Home » Kongkow » Inspiratif » 20 Tahun Ajak Masyarakat Jauhi Rokok, Yayi Akhirnya Jadi Profesor

20 Tahun Ajak Masyarakat Jauhi Rokok, Yayi Akhirnya Jadi Profesor

- Sabtu, 24 Februari 2018 | 11:45 WIB
20 Tahun Ajak Masyarakat Jauhi Rokok, Yayi Akhirnya Jadi Profesor

Satu-satunya anak perempuan dari empat bersaudara, Dra Yayi Suryo Prabandari, MSi, Ph D, masih ingat bahwa di keluarganya hanya ayahnya saja yang suka merokok sementara ketiga anak lelaki tidak ada satupun yang merokok.

Saat anak-anak sudah memasuki usia remaja, akhirnya sang ayah memilih berhenti merokok.Pengalaman dari kiasah keluarga itulah yang menginspirasi kakak kandung Roy Suryo, Mantan Menpora, ini akhirnya menginisiasi terbentuk kampung dan rumah bebas asap rokok di Kota Yogyakarta.

“Sekarang sudah ada 130-an rumah dan 40 kampung yang mendeklarasikan bebas asap rokok,” kata wanita kelahiran Yogyakarta 53 tahun silam ini.

Meski program rumah dan kampung bebas asap rokok diakui Yayi belum secara signikan menurunkan jumlah perokok namun gerakan bebas asap rokok yang dilakukannya sejak 2006 lalu itu setidaknya bisa menurunkan jumlah perokok hingga 3 persen dan 50 persen laki-laki sudah tidak lagi merokok di dalam rumah.

“Sekitar 70 persen laki-laki setuju kalau dirumahnya bisa bebas asap rokok,” katanya.Dikatakan Yayi, tidak mudah baginya mengajak warga untuk mau mengikuti ajakan bebas asap rokok.

Yayi bercerita ia harus keluar masuk kampung untuk mengikuti berbagai pertemuan dari tingkat RT, RW, hingga kegiatan Posyandu dan arisan.“Saat pertemuan RT, malah banyak bapak-bapak memohon izin agar diperbolehkan merokok terlebih dahulu sebelum dikusi,” kenangnya.

Namun demikian, kata Yayi, masyrakat kota Yogyakarta diakuinya lebih mudah ketika diajak untuk menerima perubahan

Di setiap pertemuan, Yayi tidak secara frontal mengajak para kepala rumah tangga untuk langsung berhenti merokok.

Yayi memulainya dengan menyampaikan informasi tentang rokok dari kandungan hingga dampak kesehatan yang ditimbulkan.“Lalu yang kita minta biasanya mereka tidak merokok lagi di depan anak-anak atau ibu hamil, kemudian tidak lagi merokok di dalam rumah,” katanya.

Apabila terjadi kesepakatan antar warga, kata Yayi, maka di setiap pertemuan biasanya dimulai dengan kebiasan tidak menyediakan asbak rokok di dalam ruangan.

Namun untuk rumah yang sudah mendeklarasikan bebas asap rokok kata Yayi mereka menempelkan stempel bebas asap rokok di dinding depan rumah.Tidak hanya menginisiasi kampung bebas asap rokok, Yayi juga ikut serta dalam mendorong area kampus Fakultas Kedokteran sebagai area bebas asap rokok pada tahun 2004 lalu.

“Lalu tahun 2008 disusul deklarasi yang sama di tingkat universitas, bahkan di FK UGM sudah tidak lagi menerima beasiswa dari perusahaan rokok sejak 2006,” katanya.Kampanye bebasa asap rokok sudah didengungjkan Yayi sejak 1990 silam sejak ia pertama kali diangkat sebagai dosen di FK UGM.

Minimnya riset soal rokok di Indonesia, kata yayi menjadikan roko menjadi topik risetnya sejak S2 hingga S3.“Dulu kajian rokok sangat minim, saya pilih topik ini, apalagi saat itu saya bisa dikatakan satu-satunya dosen FK yang bukan dokter,” kata lulusan sarjana psikologi UGM ini

Cari Artikel Lainnya