Home » Kongkow » kongkow » Buta flora: Kenapa kita perlu lebih akrab dengan tumbuhan

Buta flora: Kenapa kita perlu lebih akrab dengan tumbuhan

- Sabtu, 29 Juni 2019 | 09:27 WIB
Buta flora: Kenapa kita perlu lebih akrab dengan tumbuhan

 

TanamanHak atas fotoGETTY IMAGES

Membangun hubungan emosional dengan tumbuhan penting bagi upaya konservasi. Sebuah fenomena yang disebut 'buta flora' berarti kita cenderung kurang mengapresiasi tumbuh-tumbuhan di sekitar kita, hal yang bisa berdampak buruk tidak hanya bagi lingkungan tapi juga kesehatan manusia. Apa hewan terakhir yang Anda lihat? Bisakah Anda mengingat warna, ukuran, dan bentuknya? Bisakah Anda dengan mudah membedakannya dari hewan lain? Sekarang, bagaimana dengan tumbuhan terakhir yang Anda lihat? Jika gambar mental Anda tentang hewan lebih tajam daripada gambar tanaman, Anda tidak sendirian. Anak-anak mengenali bahwa hewan adalah makhluk hidup sebelum mereka bisa mengatakan bahwa tumbuhan juga hidup. Tes memori juga menunjukkan bahwa peserta penelitian lebih ingat gambar binatang daripada gambar tanaman.

Sebagai contoh, satu penelitian di AS menguji "perhatian sekejap". Ini adalah kemampuan untuk melihat salah satu dari dua gambar yang ditampilkan secara cepat menggunakan gambar tanaman, hewan dan objek lainnya. Penelitian menunjukkan bahwa peserta lebih akurat mendeteksi gambar binatang daripada tanaman. Kecenderungan ini begitu luas sehingga Elisabeth Schussler dan James Wandersee, sepasang ahli botani dan guru biologi di AS, menciptakan istilah untuk itu pada tahun 1998: "buta flora". Mereka mengartikannya sebagai "ketidakmampuan untuk melihat atau memperhatikan tumbuh-tumbuhan di lingkungan sekitar".

TamanHak atas fotoAMANDA RUGGERI

'Buta flora' adalah 'ketidakmampuan untuk melihat atau menyadari tumbuhan di lingkungan sekitar'. Buta flora, tidak mengherankan, adalah akibat dari kurangnya apresiasi terhadap tumbuhan — dan minat yang terbatas pada konservasi tumbuhan. Jurusan biologi tumbuhan di seluruh dunia ditutup dengan laju yang mencengangkan dan dana publik untuk sains tumbuhan terus mengering. Sementara belum ada penelitian tentang tingkat buta flora dan perubahannya dari waktu ke waktu, meningkatnya urbanisasi dan waktu yang dihabiskan dengan gawai berarti manusia semakin terasing dari alam. Dan semakin sedikit interaksi dengan tumbuhan, semakin parah kebutaannya. Seperti yang dijelaskan Schussler, "manusia hanya bisa mengenali (secara visual) hal yang sudah mereka ketahui".

Konservasi tumbuhan memang penting bagi kesehatan lingkungan. Tapi juga penting, pada akhirnya, bagi kesehatan manusia.

Ini problematik. Konservasi tumbuhan memang penting bagi kesehatan lingkungan. Tapi juga penting, pada akhirnya, bagi kesehatan manusia. Penelitian tumbuhan sangat penting bagi banyak terobosan ilmiah, dari tanaman pangan yang lebih tahan hingga obat-obatan yang lebih efektif. Lebih dari 28.000 spesies tumbuhan digunakan secara medis, antara lain sebagai obat anti kanker dan pengencer darah.

Tapak dara MadagascarHak atas fotoGETTY IMAGES

Tapak dara mengandung dua alkaloid yang digunakan untuk mengobati leukemia dan limfoma Hodgkin. Eksperimen pada tumbuhan juga lebih menguntungkan secara etika daripada beberapa bentuk pengujian terhadap hewan. Teknik serbaguna di bidang-bidang seperti rekayasa genom dapat disempurnakan menggunakan tanaman, yang mudah dan murah untuk dikembangbiakkan dan dikendalikan. Contohnya, sekuensing genom Arabidopsis, tumbuhan berbunga yang penting dalam penelitian biologi, adalah tonggak pencapaian tidak hanya dalam genetika tumbuhan, tetapi dalam sekuensing genom secara umum. Mengingat betapa pentingnya tumbuhan bagi kelangsungan hidup kita, bagaimana manusia bisa menjadi "buta flora"?

