Home » Kongkow » Materi » Penyimpangan Sosial: Pengertian dan Contohnya

Penyimpangan Sosial: Pengertian dan Contohnya

- Senin, 31 Agustus 2020 | 12:00 WIB
Penyimpangan Sosial: Pengertian dan Contohnya

Dinamika sosial masyarakat tidak selalu harmonis. Seringkali benturan, kecemburuan, dan konflik sosial terjadi dalam masyarakat. Nilai dan norma serta hukum yang berlaku selalu berusaha memandu, mengarahkan, dan mengatur perilaku kita agar tercipta keteraturan sosial. Namun kehidupan nyata tidak selalu memperlihatkan keteraturan. Penyimpangan sosial menciptakan disharmonisasi atau ketidakteraturan kehidupan sosial. Saudara kembar penyimpangan sosial adalah perilaku menyimpang atau terjemahan Inggrisnya deviant behavior. Kata deviant menyiratkan kesan negatif atau berdampak merugikan.

Pengertian penyimpangan sosial

Sosiolog Paul B. Horton berpendapat bahwa penyimpangan sosial adalah perilaku yang dinyatakan sebagai pelanggaaran norma kelompok. Bruce J. Cohon mendefinisikan penyimpangan sosial sebagai ketidakberhasilan adaptasi perilaku terhadap kehendak masyarakat umum. James Vander Zander mengatakan bahwa perilaku menyimpang adalah perilaku yang oleh mayoritas suatu masyarakat dianggap tercela dan tak bisa ditolirir. Robert M. Z. Lawang mendefinisikan perilaku menyimpang sebagai tindakan yang keluar dari batasan norma dalam sebuah sistem sosial sehingga menimbulkan reaksi dari kelompok otoritas dalam sistem tersebut untuk memperbaiki tindakan yang keluar dari norma.

Dari kumpulan pengertian penyimpangan sosial dan perilaku menyimpang tersebut, dapat ditarik benang merah bahwa penyimpangan sosial adalah penyimpangan terhadap norma yang berlaku dalam masyarakat tertentu dalam kurun waktu tertentu. Penyimpangan sosial sangat kontekstual. Misal apa yang dianggap sebagai penyimpangan sosial di Indonesia , belum tentu penyimpangan di negara lain. Tulisan ini akan menjelaskan tentang penyimpangan sosial melalui contoh, lalu diselidiki kemungkinan dari faktor penyebabnya.

Contoh penyimpangan sosial

  • Korupsi berjamaah

Perilaku korup yang dilakukan oleh individu adalah bentuk penyimpangan terhadap aturan hukum, nilai dan norma. Korupsi berjamaah juga demikian. Bedanya, korupsi berjamaah dilakukan secara kolektif, melibatkan kerjasama dan saling percaya antar pelaku. Ketika perilaku kolektif ini dilakukan  terus-menerus tanpa ketahuan, akan menjadi kebiasaan dan dianggap ’wajar’ setidaknya oleh mereka yang terlibat dalam jamaah. Korupsi berjamaah merupakan bentuk penyimpangan sosial yang terjadi di banyak organisasi sosial. Dari yang tinggi seperti lembaga negara, sampai yang paling rendah komunitas masyarakat bawah.

Korupsi berjamaah masuk dalam kategori perilaku menyimpang karena selain bentuk yang jelas dari pelanggaran nilai, norma, dan hukum, juga merugikan pihak lain. Seorang anggota polisi lalu lintas yang menilang pengendara tanpa alasan yang jelas, kemudian meminta uang damai adalah bentuk perilaku menyimpang. Ketika perilaku ini terjadi di beberapa institusi kepolisian daerah, maka penyimpangan ini terjadi secara kolektif sehingga dapat disebut penyimpangan sosial. Korupsi yang dilakukan oleh wakil rakyat adalah bentuk penyimpangan sosial level kerah putih yang cukup sering diberitakan. Di level kelas bawah, contoh mudahnya adalah tukang parkir yang meminta tarif parkir diatas tarif yang ditetapkan oleh peraturan daerah.

Penyebab korupsi berjamaah bisa jadi karena kebutuhan ekonomi, desakan atasan, dukungan kolega, atau hasrat kerakusan. Desakan atasan dan dukungan kelompok menyiratkan bahwa pengaruh kelompok sosial terdekat kita sangat menentukan tindakan korup yang kita perbuat. Pengaruh kelompok dengan demikian merupakan salah satu faktor penyebab yang relevan. Kebutuhan ekonomi sebagai penyebab perilaku korup umumnya terjadi di kalangan masyarakat kelas bawah. Para pejabat dan kaum elit lainnya sangat jarang korupsi karena desakan ekonomi. Alasan lain lebih relevan, misal pengaruh kolega, atau mungkin sakit jiwa.

