Home » Kongkow » kongkow » 1.695 Guru di Simalungun Dipecat, Sebagian akan Jadi Staf Kantor Kecamatan

1.695 Guru di Simalungun Dipecat, Sebagian akan Jadi Staf Kantor Kecamatan

- Jumat, 19 Juli 2019 | 11:00 WIB
1.695 Guru di Simalungun Dipecat, Sebagian akan Jadi Staf Kantor Kecamatan

Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Simalungun Elfiani Sitepu mengungkapkan telah memberhentikan 1.695 guru PNS yang belum memiliki gelar sarjana strata 1.

Menurutnya, Pemkab Simalungun telah mendata guru aktif yang hanya lulusan Sekolah Pendidikan Guru (SPG), lulusan Diploma II, dan yang hanya lulusan SMA. 

"Ada yang sama sekali tidak kuliah. Tidak ada sarjananya," katanya di sela-sela acara Diseminasi Kamus Bahasa Daerah di Balai Harungguan Djabanten Damanik, Sondi, Kamis (18/7/2019).

Ia juga membantah kabar bahwa saat ini Kabupaten Simalungun kekurangan tenaga pengajar. Menurutnya, guru yang sudah melampirkan surat sedang mengikuti perkuliahan dapat kembali mengajar.

"Yang 992 (lulusan SPG dan DII) masih kami kasih mengajar. Banyak berkas mereka masuk. Kami laporkan ke BKN," katanya.

Sementara, guru non sarjana yang tidak mengikuti perkuliahan, kata Elfinai, akan ditugaskan sebagai staf di kantor kecamatan.

Pemkab Simalungun telah memberhentikan 1.695 guru PNS dari jabatan fungsional bagi yang belum memiliki gelar sarjana.

Sebanyak 992 orang hanya tamatan akhir DII dan Sekolah Pendidikan Guru (SPG). Sisanya, 703 guru PNS hanya lulusan SMA. 

Keputusan ini berdasarkan tiga SK Bupati Simalungun JR Saragih Nomor 188.45/5929/25.3/2019, 188.45/5927/25.3/2019 dan 188.45/5928/25.3/2019.

Berdasarkan keputusan ini Bupati Simalungun mencabut tunjangan guru dan sertifikasi.

Pencabutan ini berlangsung hingga guru dapat menyelesaikan Sarjana S1 hingga November 2019. Padahal, dari 1.695 guru yang diberhentikan banyak yang sudah berusia lebih dari 50 tahun.

Anggota DPRD Simalungun Desak Bupati Cabut SK Pemberhentian Guru

Anggota DPRD Simalungun Bernhard Damanik meminta kepada Bupati JR Saragih untuk membatalkan surat keputusan (SK) pemberhentian sementara jabatan fungsional guru, Jumat (12/7/2019). SK yang dikeluarkan Bupati dinilai sarat kepentingan pihak tertentu sekaligus merugikan sebanyak 992 orang guru.

Ketua Fraksi Nasdem ini mengatakan administrasi yang diterapkan Pemkab terburu-buru, tidak disertai kajian mendalam secara hukum.

Menurutnya, Bupati JR Saragih harus memperhatikan peraturan yang mengatur secara teknis suatu perundang-undangan. Contohnya menanggapi undang-undang nomor 14 tahun 2005, Peraturan Pemerintah nomor 74 tahun 2008, PP 11 tahun 2017, dan surat ederan Menteri Pendidikan tidak perlu ada SK Bupati.

"Kadis Pendidikan harus menjelaskan dan mempertanggungjawabkan kebijakan yang diusulkan kepada Bupati. Yang saya tahu ada pengecualian terhadap yang berusia 56 tahun, ada 58 tahun dan yang masa tugas sudah lebih 20 tahun," jelasnya.

Ia menilai pemerintah Simalungun harus melihat konsederasi hukum dalam surat ederan Dirjen Menteri Pendidikan.

"Kami meminta SK itu dibatalkan. Kenapa? SK Bupati tentang nasib 992 guru fungsional tidak memenuhi unsur.

Kita mendukung penerapan undang-undang untuk peningkatan kualifikasi, tapi ada peraturan atau surat ederan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, bahwa ada pengecualian. Kenapa pengecualian ini tidak dilakukan,"katanya.

Serupa, Rospita Sitorus anggota dewan dari Fraksi PDI Perjuangan menilai Bupati JR Saragih terburu-buru.

Apalagi, kebijakan ini pertama kali berlaku di Pemkab Simalungun. Padahal kebijakan dari perundang-undangan sifatnya nasional.

"Jika undang-undang tentang jenjang pendidikan maka perlu sifatnya nasional. Maka, pemerintah pusat pasti mengeluarkan surat edaran," katanya.

Timbul Sibarani dari Fraksi Golkar juga memberikan komentar yang tidak jauh berbeda. Ia menolak SK Bupati dan mengembalikan posisi guru fungsional kepada jabatan semula.

Desakan ini ditekankan dengan alasan bahwa SK Bupati soal pemberhentian guru fungsional tidak didasari hukum sebagaimana pada undang-undang nomor 12 tahun 2011 dan Permendagri nomor 80 tahun 2015 tentang suatu produk hukum.

Kepala Ombudsman RI perwakilan Sumatera Utara Abyadi Siregar menuturkan Permendikbud Nomor 58 Tahun 2008 pada pasal 3 huruf a disebutkan bahwa penyelenggaraan program S1 kependidikan bagi guru dalam jabatan dilaksanakan dengan mengutamakan bahwa penyelenggaraan pendidikan tersebut tidak mengganggu tugas dan tanggungjawabnya di sekolah.

 

Cari Artikel Lainnya