Home » Kongkow » Tahukah Kamu » Nyontek adalah Budaya, Benarkah?

Nyontek adalah Budaya, Benarkah?

- Jumat, 10 Agustus 2018 | 15:53 WIB
Nyontek adalah Budaya, Benarkah?

Sebenarnya menyontek adalah suatu hal yang mungkin sudah sangat sering atau setidaknya pasti pernah dilakukan oleh orang-orang yang sempat menginjak bangku sekolah dan mengikuti paling tidak satu ujian saja. Dan sudah sangat tidak awam lagi di telinga kita kata ‘nyontek’ atau bahkan pada era globalisasi ini sering juga diperindah dengan kata ‘cheating’ walau sebenarnya adalah bahasa asing dari kata menyontek itu sendiri. Mendengarnya mungkin orang bisa langsung berpikiran negatif mengenai kegiatan yang satu ini, tentu saja—menyontek merupakan kegiatan kecil yang dilakukan saat tidak bisa melakukan apa-apa lagi terhadap suatu masalah yang berujung dengan melihat atau bisa jadi mencuri ide/pikiran orang lain, bisa dibilang menyontek adalah contoh sederhana dari kejahatan besar seperti menjimplak karya orang yang berarti mencuri. Well, mungkin tidak sekejam itu namun pada kenyataannya kegiatan yang sering dikaitkan dengan ujian atau pelajar ini memiliki arti yang sama dengan semacam penjimplakan. Biasanya dari para pelaku yang pernah menyontek saat ujian mengaku ia tidak bisa menjawab soal sehingga berakhir dengan melirik jawaban teman—baik diketahui bahkan yang tidak diketahui sama sekali.

Nah, kenapa saya tiba-tiba tertarik dengan topik menyontek ini? Bukankah menyontek ini sudah kegiatan yang sangat wajar di kalangan pelajar? Terlebih lagi saya masih berstatus mahasiswa dan tidak dipungkiri pernah melakukan yang namanya ‘nyontek’. Berawal dari saya membuka situs VOA, saya yang memang pada dasarnya sangat hobi searching untuk sekedar me-refresh otak dari pelajaran kuliah yang sangat memusingkan menemukan sebuah artikel dari situs VOA yang membuat saya tertarik. Saya memang suka sekali membaca pada bagian pendidikan, dan pada saat itu terlihatlah sebuah judul menakjubkan bagi saya. “Universitas Harvard Diguncang Skandal Nyontek” adalah judul yang saya maksud, siapa juga yang tidak tertarik jika menyangkut dengan Universitas hebat dan terkenal ini? Apalagi setelah adanya situs sosial media yang berawal dan ditemukan oleh salah seorang mahasiswa dari Universitas Harvard, Facebook oleh Mark Zuckerberg.

Timbul sebuah pemikiran di dalam benak saya, menyontek merupakan skandal bagi Universitas hebat tersebut dan menyontek merupakan kegiatan yang sangatlah dilarang jika kita membaca artikel seperti itu sementara sebelumnya mungkin diri kita sendiri—termasuk saya—pernah menyontek barang sekali saja. Mengapa menyontek begitu menjadi sorotan di Universitas Harvard? Apakah menyontek juga menjadi skandal bagi sebuah sekolah biasa yang terletak di ujung daerah Indonesia? Kebiasaan masyarakat Indonesia sering kali menyebut bahwa nyontek sudah seperti budaya, dimana sudah mendarah daging dan tidak bisa dihilangkan, sehingga ketika seorang pelajar berhadapan dengan sebuah ujian pelajaran susah yang tidak ia sukai maka ia akan dengan gampang memilih menyontek sebagai jalan keluar pertama. Di sinilah letak pemikiran saya, apa benar nyontek itu merupakan budaya?