  • Tawuran antarsekolah

Tawuran antarsekolah merupakan contoh klasik dari penyimpangan sosial. Kota-kota besar di Indonesia sering menjadi arena tawuran antarsekolah. Umumnya tawuran anak SMA. Sekolah merupakan institusi pendidikan yang secara substansial memiliki tanggung jawab pendidikan pada anak-anak muda. Pendidikan tersebut pencakup pola perilaku yang sesuai dengan norma yang berlaku. Namun dalam proses pendidikan, perilaku anak sekolah tidak selalu sesuai dengan apa yang diharapkan aturan. Tawuran merupakan wujud perilaku kolektif siswa yang melanggar norma, nilai, dan hukum.

Tawuran antarsekolah merupakan perilaku kolektif siswa untuk membentuk kelompok sosial berdasar almamater (sekolah) sebagai identitas untuk menyerang kelompok sekolah lain. Saling serang yang menimbulkan bentrokan fisik ini secara mudah disebut tawuran. Tawuran itu sendiri tentu saja nirfaedah karena tujuannya merugikan dan mencelakakan orang lain. Namun dibalik tawuran, ada beberapa istilah yang pakai dan dimaknai oleh pelakunya secara berbeda seperti, solidaritas, keberanian, soliditas. Dalam beberapa penelitian, tawuran dapat dilihat sebagai ekspresi anak-anak muda yang labil identitas, dimabuk gengsi, dan haus eksistensi, setidaknya dikalangan kelompoknya sendiri. Gengsi, eksistensi, dan identitas ini hanya bisa dipenuhi melalui pengakuan sosial. Tawuran tak dimungkiri memberi peluang bagi pengakuan sosial.

Faktor penyebab penyimpangan sosial tawuran sangat kompleks dan beragam. Secara hukum dan moral, kita bisa pahami sekilas sebagai sebuah pelanggaran. Oleh karena itu, mereka yang terlibat tawuran telah berperilaku menyimpang. Dari sudut pandang pelaku tawuran, faktor penyebab bisa saja berbeda dan dianggap wajar. Seperti yang sudah disebutkan diatas, tawuran tidak dilihat sebagai bentuk kekerasan, melainkan arena pengakuan sosial. Anak muda yang krisis identitas, haus eksistensi dan penuh gengsi melewati jalan ini, kalau jalan lain tidak bisa dipenuhi.

  • Penyalahgunaan narkoba

Kasus penyalahgunaan narkoba juga sering kita lihat beritanya di media. Penyalahgunaan narkoba jelas merupakan penyimpangan sosial karena bentuk pelanggaran hukum. Penyimpangan ini dilakukan secara kolektif karena melibatkan jaringan kriminal dari bandar, pengedar, sampai orang-orang yang mengonsumsi. Setiap orang dalam jaringan memiliki kepentingannya masing-masing. Distributor yang tidak mengonsumsi mungkin tergiur akan keuntungan finansial yang didapat dari jual beli narkoba. Konsumen ingin coba coba lalu kecanduan. Bandar narkoba memiliki kepentingannya sendiri yang lebih besar.

Penyimpangan sosial dalam bentuk penyalahgunaan narkoba dapat dilakukan oleh orang-orang dari beragam latar belakang dan kelas sosial. Anak kecil yang tidak tahu permen narkoba bisa saja mengonsumsi karena ketidaktahuannya. Lalu apes tercyduk saat penggerebekan. Kalangan selebriti dan kaum berduit lainnya bisa saja mengonsumsi narkoba karena memang mau dan mampu demi menghilangkan stress atau ingin mencicipi sensasinya. Penyalahgunaan narkoba merugikan diri sendiri karena kehilangan kesadaran dan berpotensi merugikan orang lain.

Faktor penyebab penyimpangan sosial ini terbentang dari motif ekonomi sampai psikologis. Secara hukum, penyalahgunaan narkoba merupakan bentuk tindak kriminal. Maka wajar, jika pelaku yang terlibat jaringan narkoba selalu melakukan aksinya sembunyi-sembunyi. Konsumen juga sembunyi-sembunyi mengonsumsi. Layak diperkirakan bahwa mereka yang tertangkap karena penyimpangan sosial penyalahgunaan narkoba ini berjumlah lebih sedikit dibanding yang berkeliaran. Penyalahgunaan narkoba adalah perilaku menyimpang yang secara kolektif terjadi di banyak tempat.

  • Balapan liar

Balapan liar adalah bentuk penyimpangan sosial. Sesuai istilah yang melekat di belakangnya ”liar” secara implisit mengandung makna melampaui aturan yang ada. Hukum yang mengatur dilanggar oleh aktivitas yang disebut balapan liar. Balapan liar, selain ilegal, juga melanggar norma. Tanpa adanya aturan, tidak ada kejelasan siapa yang bertanggung jawab atas resiko-resiko merugikan yang kemungkinan terjadi. Fenomena balapan liat terjadi di banyak tempat, tidak hanya di kota, tetapi juga di desa-desa. Pelakunya, lagi-lagi mayoritas anak muda.

