Home » Kongkow » kongkow » Potret Pilu Gajah Kurus di Sri Lanka, Harus Bekerja Siang Malam & Jalan Jauh dengan Kaki Dirantai

Potret Pilu Gajah Kurus di Sri Lanka, Harus Bekerja Siang Malam & Jalan Jauh dengan Kaki Dirantai

- Kamis, 15 Agustus 2019 | 21:17 WIB
Potret Pilu Gajah Kurus di Sri Lanka, Harus Bekerja Siang Malam & Jalan Jauh dengan Kaki Dirantai

Selama ini kita mungkin cuma peduli dengan bentuk penyiksaan hewan yang memang tampak mata, seperti anak kucing yang dimakan hidup-hiduptempo hari, atau rusa yang dicekoki minuman keras oleh pengunjung kebun binatang. Sedangkan, hewan-hewan yang dipelihara untuk dijadikan objek sirkus, seringkali luput dari perhatian.

Padahal hewan-hewan sirkus atau festival ini nggak kalah tersiksanya sama binatang yang jelas-jelas mendapat penyiksaan. Seperti seekor gajah di Sri Lanka bernama Tikiri, di usianya yang sudah mencapai 70 tahun dengan fisik kurus kering ini, ia masih dipaksa untuk bekerja hingga larut malam di Festival Parahera di Sri Langka tahun ini. Selama 10 hari berturut-turut, Tikiri harus ikut parade dengan suara kembang api dan asap dimana-mana. Tak terbayangkan, bagaimana penderitaan yang dialami Tikiri dan 59 temannya yang lain.

1. Tikiri banyak jadi perbincangan para aktivis hewan setelah foto-fotonya dengan tubuh kurus kering tersebar di media sosial. Salah satu aktivis yang mengungkapkan penderitaan Tikiri adalah Lek Chailert, pendiri yayasan penyelamatan gajah, Save Elephant Foundation

2. Gajah berusia 70 tahun itu dipaksa bekerja dalam Festival Keagamaan Parahera di Sri Lanka yang diadakan setiap tahun. Selama 10 hari berturut-turut hingga larut malam, Tikiri harus berjalan berkilo-kilo meter, dengan kaki di rantai, hanya demi menghibur para penonton

3. Tubuhnya yang kurus kering nggak terlihat karena selama parade, ia memang memakai kostum warna-warni yang menutup tubuhnya, membuat penonton abai dengan kondisi Tikiri yang sebenarnya

4. Chailert mempertanyakan, kenapa sebuah festival keagamaan Buddha, yang identik dengan sesuatu yang suci, malah justru membuat makhluk lain menderita. Menurutnya, gajah setua Tikiri sudah harus istirahat penuh selama sisa hidupnya, bukan malah bekerja keras hingga larut malam

5. Menanggapi kondisi memilukan ini, para pengguna Facebook merintis petisi untuk membantu Tikiri keluar dari lubang penderitaannya. Salah seorang pengguna, bahkan berniat untuk mengirim surat ke pemerintah Sri Lanka

6. Sacred Tooth Relic, kuil Buddha yang menyelenggarakan Festival Parahera, menanggapi isu ini dengan berdalih kalau mereka selalu memperhatikan setiap binatang yang mereka libatkan. Tikiri sendiri katanya sudah diperiksa oleh dokter hewan, seperti dikutip Harian Metro, London dalam BBC

7. Di Asia sendiri, ada sekitar 3.000 gajah yang digunakan untuk festival, dengan 77% di antaranya diperlakukan secara tidak wajar, menurut data dari World Animal Protection

8. Sirkus, festival, atau parade yang melibatkan hewan memang harus segera dihentikan. Ini karena lingkungan dalam pertunjukkan apapun itu jelas tidak merepresentasikan iklim habitat asli mereka

Sirkus lumba-lumba = eksploitasi hewan Sekalipun dibuat semirip mungkin dengan alam, seperti lumba-lumba atau biota laut lain yang dibuatkan akuarium super besar, nyatanya masih tidak cukup luas buat mereka hidup. Akuarium terbesar di dunia saat ini aja masih belum bisa menandingi habitat asli para biota laut yang “terperangkap” di sana. Karena lumba-lumba di laut aja, biasa berenang 40-100 mil per hari. Akuarium buatan manusia mana yang bisa memenuhi kebutuhan hidup tersebut coba?

Cari Artikel Lainnya