Pengalaman saya pribadi sebagai seorang siswa semasa SMA juga membuat mata saya dan pemikiran saya lebih terbuka, ingat saja pada masa-masa Ujian Nasional. Siswa-siswi hampir gila dibuatnya, gelisah akan tidak lulus dan menyebabkan bahkan ada sebagian dari teman saya menjadi takut jika mengingat UN dan apa jadinya? Ujung-ujungnya nyontek menjadi pilihan, beberapa pelajar cemerlang bahkan ditunjuk untuk menjadi semacam guru kunci untuk menyebar jawaban. Dengan demikian siswa yang berpemikiran ia tidak bisa lulus UN akan menjadi lebih tenang dan rileks dengan iming-iming tersebut, pertanyaan selanjutnya timbul. Apakah nyontek bisa disebut penyelamat yang jitu saat ujian? Hmm, ini sulit. Mengingat resiko ketahuan sangatlah besar, dan dalam kasus UN yang saya ceritakan itu maka mungkin bisa dilihat betapa percayanya siswa tadi dengan teman yang ia tunjuk sebagai penolong. Nah, mungkin saja ia bisa sedikit lega namun tanpa ia sadari ia sendiri menjadi malas untuk belajar karena sudah menganggap ada orang yang bisa men-cover nilainya.

Sejatinya menyontek adalah dilarang, sering sekali kalimat seperti: “Kerjakan masing-masing.”, “Jangan lirik kanan-kiri.”, “Kerjakan sesuai kemampuan saja.” Dan bahkan yang secara gamblang melarang dengan tegas untuk tidak menyontek saat akan melakukan suatu ujian atau tes. Dan mengapa menyontek mash dan terus saja dilakukan? Apakah iya menyontek sudah seperti budaya? Dalam kasus lain juga ada yang sengaja membuat catatan kecil untuk penolong saat ujian.

Menyontek jelas saja bukan budaya, menyontek hanyalah kebiasaan yang sebenarnya mudah untuk ditinggalkan jika saja dari diri kita masing-masing ditanamkan prinsip yang kuat untuk tidak berlaku curang. Nah, jika diri kita sudah tidak memiliki rasa percaya akan diri sendiri maka menyontek bisa menjadi suatu kebiasaan yang lumrah seolah-olah menjadi budaya.

Di sinilah kepercayaan diri kita diperlukan, terkadang pemikiran yang terlalu takut dalam ujian membuat gelisah tidak menentu sehingga menyontek menjadi ide pertama yang muncul. Tak jarang, saat ujian itu berlangsung seorang siswa yang sebenarnya sudah sangat paham dengan materi ujian namun tidak yakin dengan dirinya maka disanalah menyontek menjadi godaan yang teramat sangat susah untuk dilawan. Sehingga pada dasarnya diri pribadilah yang mengajarkan menyontek sebagai budaya, oleh karena itu perlu diadakan sedikit perubahan pola pikir dari pribadi masing-masing. Cobalah untuk lebih berusaha dan selalu positive thinking dengan diri sendiri, buatlah kepercayaan diri ada, persiapkan dengan matang dan hilangkan paradigma berpikir yang pendek mengenai cara gampang berhasil ujian tanpa belajar.

Artikel yang dipostingkan pada tanggal 13 Oktober 2012 tersebut membuat mata hati saya sedikit terbuka, sudah saatnya kita menghentikan kegiatan tersebut, setidaknya berusahalah untuk meninggalkannya. Karena jika saya boleh menyimpulkan selama ini banyak sekali mitos mengenai enaknya nyontek yang sangat berbanding terbalik dengan logika setelah saya pikirkan lagi. Beranggapan dengan menyontek nilai kita akan menjadi lebih baik sangat merusak percaya diri kita sendiri, membuat pribadi yang ketergantungan dan tidak bisa mandiri sehingga bisa membuat kita tanpa sadar kehilangan kreatifitas kita.

Nah, jika dalam diri kita masing-masing sudah tertanam pemikiran yang seperti itu maka menurut saya menyontek bisa sedikit berkurang dan perlahan-lahan bukanlah menjadi hal yang biasa lagi untuk dilakukan. Dengan demikian, nyontek bukanlah budaya lagi bukan?

Cari Artikel Lainnya