Hewan versus tumbuhan

Ada alasan kognitif dan budaya kenapa hewan, bahkan spesies hewan yang tidak lebih penting secara objektif bagi manusia daripada tumbuhan, lebih mudah untuk dibedakan. Sebagiannya adalah cara kita memahami dunia. "Otak pada dasarnya adalah pendeteksi perbedaan," Schussler dan Wandersee menjelaskan. Karena tanaman hampir tidak bergerak, tumbuh berdekatan satu sama lain, dan seringkali memiliki warna yang sama, otak kita cenderung tidak membeda-bedakannya. Dengan sekitar 10 juta bit data visual per detik yang ditransmisikan oleh retina manusia, sistem visual manusia berfokus pada hal-hal yang penting untuk bertahan hidup dan mengabaikan hal-hal yang tidak mengancam seperti tanaman dan mengelompokkannya bersama.

TanamanHak atas fotoAMANDA RUGGERI

Karena hampir semua tanaman berwarna sama dan tidak bergerak, otak kita cenderung tidak membeda-bedakannya. Lalu manusia juga memiliki preferensi pada kesamaan perilaku biologis: sebagai primata, kita cenderung memperhatikan makhluk yang paling mirip dengan kita. "Dari pengalaman saya dengan kera besar, mereka umumnya lebih tertarik pada makhluk yang lebih mirip dengan penampilan mereka," kata Fumihiro Kano, seorang psikolog kera di Universitas Kyoto Jepang. Seperti halnya manusia, ada elemen sosial untuk preferensi visual ini. "Kera yang dibiakkan manusia lebih tertarik pada gambar manusia daripada gambar non-manusia, termasuk spesiesnya sendiri," kata Kano. Dalam kehidupan sosial manusia, ada juga gagasan kuat bahwa hewan pada dasarnya lebih menarik dan tampak daripada tumbuhan. Kita menamai hewan dan memberikannya sifat manusia. Kita kerap menggunakan hewan sebagai maskot tim olahraga. Dan kita terbiasa dengan variasi individu di antara hewan: kepribadian seekor anjing, katakanlah, atau pola warna yang unik dari seekor kupu-kupu.

Masyarakat lebih mendukung upaya konservasi untuk spesies dengan karakteristik mirip manusia.

Melihat hewan yang serupa (atau lebih mirip) dengan kita menimbulkan empati. Dan dalam membuat keputusan konservasi, itulah kuncinya. Kebanyakan dari kita merasa terdorong untuk melindungi, katakanlah, beruang kutub bukan karena kita mempunyai daftar alasan rasional mengapa kita membutuhkannya, tapi karena mereka menarik hati kita, kata psikolog lingkungan Kathryn Williams dari University of Melbourne. Bahkan di dalam konservasi hewan, hewan karismatik tertentu (terutama mamalia besar dengan mata yang menghadap ke depan) mendapat paling banyak perhatian. Memang, penelitian Williams telah menunjukkan bahwa masyarakat lebih mendukung upaya konservasi untuk spesies dengan karakteristik mirip manusia.

Anggrek hantuHak atas fotoGETTY IMAGES

Sekuntum anggrek hantu mekar di Taman Nasional Fakahatchee Strand di Copeland, Florida; tumbuhan mencakup 57% dari daftar spesies terancam punah di AS. Tantangannya lebih besar lagi bagi tumbuhan. Contohnya, pada tahun 2011 tumbuhan mencakup 57% dari daftar spesies terancam punah di AS. Tetapi mereka menerima kurang dari 4% dana federal untuk spesies langka. "Membangun hubungan emosional dengan ekosistem dan spesies serta tumbuhan secara keseluruhan sangat penting untuk konservasi tumbuhan," kata Williams.

TanamanHak atas fotoGETTY IMAGES

Membangun hubungan emosional dengan tumbuhan penting bagi upaya konservasi. Tentu saja, sains bukan permainan di mana lebih banyak perhatian dan uang dalam satu set organisme harus berarti lebih sedikit sumber daya yang dicurahkan di tempat lain. Tetapi seperti halnya dengan segala jenis bias, mengakuinya adalah langkah pertama untuk menguranginya.

