Home » Kongkow » Inspiratif » Menderita Thalasemia, Fitri Asih Tetap Aktif Jadi Motivator dan Pejuang Pendidikan

Menderita Thalasemia, Fitri Asih Tetap Aktif Jadi Motivator dan Pejuang Pendidikan

- Sabtu, 07 April 2018 | 11:10 WIB
 Menderita Thalasemia, Fitri Asih Tetap Aktif Jadi Motivator dan Pejuang Pendidikan

Tidak ada satu orang pun yang berharap lahir dalam keadaan tidak sempurna. Bukan hanya tentang kesempurnaan fisik, tetapi juga segala unsur yang membangun kesehatan fisik setiap manusia. Begitu pula dengan Fitri Asih, perempuan berusia 39 tahun yang sejak bayi menderita Thalasemia, yaitu penyakit kelainan darah yang membuat sel darah merah cepat rusak ataupun tidak mampu bertahan lama seperti orang normal pada umumnya.

Sensei Fitri, begitu ia akrab disapa, menderita thalasemia mayor yang artinya tubuhnya tidak mampu memproduksi sel darah merah. Ia harus rutin transfusi darah setiap bulan agar nafas kehidupannya terus tersambung. Semua itu telah ia jalani sepanjang hidupnya.

Perawatan yang terpaksa ia jalani itupun membawa efek negativ baginya seperti kulit tubuh yang menghitam dan postur tubuh mungil. Namun Sensei Fitri tak pernah menganggap itu semua sebagai kerugian, melainkan nikmat dari tuhan. Dengan ukuran tubuhnya yang mungil, jarang ada yang percaya kalau perempuan yang berprofesi sebagai guru Bahasa Jepang dan pengusaha travel itu sudah berusia hampir kepala empat.

"Hidup adalah cinta, kasih sayang dan kepercayaan yang diberikan Allah kepada saya. Jadi saya sangat bersyukur karena Allah telah memberikan penyakit kepada saya karena tidak semua orang diberikan kepercayaan untuk menjalaninya," ucap Sensei Fitri saat ditanya tentang penyakitnya.

1. Dari hobi travelling sampai ke pengusaha travel

Menderita Thalasemia, Fitri Asih Tetap Aktif Jadi Motivator dan Pejuang Pendidikan

Perempuan kelahiran Jakarta ini juga dikenal sebagai sosok yang ceria dan memiliki hobi travelling. Berbagai negara telah ia kunjungi seperti Swedia, Jerman, Malaysia, Singapura, Arab Saudi dan tentunya Jepang. Dari hobinya itu pula kini ia sedang merintis bisnis perjalanan wisata ke Jepang dan Eropa.

Kondisi fisiknya yang sebenarnya tidak boleh lelah mampu ia tangkal dengan selalu aktiv berkegiatan dan memiliki pikiran yang positif baik dalam bekerja maupun bersosialisasi dengan banyak orang. Wajar saja jika ia memiliki banyak teman dan disukai banyak orang.

Sensei Fitri telah menderita thalasemia sejak usianya empat bulan karena faktor genetik dari kedua orangtuanya. Baik Fitri maupun orangtuanya tidak pernah merasa lelah karena kondisi yang mengharuskan wanita yang selalu tampak ceria itu bergantung dengan berbagai obat-obatan.

2. Menjadi guru Bahasa Jepang sejak lulus SMA

Menderita Thalasemia, Fitri Asih Tetap Aktif Jadi Motivator dan Pejuang Pendidikan

"Thalasemia tidak menjadikan saya lemah dan membatasi kegiatan saya. Justru dengan penyakit yang saya derita, saya mendapatkan banyak kebahagiaan dan menjadikan saya kuat dalam menjalani hidup," jelas Sensei Fitri saat dihubungi via WhatsApp, 21 Maret 2018 lalu.

Thalasemia tak menghalangi Sensei Fitri untuk berkarir. Terbukti begitu lulus SMA ia langsung bekerja sebagai guru honorer Bahasa Jepang. Catatan karirnya pun cukup panjang. Duabelas tahun ia menjadi pengajar di SMAN 15 Jakarta Utara.

Tak hanya itu, ia juga mendedikasikan ilmunya di SMAN 13 dan 65, dosen tidak tetap di STIE Widya Persada sejak tahun 2002, guru Bahasa Jepang di berbagai tempat kursus bahasa di Jakarta seperti Rumah Bahasa, Dunia Bahasa, World Language Academy dan Seven Language. Bahkan ia juga masih sempat memberikan kursus privat Bahasa Jepang.

