertama mengagetkan dunia. Sebagai salah satu dokter yang pertamakali mengabarkan wabah ini, dokter Li justru sempat ditahan polisi atas tuduhan menyebar rumor

Serangkaian kasus kematian akibat penyakit mirip SARS di Wuhan pada bulan Desember 2019, membuat banyak dokter setempat waspada. Termasuk dokter Li Wenliang yang akhirnya mendiskusikannya di grup WeChat alumni kedokteran sekolahnya, seperti dilansir dari laman CNN. Tindakan yang akhirnya membawanya ditahan oleh polisi karena dianggap menyebarkan rumor. Itu jauh sebelum akhirnya World Health Organization (WHO) menyebutnya pandemi global dan kini angka kematian di Italia bahkan melampaui China.

Bukan hanya harus menghadapi pihak berwajib karena menyuarakan kekhawatirannya, dokter Li juga termasuk satu diantara ribuan tenaga medis di Wuhan yang akhirnya terinfeksi virus corona saat menangani pasien. Lalu pada tanggal 6 Februari 2020 lalu, dokter Li meninggal dunia karena Covid-19. Kematiannya menimbulkan kemarahan besar kepada pemerintah dan pihak berwajib di China yang dianggap menutup-nutupi banyak informasi seputar virus ini.

Foto mengharukan seorang dokter di Wuhan yang mengajak pasien positif korona melihat mata hari terbenam

Masih dari negeri bambu, di tengah gentingnya situasi, terselip momen mengharukan yang menjadi sorotan publik. Pada tanggal 6 Maret, seseorang mengunggah foto yang memperlihatkan seorang dokter yang berdiri menemani pasien yang terinfeksi Covid-19. Mereka menunjuk dan bersama-sama menyaksikan matahari terbenam.

Diketahui dokter tersebut datang dari Shanghai untuk membantu tenaga medis di Wuhan Uni Hospital. Sang dokter membawa seorang pasien berumur 87 tahun yang telah satu bulan terinfeksi untuk melakukan CT Scan. Di tengah perjalanan sang dokter menawarkan pasien untuk melihat matahari terbenam bersama. Momen mengharukan tersebut berhasil diabadikan oleh seorang perawat dan menjadi sorotan publik.

Setelah melonjaknya angka penyebaran virus membuat perawat di Korea Selatan bekerja ekstra. Mereka menggunakan plester sebagai tanda dedikasi pada perjuangan menyembuhkan pasien

Melonjaknya angka penyebaran virus di kota Daegu, Korea Selatan membuat para perawat di Korea Selatan bekerja ekstra. Salah satu prosedur yang harus dilakukan oleh perawat adalah menggunakan pakaian pelindung. Ternyata menggunakan pakaian pelindung dalam jangka waktu yang lama terasa menyakitkan. Karena harus bekerja dalam waktu yang lama, para perawat akhirnya menggunakan plester dan selotip untuk meringankan rasa sakit di wajah mereka. Plester tersebut kini mejadi tanda dedikasi dan perjuangan perawat di Korea Selatan untuk menangani para pasien pengidap Covid-19.

Setelah kebijakan lockdown di Italia, para perawat di Italia kelelahan sampai tertidur di meja kerja

Italia menjadi negara Eropa yang paling parah terdampak penyebaran Covid-19. Terhitung 27,980 kasus ditemukan di negara Pisa. Penyebaran yang semakin mengkhawatirkan pemerintah mengambil kebijakan untuk menutup akses seluruh Italia. Dampaknya, para tenaga medis yang berada di garis depan harus bekerja ekstra.

Pada tanggal 15 Maret 2020, seseorang di Twitter mengunggah foto perawat di Lombardy bernama Elena Pagliarini. Foto tersebut memperlihatkan sang perawat kelelahan karena bekerja terlalu lama. Dalam satu kesempatan, sang perawat mengatakan bahwa ia begitu lelah karena melawan musuh yang tidak ia ketahui. Elena juga mengatakan bahwa menggunakan baju pelindung berjam-jam membuat wajahnya sakit.

Di Indonesia, kita juga mendengar perjuangan dokter Handoko yang tetap berdedikasi merawat pasien di tengah pandemi ini meski usianya sudah lanjut

Kisah dokter paru yang sudah berusia 80 tahun dan tetap bekerja sampai jam 3 pagi demi merawat pasien yang terus berdatangan di tengah pandemi ini, langsung jadi viral. Dibagikan oleh akun Facebook Noviana Kusumawardhani, dokter Handoko Gunawan yang bekerja di Rumah Sakit Grha Kedoya, Kebun Jeruk, Jakarta Barat, ini terlihat siap dengan pakaian lengkap hazmat saat bekerja. Namun sedihnya, tak berapa lama, ada update bahwa dokter Handoko masuk ICU karena jatuh sakit. Tidak dijelaskan lebih lanjut tentang penyakitnya, tetapi kerabatnya mengabarkan kondisinya membaik. Semoga terus membaik dan segera pulih ya…

Kita bisa lihat bagaimana kisah-kisah perjuangan para perawat dan dokter yang berada di garda depan. Semoga tidak ada lagi kejadian menyedihkan yang terjadi. Bagaimanapun tenaga medis adalah pekerjaan yang harus dilindungi dari risiko penyebaran.

Cari Artikel Lainnya