Membangun keakraban dengan tumbuhan

Salah satu kunci untuk mengurangi buta flora adalah meningkatkan frekuensi dan variasi dalam cara kita melihat tumbuhan. Ini harus dimulai sejak dini, seperti yang dikatakan Schussler, yang adalah profesor biologi di University of Tennessee, Knoxville, "sebelum siswa mulai bosan dengan tumbuhan". Salah satu proyek sains warga yang bertujuan membantu ini adalah TreeVersity, yang mengajak orang awam mengklasifikasikan gambar tumbuhan dari Arnold Arboretum di Universitas Harvard. Interaksi sehari-hari dengan tumbuhan adalah strategi terbaik, kata Schussler. Salah satunya dengan berbicara tentang konservasi tumbuhan di taman lokal dan kegiatan berkebun.

Anak-anak berjalan-jalan di tamanHak atas fotoGETTY IMAGES

Penting untuk memperkenalkan anak-anak dengan tumbuhan di usia dini, misalnya dengan mengajak mereka berjalan-jalan di alam. Tumbuhan juga bisa lebih diangkat dalam seni. Dawn Sanders dari Universitas Gothenburg di Swedia, yang telah berkolaborasi dalam proyek-proyek seni lingkungan di Kebun Raya Gothenburg, menemukan bahwa visual dan cerita penting untuk membuat siswa terhubung dengan tumbuhan dan mulai mengajukan pertanyaan tentang pengalaman tumbuhan, seperti berapa lama usia suatu tumbuhan.

Penelitian Sanders juga menemukan variasi budaya. "Buta flora tidak berlaku bagi semua orang dengan cara yang sama," katanya. Dibandingkan dengan penelitian awal pada siswa AS, katanya, "kami menemukan bahwa siswa di Swedia terhubung dengan tumbuhan melalui ingatan, emosi dan keindahan, terutama di seputar hal-hal seperti pertengahan musim panas dan hari-hari pertama musim semi". Misalnya, vitsippa (anemon kayu) dihargai sebagai pertanda musim semi. Di India, hubungan tanaman-manusia mungkin lebih banyak tentang agama dan kedokteran. Geetanjali Sachdev meneliti seni botani dan pendidikan di Sekolah Seni, Desain, dan Teknologi Srishti di Bangalore. "Nilai tumbuhan jelas-jelas dialami pada tingkat yang mendalam," jelasnya. "Kita tidak bisa menghindarinya karena tumbuhan sangat terkait dengan begitu banyak aspek kehidupan budaya India."

Motif tumbuhan di jalanan IndiaHak atas fotoGEETANJALI SACHDEV

Geetanjali Sachdev menemukan motif tumbuhan di sekitar jalanan kota di India. Bahkan, Sachdev telah mendokumentasikan keberadaan motif tanaman di sekitar kota-kota di India: mulai dari bunga lotus yang dilukis di atas tanker air hingga gambar kolam (bubuk) botani di tanah. Gambar-gambar ini tidak hanya bunga, yang sering mendominasi pertemuan berkesan dengan tumbuhan di negara-negara Barat. "Dari sudut pandang mitologis, pohon, daun dan bunga semuanya penting, tetapi dari sudut pandang Ayurveda (cara pengobatan tradisional India), banyak bagian lain tumbuhan yang juga bernilai — daun, akar, bunga dan biji," katanya . Jadi, buta flora tidak bersifat universal atau tidak terhindarkan. "Meskipun otak manusia kita mungkin cenderung buta flora, kita bisa mengatasinya dengan meningkatkannya," kata Schussler.

Mural di Lodhi Colony, New DelhiHak atas fotoGETTY IMAGES

Sebuah mural di distrik seni pertama India, Lodhi Colony di New Delhi, menggunakan motif tumbuhan. Williams juga optimis tentang meningkatnya empati terhadap tanaman. "Sama sekali bukan hal mustahil," katanya. "Ini tentang imajinasi." Bahkan dalam fiksi, karakter tanaman mulai muncul. Salah satunya adalah superhero Marvel, Groot, yang telah memantik beberapa diskusi biologi yang unik. Pasokan makanan dunia tengah menghadapi tantangan terbesarnya, akibat kombinasi pertumbuhan populasi, kelangkaan air, berkurangnya lahan pertanian, dan perubahan iklim. Melalui penelitian bahan bakar hayati, tanaman juga penting sebagai sumber potensial energi terbarukan. Ini berarti sangat penting bagi kita untuk mengenali, mempelajari, dan membuat inovasi dengan teman-teman hijau kita. Masa depan kita tergantung padanya.

Cari Artikel Lainnya