Edamame merupakan makanan kegemaran masyarakat Jepang. Edamame dapat dikatakan sebagai produk spesifik atau fancy product, makanan kegemaran, bergantung pada selera, baik dari sisi penyajian maupun dari sisi jenis atau varietasnya. Sehingga untuk pasar ekspor, perlu diketahui selera konsumen dari negara tujuan ekspor. Jepang merupakan negara tujuan ekspor sekaligus pengkonsumsi edamame terbesar. Sampai pada tahun 2013, Indonesia merupakan negara terbesar ke-4 yang mengekspor adamame ke Jepang. Namun, mengekspor edamame tidaklah mudah, banyak standar dan sertifikasi yang harus dipenuhi oleh pengekspor untuk dapat mengekspor edamame ke luar negeri, selain syarat penerimaan pasar.
Edamame (Glycine max (L.) Merr.), termasuk dalam tanaman jenis kedelai berbiji sangat besar. Bobot edamame lebih dari 30g/100 biji. Tanaman edamame dipanen dalam bentuk segar, polong masih hijau, dan saat polong masih muda yakni berumur 2 bulan. Kedelai yang disebut edamame memililki persyaratan yang didasarkan pada ukuran polong muda, yaitu memilki lebar 1.4 – 1.6 cm dan panjang 5.5 – 6.5 cm.
Edamame disebut juga dengan istilah kedelai sayur (vegetable soybean). Istilah edamame berasal dari bahasa Jepang eda berarti cabang; mame berarti kacang. Artinya, buah yang tumbuh di bawah cabang. Konsumsi edamame biasanya dalam bentuk segar sebagai kedelai rebus, dan itu paling banyak diminati oleh masyrakat Jepang, Cina, dan Korea. Edamame kaya protein, serat makanan, dan mikronutrien, terutama folat, mangan, fosfor dan vitamin K. Keseimbangan asam lemak dalam 100 gram edamame adalah 361 mg asam lemak omega- 3-1794 mg omega-6 asam lemak. Selain itu, edamame juga mengandung zat anti kolesterol sehingga sangat baik untuk dikonsumsi.
Budidaya edadame di Indonesia pertama kali dilakukan pada tahun 1990 di Gadog, Bogor, Jawa Barat, dengan hasil produksinya hanya di pasarkan di dalam negeri. Ekspor hasil budidaya Edadame di Indonesia, pertama kali dilakukan di Jember, Jawa Timur pada tahun 1995. Hasil produk edamame tersebut dipasarkan dalam bentuk segar beku karena diekspor sampai ke luar negeri, tepatnya Jepang. Varietas edamame yang pernah dibudidayakan di Indonesia diantaranya yaitu Ocunami, Tsurunoko, Tsurumidori, Taiso dan Ryokkoh (tipe determinit dengan bobot biji relatif sangat besar).
Dalam praktek budidaya edadame yang disiapkan untuk ekspor, terdapat syarat tumbuh yang harus terpenuhi, diantaranya yaitu:
Berikut teknik budidaya edamame yang hasil produknya disukai pasar ekspor, diantaranya yaitu:
Setelah teknik budidaya melalui proses dari penyiapan lahan sampai proses panen, edamame yang telah dipanen harus sudah siap diproses di pabrik dalam waktu empat jam setelah dipetik. Selanjutnya, edameme diolah untuk mempertahankan kualitas produk selama perjalanan mencapai konsumen.
Proses akhir pengolahan yaitu sebelum dieksport, edamame dikemas dalam karton ukuran tertentu lalu disimpan ke dalam container pendingin (-18°C sampai - 20°C). Container perlu dicek lebih dahulu akurasi suhu dan higienitasnya. Sedangkan, untuk konsumsi dalam negeri, cara pengirimannya juga mengikuti tata cara pengiriman untuk ekspor.
Edamame yang layak ekspor harus memenuhi syarat higien dan kebersihan. Untuk memenuhi syarat untuk ekspor, syarat sanitasi negara tujuan harus dapat dipenuhi yang mengacu pada Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) maupun Quarantine & Sanitation Law (QSL) yang berlaku.
Syarta lainnya, yaitu seperti total plate count (TPC) atau jumlah bakteri yang tinggal hidup di setiap berat produk adalah pada angka 30.000 untuk proses Regular Blanching (perebusan 90 detik) dan angka maksimum 100.000 untuk proses Long Blanching (perebusan 150 detik). Selain itu, edamame layak ekspor juga harus bebas dari bakteri E. coli, Stabilococus, dan cendawan Salmonela.