Home » Kongkow » Tahukah Kamu » Mengapa mengajar itu unik dan mulia?

Mengapa mengajar itu unik dan mulia?

- Selasa, 23 Oktober 2018 | 08:00 WIB
Mengapa mengajar itu unik dan mulia?

Coba kita amati, dari dua orang guru lulusan perguruan tinggi yang sama, jurusan yang sama bahkan mungkin dari kelas yang sama, pasti memiliki perbedaan dari cara mengajarnya. Mulai dari metode menyampaikan materi di kelas, volume suara, intonasi suara, cara komunikasi dan cara interaksi dengan muridnya pasti tidak ada yang sama. Mereka memiliki ciri khas masing-masing yang menjadi keunikan mereka sendiri

Secara akademik, guru-guru yang sekolah di institusi pendidikan khusus keguruan atau sejenisnya tentunya dipersiapkan untuk menjadi seorang guru. Tetapi hal itu tidak menjamin cara mereka mengajar lebih baik dari guru-guru lulusan sekolah non-keguruan. Pada kenyataannya banyak guru yang bukan lulusan sekolah keguruan, namun memiliki metode mengajar lebih bagus, menarik, mampu mengelola kelas dengan apik sehingga murid-murid pun menjadi senang.

Ada seorang guru yang sudah mendapat gelar master pendidikan, ia cerdas dan menjadi guru senior di sekolah tempat guru itu mengajar, namun orangnya kurang menarik dan kaku. Cara mengajarnya pun tidak mudah dimengerti oleh anak-anak. Ia cerdas untuk dirinya sendiri, namun kurang pandai dalam mentransfer ilmunya kepada murid-murid.

Saya jadi teringat dengan cerita rekan saya tentang ibu gurunya. Orangnya kecil, rambutnya pendek seperti laki-laki, suaranya melengking dan humoris. Setiap hari sebelum pelajaran dimulai, ia selalu memiliki tebak-tebakan lucu yang membuat anak-anak di kelas menjadi tertawa. Kalau mengajar selalu penuh semangat. Kehadiran guru ini selalu dinanti siswa karena ia mampu menjelaskan materi dengan sistematis, simple dan mudah dimengerti. Ia bukan jebolan sekolah keguruan, ia lulusan fakultas elektro.

Itulah sebabnya, kenapa mengajar itu dikatakan unik. Passion mengajar tidak harus mutlak seseorang berasal dari sekolah keguruan tertentu. Setiap orang memiliki kesempatan untuk mengajar, apapun latar belakang pendidikannya. Asalkan mereka sudah memiliki minat dan bakat untuk mengajar. Maka ia akan konsisten untuk melakukannya dengan senang hati. Yang perlu diingat bahwa setiap guru punya gayanya masing-masing ketika mengajar. Tiap guru tidak dapat disamakan bagaimana cara mereka mentransfer ilmu kepada anak muridnya. Bahkan seorang guru yang samapun, bisa memiliki cara mengajar yang beda pada kelas yang berbeda.

Amal Mulia

Berapa banyak orang yang mengalami pencerahan hidup berkat didikan gurunya? Berapa banyak orang sukses dalam kariernya karena bimbingan dan teladan guru? Berapa banyak orang menjadi cendekiawan karena bimbingan guru? Sungguh mulia amal perbuatan yang telah dilakukan oleh guru.

Contoh sederhana saja, seorang guru yang berhasil mengajarkan siswanya membaca, menulis dan berhitung, pasti akan selalu dikenang dan dingat jasa-jasanya. Anak saya yang sekarang sudah kelas satu SD masih sering menyebut nama gurunya di biMBA yang berhasil membantu ia jadi lancar membaca, menulis dan berhitung. Bahkan beberapa kali terucap olehnya, minta masuk biMBA lagi untuk diajarkan oleh sang ibu guru. Sekarang, bila sedang mengerjakan soal berhitung, ia sering berkata “dulu aku kan sudah pernah diajarin sama Bu Dinda”. Betapa ia sangat terkesan akan jasa sang ibu guru, sosok pahlawan yang banyak jasa.

Saya pernah mengajar untuk program Corporate Social Responsibility (CSR). Training ini diikuti oleh peserta berusia 15-23 tahun, dengan tujuan sebagai pembekalan soft skills sebelum memasuki dunia bekerja. Seluruh murid saya ketika itu ada 30-an orang laki-laki dan mayoritas tidak lulus SD di daerah Karawang. Materi yang saya bawakan tentang Kebersihan diri, cara berpakaian dan citra diri. Sebagian besar siswa dikelas itu mengikuti training hanya menggunakan sandal jepit, kaos belel, celana pendek dan ada pula yang rambutnya tidak disisir. Satu hal yang selalu saya hindari ketika mengajar bagi anak-anak seperti mereka adalah tidak berkesan mengguruinya, tetapi justru dapat menjadi teman mereka. Dua hari kemudian saya kembali datang mengajar dan melihat perubahan pada penampilan murid-murid di kelas.

Mereka sudah mau memakai kemeja, celana panjang, sepatu dan rambutnya rapi. Melihat perubahan ini hati saya senang sekali, ada rasa haru menyelimuti diri saya. Bagaimana tidak, belasan bahkan puluhan tahun untuk merubah kebiasaan seseorang adalah hal yang tidak mudah. Mereka sudah terbiasa di comfort zone dengan pakaian asal-asalannya. Jangankan datang ke acara training, ke acara pernikahan saja mereka tetap datang dengan baju ‘cuek’ nya itu. Di akhir sesi sebelum balik ke Jakarta, saya dihampiri oleh beberapa orang peserta, mereka memberikan saya origami berbentuk love sambil berkata, “terima kasih Kak, Kakak telah membantu kami untuk bisa berubah”. Tanpa banyak berkata, saya tersenyum sambil menahan haru, hati saya sangat terenyuh melihat keberhasilan mereka untuk mau berubah lebih baik.

Target utama seorang guru adalah keberhasilan dalam mengajar dan membuat siswa sukses belajar. Guru manapun pasti akan senang bila melihat anak didiknya bisa menerima pelajaran dengan baik dan bisa sukses di kemudian hari. Guru juga akan bahagia jika siswa yang diajar dan dididiknya menjadi generasi yang cerdas, berbudi luhur dan memiliki karier cemerlang. Kebahagiaan ini rasanya sulit diungkapkan dengan kata-kata.

Cari Artikel Lainnya