Home » Kongkow » Tahukah Kamu » Ibu dan Bapak Guru Mengajar Sambil Marah-marah, Ini Efeknya untuk Murid

Ibu dan Bapak Guru Mengajar Sambil Marah-marah, Ini Efeknya untuk Murid

- Selasa, 06 November 2018 | 14:10 WIB
Ibu dan Bapak Guru Mengajar Sambil Marah-marah, Ini Efeknya untuk Murid

Proses belajar anak di sekolah dipengaruhi berbagai faktor. Salah satunya adalah bagaimana si guru menyampaikan materi pelajaran. Sebut saja ketika ibu atau bapak guru menyampaikan materi sambil marah-marah.

Terkait hal ini, psikolog anak dan keluarga, Anna Surti Ariani SPsi MSi, mengatakan ketika guru mengajar sambil marah-marah seperti berkecak pinggang, melotot atau memukul penggaris ke meja, hal tersebut akan membuat anak merasa takut. Nah ketika anak merasa takut justru anak tidak dapat memproses informasi dengan baik.

"Jadi otak kita memiliki banyak bagian, ada otak primitif yang mengelola hal-hal seperti pertumbuhan dan emosi, di situ ada sistem limbik yang bertanggung jawab terhadap emosi kita. Ada pula bagian yang lebih memproses area yang lebih rasional. Nah yang jauh lebih memengaruhi semua area adalah sistem limbik," tutur wanita yang akrab disapa Nina ini.

"Kalau sistem limbik dikuasai emosi positif seperti bahagia, senang, damai, dan penuh cinta, maka bagian otak yang lain akan beres, lancar dan anak akan lebih mudah menangkap pembelajaran dengan mudah," kata Nina.

Tapi, ketika sistem limbik negatif seperti merasa takut, sedih, kecewa, dan merasa gagal, pada beberapa anak, bagian otak yang rasional tersebut jadi kesulitan memproses informasi yang didapat. Maka dari itu, Nina mengatakan anak butuh metode pengajaran yang tepat dan menyenangkan agar ia bisa memproses infomasi dengan mudah. 

Hal itu ia sampaikan dalam acara Diskusi Media 'Satu Tahun Implementasi Program Anak Cerdas PJI & HSBC' di SDN 12 Bendungan Hilir, Jl Taman Bendungan Jatihilir, Tanah Abang, Jakarta Pusat, baru-baru ini.

"Jadi anak kalau sudah ketakutan sudah tidak bisa memproses informasi apapun. Tapi, kalau anaknya senang itu yang justru jauh lebih diproses, dimengerti, dan diingat oleh anak. Apalagi yang sistem limbiknya lebih matang dibandingakan pemahanan rasionalnya," lanjut ibu dua anak ini.

Maka dari itu, menurut psikolog yang praktik di Klinik Tiga Generasi ini, anak butuh metode-metode yang tepat agar dia bisa memperoses semua informasi dengan sebaik-baiknya.

 

Cari Artikel Lainnya