Sensei Fitri merupakan sosok guru kreatif. Perempuan lulusan UNAS dan UKI ini selalu menciptakan kehangatan di ruang kelasnya. Muridnya pun tak pernah merasa bosan belajar dengan guru yang juga sempat mengambil pendidikan keguruan di Osaka, Jepang ini.

3. Salah satu guru terpilih untuk mengikuti Teacher Training Program di Jepang

Menderita Thalasemia, Fitri Asih Tetap Aktif Jadi Motivator dan Pejuang Pendidikan

Tahun 2014 lalu perempuan humoris ini mengikuti Teacher Training Program di Jepang, yaitu sebuah program kerjasama antara Indonesia dan Jepang yang diperuntukkan bagi guru-guru Bahasa Jepang terpilih di Indonesia. Tujuannya adalah untuk melihat langsung bagaimana sistem pendidikan dan juga budaya positiv di Jepang yang nantinya bisa dijadikan bahan ajar ke peserta didik.

Sejak saat itu, ia semakin sering diundang ke Jepang untuk menghadiri berbagai acara. Meski harus membawa obat-obatannya, Sensei Fitri tetap semangat menjalani kesibukannya di Indonesia dan Jepang.

4. Tak hanya menjadi guru dan pengusaha travel, Sensei Fitri juga seorang motivator

Menderita Thalasemia, Fitri Asih Tetap Aktif Jadi Motivator dan Pejuang Pendidikan

Selain sebagai pengajar dan pengusaha travel, Sensei Fitri juga aktiv menjadi pembicara dan motivator dalam berbagai kegiatan yang berhubungan dengan thalasemia. Sensei Fitri merasa beruntung karena selalu diberikan kemudahan dalam kekurangannya. Menurutnya, masih banyak penderita thalasemia yang tak seberuntung dirinya. Itulah sebabnya ia juga berjuang untuk membantu teman-temannya sesama penderita thalasemia yang kekurangan biaya dan terus memotivasi mereka agar tetap memiliki semangat hidup layaknya manusia normal pada umumnya.

"Maka nikmat Tuhan manakah yang kamu dustakan," ucap Sensei Fitri saat memotivasi rekan-rekannya. Kalimat yang ia kutip dari salah satu ayat Al-Quran tersebut telah membuka matanya bahwa ia mendapatkan lebih banyak nikmat dibandingkan kesusahan.

5. Kekurangan biaya pengobatan

Menderita Thalasemia, Fitri Asih Tetap Aktif Jadi Motivator dan Pejuang Pendidikan

Kehidupan Sensei Fitri tak selamanya tanpa kendala. Memasuki usia dewasa, biaya pengobatannya harus ia tanggung sendiri. Bukan hanya untuk transfusi darah setiap bulan, tetapi juga untuk membeli berbagai obat-obatan. Ia sempat kesulitan untuk mencukupi biaya pengobatannya. Bukan Sensei Fitri namanya jika ia berputus asa. Dengan berbagai kemampuan yang ia miliki, ia terus bekerja keras untuk mencukupi biaya pengobatannya.

"Saya bukan peminta-minta, meskipun itu kepada keluarga saya sendiri. Saya perempuan mandiri yang terbiasa mencukupi segala kebutuhan hidup saya dengan bekerja keras," tambahnya lagi.

Kini Sensei Fitri terpaksa memangkas sebagian kegiatannya di dunia pendidikan karena kendala waktu dan untuk tetap menjaga kondisinya agar tetap stabil. Meskipun demikian, dia tetap welcome terhadap siapa saja yang ingin belajar tentang Jepang beserta bahasanya. Langsung bertatap muka ataupun melalui alat komunikasi lainnya, Sensei Fitri selalu siap membagi ilmunya.

Anak ke-7 dari 8 bersaudara ini saat ini ingin lebih fokus menjalankan bisnis travelnya. Tak heran jika ia sering bolak balik ke Jepang dan Eropa, entah itu bersama dengan turis-turisnya ataupun menemui rekan bisnis di Jepang.

Dari Fitri Asih kita belajar bahwa thalasemia atau penyakit apapun itu bukanlah penghalang untuk mencapai kesuksesan. Jika Sensei Fitri yang hidupnya bergantung pada kantung-kantung darah sumbangan manusia lain tetap optimis dan terbukti sukses, bagaimana dengan kamu yang bisa hidup sehat tanpa penyakit? Masih punya alasan untuk malas-malasan?

Cari Artikel Lainnya