Home » Kongkow » Tahukah Kamu » Kenapa Ya Orang Pandai Cenderung Lebih Malas Dari Kawan-Kawannya Yang Dungu?

Kenapa Ya Orang Pandai Cenderung Lebih Malas Dari Kawan-Kawannya Yang Dungu?

- Senin, 12 November 2018 | 10:40 WIB
Kenapa Ya Orang Pandai Cenderung Lebih Malas Dari Kawan-Kawannya Yang Dungu?

Sebuah penelitian terbaru yang diterbitkan April 2017 olehJournal of Health Psychology, menyatakan orang yang tak mau menghabiskan waktunya untuk berpikir cenderung lebih aktif secara fisik, daripada mereka yang kerap menggunakan otaknya memecahkan persoalan atau mendalami sebuah gagasan.

Para peneliti menelusuri aktivitas fisik dari 60 mahasiswa S1 di Amerika Serikat, setelah membaginya ke dalam beberapa kelompok. Yakni mahasiswa yang memiliki kebutuhan kognitif (NFC) tinggi dan mereka yang kebutuhan kognisinya rendah. Penulis penelitian ini mengkategorikan mahasiswa dengan skor NFC tinggi sebagai "orang yang gemar melakukan dan menikmati kegiatan kognitif."

Mahasiswa yang suka mengotak-atik teka-teki rumit termasuk mahasiswa ber-NFC tinggi, kata Todd McElroy, profesor bidang kajian psikologi di Florida Gulf Coast University sekaligus salah satu penulis dalam penelitian tersebut. Sedangkan, mereka yang memilih mengerjakan tugas yang menjemukan dan berulang termasuk mahasiswa yang memiliki NFC rendah. Demikian keterangan McElroy saat diwawancarai Broadly.

Selama seminggu, subyek penelitian mengenakan piranti mirip FitBit yang mengukur pergerakan mereka setiap 30 detik. "Penelitian ini menghasilkan 20.000 poin data dari tiap orang," ujar McElroy. Ketika para peneliti membandingkan level aktivitas di kedua grup, mereka menemukan perbedaan yang mencolok: kelompok yang NFCnya rendah lebih sering bergerak setiap hari selama seminggu daripada kelompok dengan NFC tinggi. Namun, data keseluruhan yang dikumpulkan selama akhir minggu tak banyak menunjukkan perbedaaan.

Setelah membaca hasil penelitian ini, rasanya sterotipe "olahragawan bodoh" dan "kutu buku yang lemah fisiknya" akan makin kuat. Sejatinya, hubungan aktivitas fisik dan kognitif tak sesederhana itu. Kebutuhan kognisi tak serta merta jadi ukuran kecerdasan: "orang dengan NFC rendah bisa menikmati kehidupan yang kontemplatif dan berbagai tantangan kognitif. Begitu juga sebaliknya, orang dengan IQ tinggi tak suka menggunakan otaknya untuk berpikir keras."

McElroy mengatakan bahwa motivasi juga punya peranan dalam aktivitas fisik seseorang. Misalnya, orang bisa saja melakukan kegiatan fisik dalam waktu lama guna menghindar pekerjaan mental yang berat. Hal ini juga terjadi pada dirinya, ujar McElroy, ketika dihadapkan pada kewajiban mengoreksi hasil ujian mahasiswa yang menumpuk, dia sering menunda-menunda. Alih-alih memberi nilai, McElroy malah melakukan pekerjaan rumah atau malah jalan-jalan.

Tapi, terlepas dari itu, hasil penelitian ini bisa digunakan menghapus stigma aktivitas malas-malasan yang dipandang jelek oleh masyarakat. "Kamu hanya kelihatan malas, atau bermalas-malasan," ujarnya. "Kamu tidak bodoh. Sangat mungkin kamu sedang berkubang dalam pemikiran pelik."

Tentu saja, kaum cerdik cendikia paham tetap paham konsekuensi buruk dari hidup yang dihabiskan penuh kemalasan. "Orang pandai tetap sadar kok risiko bermalas-malasan," ujar McElroy. "Tapi yang patut diingat, ketika kamu sering memikirkan sebuah gagasan secara mendalam, pada akhirnya kamu akan jarang bergerak."

McElroy bilang pihaknya kini sedang merancang penelitian lanjutan. Topiknya adalah mencari tahu lebih jauh, apa yang sebenarnya dilakukan seseorang saat dia bergerak atau ketika sedang berjalan.

Cari Artikel Lainnya