Mengapa pemuda ikut balap liar? Jawaban pertanyaan ini mungkin berpola mirip dengan kenapa anak muda terlibat tawuran. Bedanya, balapan liar terinspirasi dari cabang olahraga balap yang cukup populer di kalangan anak muda. Barangkali, tidak adanya ruang bagi anak muda untuk mengekspresikan kegemarannya balapan memicu tumbuhnya balap liar. Ditambah lagi, akses sarana balapan seperti motor atau mobil, dan jalanan yang kosong terutama pada malam hari mendukung munculnya balap liar. Komunitas motor dan mobil yang ikut balap liar juga memicu pesatnya pertumbuhan balap liar di berbagai kota.

Faktor penyebab penyimpangan sosial balap liar, seperti yang sudah disebutkan di atas mungkin mirip dengan tawuran. Gengsi, eksistensi, identitas, cukup relevan namun makin lengkap ditambah hobi. Akses terhadap balapan legal yang terlalu mahal dan sulit dijangkau, membuat balapan liat menempati posisi alternatif. Mayoritas masyarakat yang tinggal di lokasi balap liar biasanya menentang balapan liar karena tidak ada faedahnya. Mirip tinju yang lebih baik daripada berantem, balapan di sirkuit tentu lebih baik dibanding balapan liar. Tetapi lagi-lagi, hasrat kompetisi dikalangan anak muda yang lebih memilih dibayar dengan gengsi dan pengakuan karena tidak memiliki kapasitas untuk dibayar dengan uang.

  • Pernikahan sejenis

Pernikahan sejenis sebagai penyimpangan sosial adalah kontroversi. Faktanya, banyak gerakan sosial yang menentang pelabelan pernikahan sejenis sebagai penyimpangan sosial. Pernikahan sejenis yang dimaksud adalah pernikahan homoseksual antara laki-laki dengan laki-laki atau perempuan dengan perempuan. Di beberapa negara Barat, pernikahan sejenis dianggap normal sebagaimana pernikahan lawan jenis dan hukumnya sah oleh undang-undang. Namun di negara lain seperti Indonesia, aturan hukum melarang pernikahan sejenis. Norma dan nilai sosial yang berlaku juga lebih menerima pernikahan heteroseksual daripada homoseksual.

Jika menggunakan konteks hukum, norma dan nilai sosial yang berlaku saat ini di Indonesia, maka pernikahan sejenis adalah salah satu contoh penyimpangan sosial. Orientasi untuk menikah dengan sesama jenis bisa dianggap sebagai bentuk perilaku menyimpang. Faktor agama yang banyak memengaruhi hukum positif di Indonesia berpengaruh terhadap pelarangan pernikahan sejenis. Sehingga pelaku pernikahan sesama jenis bisa dikenai pasal pelanggaran hukum dan menyandang status sebagai kriminal. Namun demikian, hukum dibentuk oleh kesepakatan sebagaimana norma dan nilai. Sehingga sangat relatif.

Faktor penyebab individu memiliki orientasi untuk menikah sesama jenis selalu menuai perdebatan. Orientasi seksual sejenis adalah faktor utama mengapa seseorang melakukan pernikahan sejenis. Tidak mudah melakukan justifikasi medis bahwa orientasi seksual homoseksual adalah sebuah kelainan. Secara sosial, di Indonesia kaum homoseksual adalah kaum minoritas yang sangat rentan sebagaimana kaum minoritas lainnya. Hukum untuk melindungi minoritas harus ditegakkan, namun penerimaan masyarakat terhadap mereka yang memiliki orientasi seksual sejenis masih lemah. Akhirnya, pernikahan sejenis dianggap sebagai bentuk penyimpangan sosial.

Contoh-contoh penyimpangan sosial yang diuraikan diatas merupakan penyimpangan yang sifatnya merugikan atau negatif. Perlu digarisbawahi bahwa penyimpangan sosial bisa pula positif. Penemuan baru seringkali membuktikan apa yang awalnya dianggap menyimpang, kemudian disebut wajar dan diterima secara sosial. Sebagai contoh, seorang perempuan jawa abad 19 yang menolak dijodohkan oleh calon pilihan orang tuanya dianggap telah menyimpang dari norma. Sekarang, seorang perempuan dinilai wajar jika menolak dijodohkan. Pacaran sebelum menikah, bagi sekelompok orang di wilayah tertentu adalah wajar. Bagi kelompok lain di wilayah lain pacaran adalah bentuk penyimpangan sosial. Penyimpangan sosial tidak berlaku universal, labelisasi tindakan sosial sebagai penyimpangan bersifat relatif.

Cari Artikel Lainnya