Home » Kongkow » Tahukah Kamu » Sudahkan Menjadi Guru Teladan Bagi Muridnya?

Sudahkan Menjadi Guru Teladan Bagi Muridnya?

- Kamis, 11 Oktober 2018 | 09:05 WIB
Sudahkan Menjadi Guru Teladan Bagi Muridnya?

SOSOK seorang guru dalam dunia pendidikan bukanlah sekedar unsure pelengkap, melainkan salah satu unsure utama. Oleh karenanya, eksistensi guru masih selalu diperlukan bahkan sangat diperlukan. Namun, seiring berjalannya waktu, seolah-olah ada sebuah pergeseran nilai mengenai eksistensi guru di dunia pendidikan. Hal ini ditandai dengan menipisnya makna guru sebagai pekerjaan profesi yang dikenal dengan istilah digugu dan ditiru. Ucapan seorang guru, baik dalam menyampaikan materi ataupun ketika memberikan nasehat, adalah suatu hal yang selalu dinanti oleh para murid yang haus akan nasehat yang bermakna nan mengandung nilai edukatif, bukan masuk dari telinga kanan keluar di telinga kiri.

Guru dalam persepsi murid kekinian dipandang sebagai sosok yang harus diikuti atau dalam istilah Al-Quran surah Al-Ahzab ayat 21, uswatun hasanah (teladan yang baik). Kendatipun ayat tersebut ditujukan kepada diri Rasulullah Saw., namun keteladanan juga bias tercermin dari sosok seorang guru, paling tidak di lingkungan sekolah bagi para murid. Seiring perkembangan zaman dan pergeseran waktu, timbul sebuah kekhawatiran akan terjadinya pergeseran nilai dan hilangnya identitas guru di hadapan peserta didik akibat dari oknum guru itu sendiri, seperti guru yang sering tidak masuk, tidak disiplin, sering terlambat, pak guru yang berambut gondrong atau bu guru dengan make-up yang berlebihan (baca: menor) dan seterusnya. Tentu saja perilaku seperti itu tidak mencerminkan keteladanan seorang guru.

Menyikapi hal tersebut, jika membicarakan keberadaan dan kredibilitas seorang guru dalam dunia pendidikan, berarti guru memiliki nilai strategis dan urgen dalam hidup ini. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Wina Sanjaya (2006) bahwa guru sering dianggap sebagai sosok yang memiliki kepribadian ‘ideal’. Betapa tidak, dari ujung rambut sampai ujung kaki sang guru menjadi sorotan para muridnya, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Oleh karena itu, pribadi guru sering dianggap sebagai model atau panutan (yang harus digugu dan ditiru). Sebagai seorang model, tentu saja guru harus mempunyai kompetensi yang berhubungan dengan pengembangan kepribadian (personal kompetensi).

Berkenaan dengan hal di atas, tutur kata melalui metode ceramah dalam proses pendidikan merupakan metode yang cukup dominan digunakan oleh guru saat ini. Sehingga, ada kesan jika tidak ada ceramah atau nasihat, maka dapat dikatakan proses belajar mengajar tidak ada. Sebenarnya, jika berbicara metode dalam mendidik murid sangatlah banyak. Satu di antaranyaadalah model pembelajaran yang melibatkan murid yang aktif, namun ada hal yang paling penting untuk kita kaji yaitu mendidik murid dengan keteladanan. Keteladanan (uswatun hasanah) adalah metode mendidik dengan memberikan contoh yang baik kepada peserta didik.

Pertanyaannyaadalahmengapa keteladanan dewasa ini begitu penting? Jawabannya cukupsederhana, bahwa mendidik bukan sekedar transfer of knowledge, melainkan lebih jauh dari itu, mendidik adalah proses pembentukan manusia seutuhnya melalui transfer of knowledge dan transformasi moral, yang dalam bahasa agama Islam pembentukan akhlakul karimah sesuai dengan tuntunan ajaran Islam. Satu di antaranya adalah guru mencontohkanmelakukankebaikanmelaluimemberikanteladan yang baik kepada murid, tidakhanya di sekolahmelainkanjuga di luarsekolah.

