Home » Kongkow » Tahukah Kamu » Prinsip Mengembangkan Kecerdasan Emosi

Prinsip Mengembangkan Kecerdasan Emosi

- Jumat, 29 Maret 2019 | 09:24 WIB
Prinsip Mengembangkan Kecerdasan Emosi

Pada saat awal kehidupan manusia, otak berkembang melalui proses belajar alamiah dengan kecepatan tiga milyar sambungan per detik, termasuk 100 miliar sel saraf aktif atau neuron, dan 900 miliar sel lain yang merekatkan, memelihara, dan menyelubungi sel aktif. Setiap manusia dilahirkan dengan berbagai potensi kecerdasan. Salah satu bentuk kecerdasan adalah kemampuan mengendalikan emosi. Hal ini perlu diasah sejak balita, agar anak dapat nyaman saat berada di tengah masyarakat kelak, pandai membawa diri, dan minim dari berbagai "benturan" sosial. Tak perlu menunggu hingga si kecil berusia remaja. Di usia balita pun Anda sudah bisa mengajarinya.

Perkembangan kecerdasan sosial emosional pada anak sering di anggap penting dalam masa perkembangan anak yang disebut golden age. Dalam mengembangkan kecerdasan sosial emosional anak guru atau orang dewasa harus dapat menyesuaikan stimulus yang akan diberikan pada anak usia dini. Ingin si kecil memiliki kecerdasan emosi yang baik? Tak perlu bingung memikirkan caranya. Cukup lakukan langkah berikut secara efisien.

Berikut langkah-langkah yang harus dilakukan:
1. Bebas beremosi

Anak umumnya belum mampu membedakan dan menyampaikan emosinya dengan cara yang tepat. Sangat dianjurkan untuk tidak mengabaikan emosi anak. Sebaliknya kita bisa menerima semua emosinya, dan mengajarkan bahwa berbagai jenis emosi dapat dialami dan merupakan bagian hidup, tetapi tindakan berdasarkan emosi itulah yang perlu dibatasi

2. Berempati
Seringkali anak terganggu emosinya akibat hal-hal yang rutin. Jika kita tidak bisa memahaminya, hanya dengan berempati akan meredakan ketidaknyamanan emosinya. Misalnya anak kesal tidak bisa bermain di luar karena hujan; maka bisa diingatkan dengan cara seperti ini: "Hujan tidak akan lama. Jika sudah berhenti, kamu boleh main di luar kok. Hanya perlu menunggu hingga hujan berhenti." Anak belajar berempati dengan mencontoh dari orang lain. Seorang anak yang mampu berempati, biasanya memiliki kecerdasan sosial yang baik.

3. Mengakomodasi perasaan
Ada kalanya, anak butuh untuk merasa didengarkan ketika ia mengekspresikan perasaannya. Tak pandang usianya baru 6 bulan atau sudah 16 tahun, anak selalu ingin kita menanggapi emosinya. Karena umumnya emosi tertahan di dalam tubuh, jika anak tak pandai menyalurkannya, maka tantrum atau mengamuk adalah cara yang pengungkapannya. Mengakomodasi perasaan anak bukan berarti menyelesaikan masalahnya, melainkan kita membuatnya merasa nyaman untuk mengekspresikan perasaannya.

4. Bermain
Setiap hari, anak mengalami berbagai emosi. Ada saatnya ia merasa sangat tidak berdaya sehingga marah, sedih, cemas dan cemburu. Anak dengan emosi yang sehat bisa mengatasi pergolakan emosi-emosi itu dengan bermain di usia balita. Karenanya, ketika anak terlihat tidak nyaman, kita bisa mengajaknya bermain. Hal ini akan berlangsung hingga anak cukup mampu menyalurkan emosinya di usia sekolah. Sekalipun demikian, di usia berapapun, tertawa adalah cara terbaik mengusir emosi buruk.

5. Cari solusi
Emosi pada intinya adalah sebuah pesan yang menyatakan bahwa ada sesuatu yang terjadi di luar tubuh kita, dan perlu direspons. Anak perlu mempelajari cara yang tepat merespons emosinya, dan menemukan solusi yang positif dari emosinya itu. Kita dapat mencontohkan hal itu padanya secara langsung, agar anak terbiasa.

Hal terpenting yang perlu diingat adalah, bahwa sama halnya seperti kita, anakpun sering merasa lelah, dan ingin menyendiri. Bila Anda telah melakukan banyak hal dan tak berhasil membuat mood si kecil membali baik, cobalah membiarkannya sendiri beberapa saat, maka ia akan kembali normal. Selamat mencoba!

 

Cari Artikel Lainnya