Keteladanan dan Transformasi Moral

Jika kita menilik perjalanan dakwah yang dilakukan Nabi Muhammad Saw., baik pada periode Makkah maupun periode Madinah, maka kita akan menemukan metode dakwah beliau dalam mendidik ummat melalui keteladanan. Menurut Ahmad Tafsir(2007) dalam buku “Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam”, pribadi Rasul itu adalah interpretasi Al-Quran secara nyata. Tidak hanya caranya beribadah, tetapi cara beliau menjalani kehidupan sehari-haripun kebanyakan merupakan contoh berkehidupan yang Islami.

Keteladanan Rasulullah Saw.dalam mendidik ummat pada saat itu mengisyaratkan kepada ummat Islam (terutamaguru) agar mendidik tidak hanya pandai dalam berbicara dan memberikan nasihat kepada anak didik, tetapi juga harus tampil di depan mereka memberikan suri teladan yang baik secara langsung. Jika tidak, Allah SWT.sangat membenci hamba-Nya yang hanya pandai berbicara tanpa ada aksi nyata, sebagaimana firman-Nya:“Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan sesuatu yang tidak kalian kerjakan? Allah sangat membenci kalian yang hanya mengatakan sesuatu yang tidak pernah kalian kerjakan.” (QS. Ash-Shaff:2-3).

Keteladanan dalam mendidik sangat penting sebagaimana gambaran di atas bahwa saat ini ada gejala menipisnya kredibilitas pendidik di mata murid. Sudahkan guru menjadi teladan bagi muridnya?Secara gradual (berangsur-angsur), sosok guru bukan lagi sosok yang harus digugu dan ditiru, bahkan para murid lebih bangga mengidolakan artis sinetron daripada orang yang selama ini berupaya mencerdaskan dirinya. Buktinya, tidak sedikit murid yang berpenampilan seperti artis idolanya, bahkan cara bicaranyapun ikut-ikutan latah sebagaimana yang terucap dari bibir sang artis, dan yang lebih parah lagi adalah gaya hidup seorang murid berlagak seperti artis yang penuh dengan kemewahan dan glamour.

Nah, dalam proses mendidik, guru harus menjadi sosok yang dapat menjadi panutan bagi muridnya. Uswatun hasanah (teladan yang baik) secara sederhana dapat dilakukan dengan bertutur kata yang baik kepada murid, datang ke sekolah tepat waktu dan disiplin, penampilan yang rapidanmenarik, sikap yang ramah, memberikan pujian dan kritik kepada murid yang konstruktif, peka dan respek serta berupaya membantu permasalahan yang dihadapi murid dan sebagainya.Untuk itu, dalam mengemban ‘misi suci’ sebagai guru, keteladan melalui ucapan, sikap, dan perbuatan merupakan sebuah keniscayaan. Keberhasilan dalam mendidik murid tidak hanya diukur oleh nilai berupa angka tetapi keberhasilan mentransformasikan nilai-nilai moral kepada murid-muridnya.

Mengakhiri tulisan ini, ada baiknya kita renungkan beberapa baris sajak yang ditulis oleh Dorothy Law Nolte dalam Jalaluddin Rakhmat(1996) dalam buku“Psikologi Komunikasi”:”Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki. Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi. Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri. Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri. Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar menghargai. Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan, ia belajar keadilan.”

Dengan demikian, keteladanan seorang guru bagi para muridnya merupakan suatu keniscayaan. Sehingga guru sebagai sosok digugu dan ditiru akan selalu menjadi semboyan yang melekat pada setiap guru di negeri ini. Semoga!Hidup … Guru …!

Cari Artikel Lainnya